Sinergi Satu Data untuk Kebijakan Ekspor Produk Pertanian Dimatangkan
Pemerintah tengah menyiapkan data tunggal di sektor pertanian. Analisis data tunggal tersebut juga mesti mengadopsi prediksi dampak bencana, seperti banjir, longsor, dan kekeringan, terhadap produksi pertanian nasional.
Oleh
m paschalia judith j
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tengah menguatkan sinergi antarkementerian melalui sistem satu data yang menjadi landasan kebijakan bersama. Hal ini terwujud dalam komitmen pembuatan satu data untuk meningkatkan ekspor produk pertanian.
Hal itu terungkap dalam pertemuan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (9/1/2020).
”Perbedaan data (antarkementerian atau antarlembaga) dapat menyesatkan arah. Data tunggal (single data) mesti menjadi pegangan bersama agar perencanaan tidak bias,” kata Syahrul melalui siaran pers yang diterima Kompas, Kamis.
Sebelumnya, Agus mengunjungi Syahrul di kantor Kementerian Pertanian di Jakarta pada November 2019. Salah satu pokok pembahasan pertemuan ialah sistem data tunggal untuk mengendalikan inflasi pangan (Kompas, 11/11/2019).
Dalam pertemuan kali ini, Syahrul menilai, pemanfaatan data tunggal berperan strategis dalam ekspor produk pertanian. Kegiatan ekspor dapat memperbaiki kesejahteraan petani.
Oleh sebab itu, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan akan memanfaatkan sistem data tunggal dalam mengambil kebijakan dalam kegiatan ekspor produk pertanian.
”Kami juga membutuhkan bantuan dari Kementerian Perdagangan dari sisi panduan (ekspor),” ujar Syahrul.
Agus berpendapat, Kementerian Perdagangan juga membutuhkan data tunggal untuk menentukan kebijakan perdagangan secara strategis, khususnya yang berkaitan dengan sektor pertanian. ”Pemerintah berencana meningkatkan ekspor pangan sehingga kita perlu lebih selektif dalam menentukannya,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor pertanian sepanjang Januari-November 2019 senilai 3,24 miliar dollar AS atau lebih tinggi 3,5 persen dibandingkan dengan Januari-November 2018 yang sebesar 3,13 miliar dollar AS. Kontribusinya dalam kinerja ekspor nonmigas sebesar 2,12 persen.
Sementara itu, sepanjang Januari-November 2019, Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan sebesar 3,11 miliar dollar AS. Kinerja ekspor pada periode itu turun sebesar 7,61 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi 153,11 miliar dollar AS.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyo mengatakan, Kementerian Pertanian tengah menyisir dan meningkatkan pemanfaatan sejumlah komoditas yang memiliki potensi di kelompok tanaman perkebunan. Contohnya adalah kopi, kakao, dan vanili.
Kementerian Pertanian menargetkan ekspor perkebunan meningkat tiga kali lipat dalam lima tahun mendatang. ”Harapannya, nilai ekspor perkebunan pada 2024 bisa menjadi 74,31 miliar dollar AS,” lanjutnya.
Adopsi dampak bencana
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, mengemukakan, kebijakan satu data sangat penting agar pemerintah dapat menentukan kebijakan perdagangan secara tepat, terutama dalam ekspor dan impor. Data tunggal itu nantinya harus mencantumkan volume produksi komoditas pertanian secara nasional, real-time, dan akurat.
Kebijakan ekspor-impor pertanian dapat ditentukan dalam skala waktu satu tahun dengan data yang mampu menunjukkan tren fluktuasi volume produksi. Selain itu, analisis data tunggal tersebut juga mesti mengadopsi prediksi dampak bencana, seperti banjir, longsor, dan kekeringan, terhadap produksi pertanian nasional.
”Oleh sebab itu, penting bagi Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk menggandeng Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dalam membentuk data tunggal tersebut sebagai landasan kebijakan,” ucapnya.
Analisis data tunggal tersebut juga mesti mengadopsi prediksi dampak bencana, seperti banjir, longsor, dan kekeringan, terhadap produksi pertanian nasional.
Jenis produk pertanian lain yang berorientasi ekspor ialah tanaman hortikultura. Saat ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah mengembangkan kawasan hortikultura berorientasi ekspor sebagai salah satu program prioritas.
Akhir tahun lalu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah membudidayakan pisang cavendish secara perdana di kawasan hortikultura di Jembrana, Bali. Selain Jembrana, kawasan hortikultura lain yang akan dikembangkan berada di Kabupaten Bener Meriah, Aceh; Kabupaten Blitar, Jawa Timur; dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Kemitraan antara pemerintah dan swasta menjadi kunci pengembangan kawasan hortikultura berorientasi ekspor. ”Kemitraan ini dapat membantu petani dalam merancang pola produksi hingga pemasaran serta membuat petani mampu bersaing di pasar global,” ujarnya.