SBN Ritel Tetap Menarik kendati Imbal Hasil Terus Turun
Kementerian Keuangan menerbitkan surat berharga negara ritel seri Saving Bonds Ritel 009/SBR009. Instrumen investasi surat utang ritel ini diyakini tetap menarik kendati tingkat kupon terus menurun
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mengawali tahun 2020, Kementerian Keuangan menerbitkan surat berharga negara ritel pertama untuk seri Saving Bonds Ritel 009/SBR009. Instrumen investasi surat utang ritel ini diyakini tetap menarik kendati tingkat kupon terus menurun.
Masyarakat yang tertarik berinvestasi SBR009 dapat melakukan pemesanan mulai Senin (27/1/2020) pukul 09.00 WIB. Pemesanan bisa dilakukan secara daring melalui aplikasi sejumlah mitra distribusi. Masa penawaran SBR009 berakhir pada 13 Februari 2020 pukul 10.00 WIB.
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, tidak ada perubahan ketentuan dalam pemesanan surat berharga negara (SBN) ritel tahun 2020. Investor dapat membeli SBN ritel seri SBR009 dengan minimum pemesanan Rp 1 juta dan maksimum Rp 3 miliar.
”Target indikatif penerbitan SBR009 sebesar Rp 2 triliun karena peminat SBN ritel diyakini masih tinggi,” kata Luky, Senin, di Jakarta.
Pemesanan SBR009 dilakukan secara daring melalui 24 mitra distribusi pemerintah. Mitra distribusi itu terdiri dari bank umum, perusahaan efek, dan perusahaan etek khusus (APERD Financial Technology). Ada empat tahap pemesanan SBR009, yaitu registrasi, pemesanan, pembayaran, dan konfirmasi.
Salah satu daya tarik SBR009 adalah tingkat kupon sebesar 6,3 persen per tahun. Besaran kupon ini berlaku sebagai kupon minimal (floor rate) dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7-Day Reverse Repo Rate). Pembayaran kupon akan dilakukan setiap bulan pada tanggal 10. Sementara itu, jatuh tempo SBR009 pada 10 Februari 2022.
”Walaupun suku bunga acuan BI dapat berubah-ubah setiap tiga bulan, investor tetap mendapat tingkat kupon SBR009 minimal 6,3 persen per tahun,” ujar Luky.
Instrumen investasi SBN ritel juga tergolong aman karena dijamin langsung oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Penerbitan SBN ritel sebagai salah satu strategi pembiayaan defisit APBN 2020, yang sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Ifan Mohamad Ihsan berpendapat, penerbitan SBN ritel sepanjang 2020 dihadapkan pada tantangan penurunan tingkat kupon sejalan dengan penurunan suku bunga global. Di Indonesia, tingkat kupon ini menjadi faktor utama masyarakat untuk berinvestasi.
Tingkat kupon SBN ritel menunjukkan tren penurunan sejak pertengahan tahun 2019. Tingkat kupon SBN ritel tertinggi pada level 8,15 persen untuk seri SBR005 yang terbit Januari 2019 lalu.
Menurut Ifan, tingkat kupon yang ditawarkan SBN ritel saat ini masih relatif lebih kompetitif dibandingkan instrumen investasi serupa, seperti deposito bank. Penawaran SBN ritel perdana tahun 2020 dibuka dengan tingkat kupon 6,3 persen untuk seri SBR009, sementara tingkat kupon atau imbal hasil deposito rata-rata berkisar 5-5,5 persen.
”Imbal hasil yang masih lebih tinggi menjadi nilai tambah bagi instrumen SBN ritel,” kata Ifan.
Pemerintah mesti memanfaatkan daya tarik imbal hasil untuk menangkap potensi SBN ritel jatuh tempo. Pada 2020, ada Rp 37 triliun SBN ritel yang akan jatuh tempo dari seri ORI014, SR009, SBR003, SBR004, dan ST002. Dana idle dari investor SBN ritel sebelumnya bisa kembali diinvestasikan pada SBN ritel tahun ini.
Pembiayaan APBN
Luky menambahkan, pada 2020, pemerintah menggunakan dana hasil penerbitan SBN ritel untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pembiayaan yang bersumber dari penerbitan SBN ritel untuk mendanai sejumlah program dan proyek infrastruktur di bidang pendidikan dan kesehatan.
”Tidak ada spesifik untuk program atau proyek tertentu, yang jelas untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia,” kata Luky.
Dalam APBN 2020, kebijakan peningkatan kualitas sumber daya manusia terbagi dalam tiga aspek, yakni di bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan produktivitas serta daya saing. Bidang pendidikan terdiri dari perluasan akses pendidikan, peningkatan keahlian, wirausaha, penguasaan teknologi informasi, serta dukungan kegiatan penelitian.
Adapun bidang kesehatan terdiri dari percepatan pengurangan kasus tengkes (stunting), penguatan promotif preventif, serta melanjutkan program jaminan kesehatan nasional. Adapun alokasi anggaran kesehatan Rp 132,2 triliun, sementara anggaran pendidikan sebesar Rp 508,1 triliun,
Pada 2020, Kemenkeu akan menerbitkan SBN ritel sebanyak enam kali, terdiri dari saving bond retail (SBR), sukuk tabungan (ST), sukuk ritel (Sukri), dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Target volume dari enam kali penerbitan SBN ritel itu berkisar Rp 40 triliun-Rp 80 triliun. Sebelumnya, tahun 2019, penerbitan SBN ritel dilakukan sebanyak 10 kali.
”Target volume penerbitan SBN ritel tahun 2020 mempertimbangkan realisasi SBN ritel tahun 2019 yang sebesar Rp 49,9 triliun,” ujar Luky.
Luky menambahkan, pemerintah lebih mengutamakan penerbitan surat utang negara berdenominasi rupiah ketimbang valuta asing tahun 2020. Hal itu untuk memperkecil risiko volatilitas kurs mata uang di tengah risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan ketidakpastian kondisi global.
Defisit APBN 2020 ditargetkan sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Adapun total kebutuhan pembiayaan pada 2020 sebesar Rp 741,84 triliun yang akan dipenuhi dari utang luar negeri Rp 163,55 triliun (22,05 persen) dan utang domestik Rp 578,29 triliun (77,95 persen).