Indonesia Belum Keluar dari Zona Kuning Saran Perjalanan
Status zona kuning membuat wisatawan asing ragu berlibur di Indonesia. Di antara negara yang memberlakukan zona kuning saran perjalanan ke Indonesia adalah Amerika Serikat dan Australia.
Oleh
Erika Kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masalah keamanan menjadi isu utama dalam meningkatkan citra pariwisata Indonesia di tingkat regional dan dunia. Terlebih, beberapa negara maju masih mencatatkan Indonesia dalam zona kuning di saran perjalanan atau travel advisory.
Status tersebut pun menjadi perhatian pemerintah pusat. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio, saat ditemui di kantor Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta, Rabu (22/1/2020), menyiratkan pentingnya Indonesia memperhatikan psikologis dari wisatawan asing.
”Pada saat mereka melihat indahnya alam kita, cantiknya budaya kita, namun status saran perjalanannya kuning. Kata kuning ini juga agak-agak menyeramkan. Mereka akan ekstrahati-hati. Akhirnya, orang ini akan memilih destinasi wisata yang mirip-mirip kita, seperti Vietnam atau Thailand yang statusnya hijau,” tuturnya.
Melihat laman resmi dari Pemerintah Amerika Serikat dan Australia, sampai saat ini Indonesia masih diposisikan dalam status kuning. Status ini memperingatkan wisatawan untuk menaruh tingkat kehati-hatian yang tinggi di seluruh wilayah Indonesia karena potensi serangan teroris, kekerasan, dan bencana alam.
Status tersebut berbeda dengan negara tetangga, seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Status keamanan mereka cenderung normal atau masuk zona hijau.
”Oleh karena itu, kami kerja sama dengan pemerintah asing, Kementerian Luar Negeri, melalui kedutaan besar untuk dapat memperbaiki status itu,” kata Wishnutama.
Standardisasi layanan
Untuk memperbaiki status tersebut, Indonesia juga dinilai perlu memperbaiki standardisasi produk layanan wisata. Dosen Politeknik Pariwisata Lombok, Sirajuddin, kepada Kompas, Kamis (23/1/2020), mengatakan, kualitas dan kuantitas pelayanan wisata banyak yang belum memenuhi standar, seperti dalam hal transportasi, makanan, dan kesehatan. Kualitas keamanan dirasakan pada saat wisatawan melakukan tur individu.
”Untuk memperbaiki hal itu, daerah perlu mengantisipasi adanya tindakan kejahatan di destinasi wisata dengan cara menyediakan safety crisis center dan membuka destinasi wisata dengan sumber daya manusia yang mampu mengelola dan menjamin kenyamanan wisatawan. Kondisi geografis di daerah rawan pencurian, perampokan, sampai potensi permainan harga wisata juga harus di bawah koordinasi kepolisian, dinas pariwisata, dan Kementerian Pariwisata,” tuturnya.
Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) Daya Saing Pariwisata 2019 melaporkan, tingkat keamanan dan kebersihan Indonesia masih berada di peringkat terendah dari sejumlah indikator penilaian mereka. Meski dari survei 2017 peringkat indikator tersebut mengalami kenaikan, nilai keduanya masih cenderung sama dan di bawah rata-rata nilai Asia Pasifik.
Manajemen kebencanaan
Terkait potensi bencana alam yang menyebabkan status saran perjalanan kurang aman, Menparekraf mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memperkuat mitigasi bencana. Tidak hanya itu, pemerintah juga akan menjalankan regulasi manajemen krisis kepariwisataan.
”Saat rapat terbatas kemarin, kami juga bekerja sama dengan Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) agar kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dapat segera diinformasikan dan ditanggulangi,” kata Wishnutama.
Ketua Manajemen Krisis Kepariwisataan Kemenparekraf Guntur Sakti, saat dihubungi Kompas beberapa waktu lalu, mengatakan, Kemenparekraf berkomitmen untuk melanjutkan implementasi Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun 2019 tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan.
Regulasi itu mendorong seluruh pemerintah daerah dan provinsi di Indonesia agar menjalankan manajemen krisis kepariwisataan. Ini diperlukan karena pariwisata Indonesia, yang diproyeksikan menjadi penyumbang devisa terbesar nasional, hidup dalam ekosistem kebencanaan karena Indonesia terletak dalam cincin api dunia.
”Maka, hadirnya manajemen krisis kepariwisataan diharapkan membantu proses mitigasi maupun penanganan bencana yang terdampak pada sektor pariwisata,” kata Guntur.
Sejak September 2019, Kemenparekraf telah melakukan proyek percontohan di tiga daerah, yaitu Lombok, Jawa Barat, dan Riau, setelah sosialisasi aturan. Kemenparekraf juga tengah merancang format kerja sama dan panduan manajemen krisis kepariwisataan dengan berbagai pihak, seperti kementerian, pemerintah daerah, instansi, dan pelaku industri terkait.
Mitra kerja mereka adalah dinas pariwisata di daerah, manajemen hotel, pengelola obyek wisata, dan lain-lain yang perlu diajari proses mitigasi bencana.
”Kami akan mendorong mereka memasang sistem peringatan dini, menyediakan jalur evakuasi dari bencana di tempat wisata. Kami pun akan bekerja sama dengan media agar menghadirkan pemberitaan yang ramah wisata. Bagaimanapun, kita harus siap dan ramah pada bencana karena pariwisata mudah goyang karenanya,” ujarnya.