100.000 Lebih UMKM di NTT Kesulitan Manfaatkan Internet
Lebih dari 100.000 usaha mikro, kecil, dan menengah di Nusa Tenggara Timur masih kesulitan memanfaatkan internet untuk menjual produk mereka secara daring.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Lebih dari 100.000 usaha mikro, kecil, dan menengah di Nusa Tenggara Timur kesulitan memanfaatkan internet untuk menjual produk secara daring. Selain kemampuan para pemilik usaha dalam memanfaatkan teknologi masih terbatas, produk mereka juga terbatas.
Kepala Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Dinas Koperasi dan UMKM Nusa Tenggara Timur (NTT) Yohanis Mau, di Kupang, Rabu (22/1/2020), mengatakan, hampir semua UMKM di NTT memiliki ponsel yang bisa mengakses internet. Namun, ketersediaan paket data dan kemampuan mengoperasikan telepon pintar terbatas.
”Kami sedang melatih mereka secara kelompok, memanfaatkan ponsel yang ada untuk bertransaksi secara online. Bagaimanapun, para pemilik UMKM harus memulai mencoba. Saatnya mereka harus paham. Dari total UMKM 104.150 unit usaha itu, hanya sekitar 100 UMKM melakukan penjualan online,” kata Mau.
Dengan demikian, ada sekitar 104.050 UMKM yang belum melakukan transaksi secara daring. Agar suatu produk bisa dikenal secara luas dan cepat laku dijual, mau tidak mau harus memanfaatkan teknologi penjualan daring.
Mau mengatakan, Pemprov NTT sedang menjajaki kerja sama dengan Telkomsel untuk membantu para pemilik UMKM memasang jaringan internet nirkabel (Wi-Fi) secara bertahap. Jenis usaha dengan prospek yang baik akan mendapat subsidi pemasangan Wi-Fi dari pemprov. ”Jika sudah masuk pemasaran secara online, kami dorong agar produk-produk UMKM diproduksi secara kontinu,” ujarnya.
Ketersediaan paket data dan kemampuan mengoperasikan telepon pintar terbatas.
UMKM di NTT memiliki omzet Rp 2 juta-Rp 50 juta per bulan. Sekitar 30.000 UMKM di antaranya belum memiliki izin usaha atau izin usahanya kedaluwarsa.
Meskipun pemerintah sudah menyediakan Online Single Submission atau izin usaha secara terintegrasi, pemilik UMKM banyak belum paham cara melakukan pendaftaran secara daring dan mendapatkan nomor izin usaha atau barcode usaha. ”Kami sedang menyosialisasikan hal ini,” kata Mau.
Untuk mendorong pemanfaatan teknologi, Pemprov NTT memberikan bantuan modal usaha UMKM rintisan di 19 kabupaten/kota. Pada 2019, sebanyak 447 UMKM mendapat bantuan. Tahun 2020, ada 553 UMKM yang akan mendapat bantuan sehingga total UMKM yang mendapat bantuan berjumlah 1.000 UMKM.
Mental berbisnis untuk menjadi pebisnis terkenal belum dimiliki.
Setiap UMKM mendapat bantuan dana Rp 7,5 juta sehingga total bantuan yang diberikan mencapai Rp 7,5 miliar. Dana berasal dari APBD. UMKM yang bisa mendapatkan bantuan modal usaha adalah UMKM yang sudah mempunyai izin usaha dengan usia pengusaha di bawah 45 tahun.
Pengusaha itu pun langsung dilatih untuk melakukan penjualan hasil produk mereka secara daring. Usia di bawah 45 tahun dipilih karena mereka paham menggunakan fitur-fitur dalam telepon pintar.
Mulai tahun 2020, selain melakukan pemasaran secara pribadi, produk juga dipasarkan melalui situs Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT. Dekranasda telah melakukan kerja sama dengan pengusaha perhotelan, pusat perbelanjaan, dan membangun jaringan dengan pihak lain di luar NTT.
Pemilik sentral UMKM Kota Kupang, Ricardus Roy, mengatakan, UMKM yang ada di NTT hanya sekadar bertahan untuk menghidupi keluarga, bukan untuk bisnis jangka panjang dan berkembang luas. Mental berbisnis untuk menjadi pebisnis terkenal belum dimiliki.
Menurut Roy, produk yang perlu didorong pengembangannya adalah produk-produk unggulan NTT, seperti madu, virgin coconut oil, tenun ikat, sei sapi, biji kacang mete, jagung titi, dan susu kelor.
”Pemprov perlu memfasilitasi pembentukan satu wadah yang beranggotakan semua UMKM di NTT untuk saling berbagi informasi dan bekerja sama. Apabila perlu, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah masing-masing punya wadah sendiri,” kata Roy.