Indonesia Butuh Lebih Banyak Populasi Kelas Menengah
Indonesia membutuhkan lebih banyak populasi kelas menengah untuk mendorong pembangunan dan mempercepat transformasi menjadi negara berpendapatan tinggi.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
Kompas/Priyombodo
Ilustrasi pusat perbelanjaan sebagai salah satu tempat konsumsi kelas menengah.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia membutuhkan lebih banyak populasi kelas menengah untuk mendorong pembangunan dan mempercepat transformasi menjadi negara berpendapatan tinggi. Populasi kelas menengah ini bisa ditingkatkan dengan membuat pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih inklusif.
Laporan Bank Dunia, ”Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class”, yang dirilis pada Kamis (30/1/2020), menyebutkan, populasi kelas menengah di Indonesia saat ini sekitar 52 juta orang atau satu dari lima orang penduduk Indonesia. Rata-rata pengeluaran kelompok penduduk ini berkisar Rp 1,2 juta-Rp 6 juta per orang per bulan.
Kelas menengah Indonesia menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi karena konsumsi kelompok penduduk ini tumbuh sekitar 12 persen setiap tahun sejak 2002. Porsi mereka mewakili hampir setengah dari konsumsi rumah tangga Indonesia.
World Bank Acting Country Director untuk Indonesia dan Timor Leste Rolande Pryce mengatakan, peningkatan populasi kelas menengah sangat penting bagi Indonesia. Kelas menengah akan menopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan meningkatkan penerimaan pajak sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
”Permintaan dari kelas menengah akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Mereka adalah sumber dari hampir setengah total belanja rumah tangga di Indonesia. Mereka juga berinvestasi lebih untuk modal manusia,” ujar Pryce.
KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN
(Dari kiri ke kanan) Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Ekonom Bank Dunia Indonesia Vivi Alatas dalam diskusi panel peluncuran laporan Bank Dunia bertajuk ”Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class” di Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Dalam 15 tahun terakhir, Indonesia memang berhasil mengurangi penduduk miskin hingga kurang dari 10 persen dari total penduduk. Namun, kebijakan yang dibutuhkan saat ini adalah mendorong penduduk calon kelas menengah (aspiring middle class) menjadi kelas menengah.
Kelompok calon kelas menengah adalah penduduk miskin dan rentan miskin yang telah keluar dari kemiskinan dan ingin masuk kelas menengah. Rata-rata pengeluaran mereka Rp 532.000-Rp 1,2 juta per orang per bulan. Calon penduduk kelas menengah ini berjumlah 115 juta orang di Indonesia.
Pryce mengatakan, Pemerintah Indonesia harus menciptakan lebih banyak lapangan kerja layak untuk membantu penduduk calon kelas menengah naik kelas. Upah yang diberikan harus lebih tinggi, atau setidaknya mencapai aturan upah minimum. Pekerjaan layak itu mesti diperkuat layanan pendidikan dan kesehatan berkualitas.
”Untuk meningkatkan jumlah penduduk kelas menengah dibutuhkan reformasi perbaikan iklim berusaha untuk menciptakan lapangan kerja yang layak dengan berbagai program perlindungannya,” kata Pryce.
Selain mendorong konsumsi, pertumbuhan kelas menengah juga akan meningkatkan penerimaan pajak. Semakin banyak penduduk yang naik kelas secara ekonomi, maka setoran pajak mereka meningkat. Basis pajak akan meluas dengan sendirinya sehingga rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) diharapkan bisa lebih dari 10 persen.
KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN
Perkiraan Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah (middle income trap). Sumber : Bappenas
Kontrak sosial
Ekonom Bank Dunia Indonesia Vivi Alatas mengatakan, peningkatan kelas menengah Indonesia dihadapkan pada tantangan pertumbuhan yang lebih inklusif. Karena itu, perlu ada reformasi kontrak sosial antara pemerintah dan calon penduduk kelas menengah untuk bersama-sama meningkatkan populasi kelas menengah.
”Kontrak sosial antara pemerintah dan kelas menengah bersama hadir untuk Indonesia. Kontrak sosial ini fokus ke kualitas layanan publik, mobilisasi ekonomi, dan perlindungan sosial,” kata Vivi.
Kontrak sosial pemerintah mencakup pemberian layanan publik yang berkualitas, perlindungan sosial yang menyeluruh, dan penciptaan lapangan kerja yang layak. Kualitas pendidikan dan kesehatan di Indonesia harus diperbaiki dengan kebijakan yang lebih tepat sasaran. Bukan sekadar alokasi anggaran yang besar.
Di sisi lain, kelompok penduduk kelas menengah harus berkomitmen untuk membayar pajak, menyumbang pikiran, dan menunjukkan kepedulian. Perbaikan kebijakan dan administrasi perpajakan diyakini mampu mendorong kepatuhan wajib pajak. Dari sekitar 39 juta wajib pajak terdaftar, baru 11 juta wajib pajak yang bayar pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, berbagai rekomendasi Bank Dunia untuk meningkatkan populasi penduduk kelas menengah sudah dieksekusi. Hal itu tecermin dari pertumbuhan kelas menengah yang lebih cepat dibandingkan kelompok lain. Dalam 15 tahun, kelas menengah tumbuh dari 7 persen menjadi 20 persen dari total populasi.
”Kendati berbagai program sudah dieksekusi, progresnya memang perlu dievaluasi,” kata Sri Mulyani.
Pemerintah mengalokasikan dana pendidikan dan kesehatan yang sifatnya mandatori masing-masing sebesar 20 persen dan 5 persen sejak 10 tahun lalu. Skema penyaluran anggaran beberapa kali diubah untuk memperkecil potensi penyelewenangan. Namun, perilaku korupsi masih kerap kali terjadi.
Menurut Sri Mulyani, tantangan Indonesia untuk meningkatkan kelas menengah bukan sekadar kebijakan dan implementasi program. Banyak hal di luar itu yang acap kali menghambat, misalnya penyelewengan anggaran dan lobi-lobi politik. Pemerintah harus mengakomodasi semua kepentingan demi stabilitas dalam negeri.
Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid menambahkan, kelas menengah adalah pilar pembangunan. Pengeluaran mereka bukan hanya untuk konsumsi, tetapi kegiatan keagamaan. Dana umat dari kelas menengah dapat membantu pemerintah mempercepat pembangunan apabila dikelola dengan baik.