Tingkat Diversifikasi Komoditas Pertanian Semakin Rendah
Bobot sejumlah komoditas pembentuk nilai tukar petani (NTP) dengan diagram timbang tahun dasar 2018 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun dasar 2012.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bobot sejumlah komoditas pembentuk nilai tukar petani dengan diagram timbang tahun dasar 2018 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun dasar 2012. Peningkatan itu menunjukkan melemahnya diversifikasi dalam sektor pertanian.
Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan Survei Penyempurnaan Diagram Timbang Nilai Tukar Petani (NTP) 2017 dan Survei Pertanian Antar-Sensus (Sutas) 2018 dalam memutakhirkan diagram timbang NTP dengan tahun dasar 2018. Hasil Kerangka Sampel Area pada 2018 yang menggambarkan produksi beras nasional juga menjadi bahan penyusunan.
Ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri, menyoroti peningkatan bobot sejumlah komoditas dalam pola produksi rumah tangga pertanian yang membentuk NTP dengan diagram timbang tahun dasar 2018.
”Perubahan (bobot) sejumlah komoditas pertanian semakin terkonsentrasi sehingga karena komoditas lainnya tidak mengalami pertumbuhan. Hal ini merupakan kemunduran karena hanya bergantung pada satu atau dua komoditas,” ujar Faisal Basri sebagai pembahas dalam acara sosialisasi berjudul ”Pemutakhiran Diagram Timbang Indeks Harga Tahun Dasar 2018” yang diselenggarakan BPS di Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Tren pertumbuhan yang terkonsentrasi itu tampak dari bobot gabah dan jagung yang semakin meningkat dalam subsektor tanaman pangan, sedangkan enam komoditas lain mengalami penurunan. Bobot gabah naik dari 70,11 persen (tahun dasar 2012) menjadi 75,44 persen (tahun dasar 2018), sedangkan bobot jagung naik dari 13,71 persen menjadi 13,95 persen.
Di subsektor tanaman perkebunan rakyat, bobot kelapa sawit, karet, dan tebu naik di tengah penurunan bobot komoditas lain, seperti kopi, teh, dan kakao. Bobot kelapa sawit melonjak dari 7,87 persen menjadi 26,54 persen, karet meningkat dari 15,12 persen menjadi 26,37 persen, dan tebu naik dari 2,5 persen menjadi 7,62 persen.
Faisal menilai, dominansi bobot dari sejumlah komoditas dari tiap-tiap subsektor membuat NTP kian rentan pada gejolak harga jual komoditas-komoditas tersebut. ”Seharusnya, tren ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk mengembangkan diversifikasi komoditas,” ujarnya.
Jika diperinci, NTP gabungan dengan diagram timbang tahun dasar 2018 meliputi subsektor tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Bobot tiap subsektor secara berturut-turut sebesar 47,37 persen, 10 persen, 25,39 persen, 13,71 persen, dan 3,53 persen.
Direktur Statistik Harga BPS Nurul Hasanudin menuturkan, survei pemutakhiran diagram timbang untuk NTP melibatkan sampel sebanyak 198.574 rumah tangga (tahun dasar 2018), meningkat dari sampel sebanyak 46.300 rumah tangga (tahun dasar 2012). Cakupan wilayahnya juga naik dari 295 kabupaten di 33 provinsi (tahun dasar 2012) menjadi 386 kabupaten di 34 provinsi (tahun dasar 2018).
NTP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayarkan petani. ”NTP menggambarkan daya tukar petani dan pergerakan harga-harga komoditas yang diproduksi petani,” kata Hasanudin.
Tak sendiri
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin berpendapat, NTP tidak bisa berdiri sendiri sebagai indikator kesejahteraan petani. ”Untuk melihat dimensi kesejahteraan petani, NTP perlu dilihat bersama indeks kemiskinan dan ketimpangan di desa serta inflasi di perdesaan,” ujarnya.
Meskipun demikian, Bustanul berpendapat, NTP dapat menjadi tolok ukur efisiensi produksi pertanian nasional. Berdasarkan data yang dihimpunnya, dia memaparkan, ongkos pekerja berkontribusi 48,79 persen terhadap produksi pertanian, sedangkan sewa lahan memiliki andil 25,61 persen.
Oleh sebab itu, Bustanul menilai, struktur pembentuk harga produksi pertanian membutuhkan pembenahan. Sebagai gambaran, harga beras Indonesia lebih mahal 2-3 kali lipat dibandingkan dengan Vietnam per 1 kilogram.