Kekhawatiran turunnya jumlah kunjungan wisatawan asal China menyusul merebaknya virus korona membuat pemerintah menilai perlu membidik wisatawan negara lain. Masyarakat Amerika dan Eropa punya minat tinggi ke Indonesia.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wabah virus korona di China dikhawatirkan akan menurunkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. Jika hal itu terjadi, implikasinya berpotensi besar karena jumlah wisatawan dari China ke Indonesia ketiga terbesar. Untuk mengantisipasi imbasnya ke penerimaan devisa, Indonesia menyasar wisatawan asal Amerika dan Eropa.
Beberapa waktu lalu, asosiasi pariwisata dan Pemerintah China melarang dan meminta pembatalan perjalanan masyarakat China ke luar negeri. Ini menyusul merebaknya virus korona. Virus awalnya muncul di Wuhan, Provinsi Hubei, China, tetapi kemudian menyebar ke daerah lain di China. Hingga Rabu (29/1/2020) tercatat 132 orang meninggal dan 5.974 kasus terinfeksi korona.
Ditemui seusai menghadiri rapat kerja dengan Komisi X DPR, kemarin, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan, jumlah kunjungan wisatawan dari Kota Wuhan sekitar 50.000 kunjungan pada 2019.
Adapun total jumlah wisatawan China ke Indonesia sepanjang 2019 hingga November, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sebanyak 1,92 juta kunjungan. Jumlah itu menempatkan wisatawan China di urutan ketiga terbesar yang berwisata di Indonesia setelah Malaysia dan Singapura.
Kekhawatiran akan turunnya jumlah kunjungan wisatawan China membuat pemerintah merasa perlu membidik wisatawan dari negara lain. Wishnutama menyebut, masyarakat di Amerika dan Eropa memiliki minat yang tinggi untuk datang ke Nusantara.
”Dari Amerika Serikat, contohnya dari LA (Los Angeles), San Fransisco, dan New York. Kalau Eropa dari Jerman dan Perancis. Itu baru potensi, tapi belum ada penerbangan langsung,” ujar mantan pendiri televisi swasta tersebut.
Meski demikian, Ketua Umum Gabungan Industri Perhotelan Indonesia (GIPI) Didin Junaedi pesimistis. Menurut dia, tidak mudah untuk menarik wisatawan dari kedua wilayah tersebut dalam waktu dekat. Pasalnya, mereka tidak berwisata di sembarang waktu. Mereka biasanya merencanakan perjalanan jauh-jauh hari. Misalnya, untuk liburan musim panas, mereka cenderung sudah memesan tiket perjalanan atau akomodasi sejak akhir tahun.
”Namun, kita bisa mengharapkan limpahan wisatawan dari Amerika atau Eropa yang beralih dari China karena pesawat mereka batal terbang ke sana,” ujarnya.
Menurut laman Eurostat, China menjadi destinasi terfavorit masyarakat Uni Eropa di Asia. Pada 2016, jumlah kunjungan orang Eropa ke China meningkat hingga 16 persen dalam lima tahun atau sejak 2012 menjadi sekitar 2 juta kunjungan. Jumlah itu sekitar 13 persen dari total 15 juta kunjungan warga Eropa ke Asia.
Sementara jumlah kunjungan wisatawan dari Eropa ke Indonesia sepanjang 2019 hingga November 2019, menurut BPS, baru mencapai sekitar 1,5 juta kunjungan. Angka itu lebih tinggi dari jumlah kunjungan wisatawan asal Benua Amerika yang mencapai 591.312 kunjungan, termasuk dari Amerika Serikat yang menyumbang sekitar 417.000 kunjungan.
Pada 2020, pemerintah menargetkan 17,3 kunjungan wisatawan mancanegara dengan pendapatan devisa sampai 44 miliar dollar AS. Jumlah itu meningkat dari total 16,3 juta kunjungan wisatawan mancanegara dengan sumbangan devisa sekitar 20 miliar dollar AS di 2019.
Pastikan keamanan
Sementara itu, di tengah wabah virus korona, pemerintah berkomitmen untuk memastikan keamanan wisatawan asing dan warga Indonesia dari penularan virus korona di berbagai pintu masuk.
Hal itu dilakukan Kemenparekraf dengan berkoordinasi dengan Kementerian lainnya, seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
”Kami telah bekerja sama dengan Kemenkes, Kemenhub, dan KKP. Mereka harus melakukan review pada wisatawan yang datang dari berbagai pintu masuk, baik bandara maupun pelabuhan. Khusus wisatawan China akan lebih diperhatikan,” kata Wishnutama.