Upaya memenangi persaingan dan merebut hati pelanggan dilakukan melalui strategi. Salah satu cara yang ditempuh industri menggunakan komputasi awan.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
Strategi bisnis tak lepas dari perilaku konsumen. Sebab, konsumen—beserta perilakunya dalam mengonsumsi—berperan besar dalam menentukan nasib suatu produk di pasaran. Seiring kesadaran akan peran perilaku konsumen yang penting, tak hanya industri digital yang memanfaatkan data ini. Industri tradisional juga sudah memulainya.
Pelaku usaha dari sektor industri tradisional mulai gencar memanfaatkan komputasi awan untuk memudahkan operasional bisnis hingga memahami perilaku konsumen. Vendor komputasi awan global bersaing memperebutkan pasar dengan memanfaatkan tren itu. Pada saat bersamaan, jaminan keamanan privasi masih belum jadi perhatian serius.
Co-founder dan CEO PT Social Bella Indonesia, perusahaan ritel produk kecantikan sekaligus pengelola Sociolla, John Rasjid, pekan lalu, di Jakarta, menceritakan, kurasi hingga penempatan produk kecantikan di rak gerai ritel fisik maupun dalam jaringan kini dapat dilakukan mengikuti jejak historis pengunjung. Pengelolaan semacam itu hanya bisa dilakukan menggunakan teknologi mesin pemelajaran yang dikembangkan di atas komputasi awan.
Data dari jejak historis itu, antara lain, tertuang dalam bentuk ragam produk yang ditawarkan. Produk di gerai fisik Sociolla Lippo Mal Puri Kembangan, Jakarta Barat, yang banyak memajang aneka merek masker wajah, misalnya, berbeda dengan ragam produk di gerai Sociolla Mal Kota Kasablanka.
Pengunjung Sociolla juga bisa menjadi pelanggan dengan mendaftarkan diri di aplikasi Soco. Melalui aplikasi ini, pengguna bisa mendapat poin hasil belanja sekaligus rekomendasi produk sesuai kebutuhan pribadi mereka.
Dia menerangkan, enam bulan setelah Social Bella berdiri pada 2015, perusahaan mulai memakai layanan komputasi awan publik yang ditawarkan Amazon Web Services. Fitur yang dipakai adalah auto scalling dan redshift.
Keputusan menggunakan layanan komputasi awan itu sejalan dengan rencana jangka panjang perusahaan untuk mengembangkan pemasaran daring ke luring atau sebaliknya.
”Kami bekerja sama dengan lebih dari 200 merek produk yang mencakup lebih dari 5.000 stock keeping unit (SKU). Di setiap SKU, kami pasang kode yang memungkinkan manajemen stok berjalan akurat dan cepat. Jadi, ketika ada pembeli mau membeli salah satu barang, lalu di gerai fisik habis, kami bisa segera menyarankan dia belanja secara daring,” ujar John.
Country Leader Amazon Web Services Indonesia Gunawan Susanto menyampaikan, saat ini sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah tercatat sebagai pengguna layanan komputasi awan.
Permasalahan utama yang dihadapi segmen ini adalah cara mengoperasikan komputasi awan. Oleh karena itu, pada saat akan berlangganan, tim Amazon Web Services menawarkan pendampingan sekaligus edukasi.
”Komputasi awan bukan sebatas penyimpanan data. Ada berbagai pengembangan teknologi digital yang bisa dilakukan melalui layanan komputasi awan, seperti kecerdasan buatan dan mesin pemelajaran,” ujar dia.
Pada April 2019, Amazon Web Services mengumumkan akan membangun tiga infrastruktur fisik yang menjadi tempat penyimpanan data layanan komputasi awan atau availability zone mereka di Jakarta. Tiga infrastruktur fisik itu diharapkan bisa beroperasi paling lambat pada 2022.
Komputasi awan bukan sebatas penyimpanan data
Kerja sama
Pekan lalu, Alibaba Cloud, bagian dari Alibaba Group, mengumumkan proyek kerja sama dengan Adira Finance, JNE Express, dan MNC Group. Pengumuman proyek kerja sama itu menandai layanan komputasi awan juga digunakan perusahaan sektor industri tradisional untuk menciptakan peluang pertumbuhan baru.
Dalam siaran pers, JNE menjelaskan, layanan komputasi awan dari Alibaba Cloud digunakan untuk mengelola sistem manajemen data penanganan jutaan paket setiap hari. Layanan komputasi awan juga bisa digunakan untuk memudahkan keamanan dalam penyebaran aplikasi.
Vice President of Information Communication Technology JNE Express Arief Rahardjo menceritakan, dengan pemakaian komputasi awan, perusahaan bisa menjaga sistem manajemen data pengiriman tetap aman dan berkelanjutan. Perusahaan juga bisa memastikan pesanan selalu dikirim tepat waktu.
Pasar
Mengutip Bloomberg, perusahaan global di bidang analis pasar Gartner Inc menyebutkan, Alibaba Cloud memimpin pangsa pasar komputasi awan di Asia Pasifik sekitar 19,6 persen, diikuti Amazon Web Services 11,0 persen, dan Microsoft 8,0 persen. Hal ini sesuai dengan riset Gartner Inc pada 2018.
Pencapaian Alibaba Cloud itu berkat upaya perusahaan membangun jaringan kuat di Asia Pasifik dengan membangun 15 zona ketersediaan layanan di luar China, antara lain Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Secara global, pasar layanan komputasi awan publik diperkirakan tumbuh 17,5 persen, dari 182,4 miliar dollar AS pada 2018 menjadi 214,3 miliar dollar AS pada 2019. Pasar layanan komputasi awan publik yang pertumbuhannya paling cepat adalah infrastruktur sistem sebagai layanan (infrastructure-as-a-service/IaaS) dan platform sebagai layanan (platform-as-a-service/PaaS). Untuk IaaS, Gartner Inc memproyeksikan pasarnya akan tumbuh 27,5 persen menjadi 38,9 miliar dollar AS pada 2019. Sementara, pertumbuhan pasar PaaS diperkirakan 21,8 persen menjadi 19 miliar dollar AS pada 2019.
Vice President of Research Gartner Inc, Sid Nag, berpendapat, layanan komputasi awan mengguncang sektor industri. Menurut Gartner Inc, perusahaan yang memanfaatkan komputasi awan akan mampu membukukan kenaikan pendapatan serta menawarkan model bisnis berkelanjutan.
Ketua Asosiasi Cloud dan Hosting Indonesia (ACHI) Rendy Maulana, di Jakarta, berpendapat, situasi pasar layanan komputasi awan di Indonesia berbeda dengan di negara maju, seperti wilayah Eropa. Pertarungan industri komputasi awan dan hosting di kawasan itu pada 2015 sudah mengarah pada jaminan keamanan data privasi. Sementara di Indonesia, industri masih berkutat pada perang harga layanan dan kecepatan.
Situasi pasar layanan komputasi awan di Indonesia berbeda dengan di negara maju.
Oleh karena itu, keberadaan asosiasi lebih banyak berkutat pada edukasi. Masih banyak pengguna belum memahami komputasi awan dan hosting secara menyeluruh. Ada pula pengguna masih terbelenggu jargon komputasi awan yang dilontarkan oleh vendor asing yang sebenarnya kurang tepat. Misalnya, layanan komputasi awan tidak memakai server, padahal semua data tetap ditaruh di atas server.
Menurut Rendy, tujuan awal komputasi awan bukan untuk efisiensi biaya, melainkan memudahkan pengguna mengelola layanan. Penghematan adalah dampak ikutannya.
Perusahaan bisa mencermati lebih dulu layanan ini sebelum menentukan pilihan.