Perlindungan data nasabah atau pengguna telepon seluler diutamakan. Untuk keperluan itu, pengawasan praktik registrasi nomor telepon seluler terus ditingkatkan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengawasan praktik registrasi nomor layanan seluler perlu ditingkatkan. Substansi standar operational prosedur pendaftaran juga harus ditambah.
Lektor Kepala Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Ian Joseph Matheus Edward, saat dihubungi Jumat (24/1/2020), di Jakarta, mencontohkan, saat registrasi penggantian nomor layanan seluler yang hilang, standar operational prosedur (SOP) operator semestinya mewajibkan konsumen datang langsung ke gerai layanan operator. Keabsahan identitas harus dibuktikan dengan menyetor kartu identitas penduduk (KTP) yang asli.
"Suatu keamanan siber mensyaratkan tahap-tahap yang ribet. Konsumen harus mau repot. Kalau pakai surat kuasa untuk mengurus penggantian nomor seluler, bagaimana operator bisa membuktikkan keabsahan identitas pengguna?"tanya dia.
Sebelumnya, wartawan senior Ilham Bintang melaporkan pembobolan rekening banknya melalui metode SIM swap fraud kepada Polda Metro Jaya. Dia mengaku menderita kerugian ratusan juta rupiah.
Menyikapi hal tersebut dan mencegah kasus terulang, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memanggil seluruh operator telekomunikasi seluler pada Selasa (28/1/2020). Pemanggilan itu bertujuan untuk mengevaluasi parameter dan implementasi standar operasional prosedur registrasi nomor layanan seluler.
Ian menekankan, nomor layanan seluler sudah menjadi data pribadi yang penting. Sebab, nomor layanan seluler dipakai untuk bertransaksi layanan di luar telekomunikasi, seperti perbankan dan jasa keuangan lainnya. Oleh karena itu, substansi standar operasional prosedur registrasi perdana ataupun penggantian nomor harus lebih ketat demi keamanan. Misalnya, penambahan nomor IMEI atau identitas khusus yang berbeda-beda untuk setiap nomor.
Saat pihak bank memroses ulang data nasabah yang ganti nomor baru atau pelaporan kehilangan ponsel pintar sehingga nomor lama harus diblokir, bank bisa meminta tambahan nomor IMEI untuk keabsahan. Nasabah juga harus datang langsung ke gerai.
Jika pemerintah bisa mendorong pemakaian biometrik saat registrasi perdana ataupun penggantian nomor hilang, hal itu dinilai bisa memperkuat keamanan.
Wakil Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, ada wacana untuk mengevaluasi one time password (OTP) yang dikirim melalui pesan pendek ke nomor seluler konsumen ketika mereka bertransaksi jasa keuangan secara elektronik. Wacana ini berkaitan dengan urgensi meningkatkan keamanan untuk mencegah praktik SIM card swap fraud.
"Kami sudah mengeluarkan peraturan tentang tanda tangan digital. Nah, kami berharap tanda tangan digital bisa diadopsi untuk meningkatkan keamanan," kata dia.
Semuel sepakat bahwa nomor layanan seluler sudah masuk cakupan data pribadi. Oleh karenanya, jika ada penyalahgunaan nomor layanan seluler, pelaku kejahatan bisa terkena sanksi pidana atau administratif. Rencananya, sanksi akan diatur di Rancangan Undang- Undang Perlindungan Data Pribadi.
tanda tangan digital bisa diadopsi untuk meningkatkan keamanan
Sektor lain
Sementara itu, Komisioner BRTI I Ketut Prihadi menegaskan, kasus SIM card swap fraud tidak bisa semata-mata dilihat dari sisi industri telekomunikasi. Banyak pelaku sektor industri lain yang sekarang mensyaratkan nomor layanan seluler untuk pendaftaran akun transaksi. Bahkan, nomor layanan seluler pelanggan kini sering dipakai untuk menyebarluaskan informasi promosi barang/jasa.
"Kami berkoordinasi dengan regulator di sektor industri bersangkutan. Misalnya, kami akan berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk praktik kejahatan seperti yang dialami Ilham Bintang," ujar Ketut.
Terkait praktik penyebarluaskan pesan pendek berisi informasi promosi barang/jasa, Ketut mengaku, Kemkominfo sudah sering menertibkan. Penertiban bahkan menyasar ke pedagang yang menjual perangkat pemancar khusus dan ilegal. (MED)