Indonesia Berharap Dapat Capai Kesepakatan dengan UE
Indonesia akan melawan UE dalam gugatan pendiskriminasian minyak kelapa sawit dan pelarangan ekspor bijih nikel. Di sisi lain, Indonesia jadi salah satu negara penerima fasilitas pengurangan ataupun penghapusan tarif UE.
Oleh
m paschalia judith j
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia akan menjajaki tahap konsultasi sebagai rangkaian gugatan terhadap dokumen Arahan Energi Terbarukan atau RED II dan Delegated Regulation yang diterbitkan Uni Eropa. Harapannya, Indonesia dan Uni Eropa dapat mencapai kesepakatan solusi bersama atau mutual agreed solutions sehingga tidak perlu menjalani tahap persidangan.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, Indonesia mengusulkan tahap konsultasi dengan Uni Eropa (UE) dalam rangkaian gugatan di tingkat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Konsultasi kasus gugatan bernomor sengketa DS593 itu akan dilakukan pada akhir Januari ini di Geneva, Swiss.
”Kami berharap akan mencapai titik mutual agreed solutions dengan UE,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Kebijakan RED II mewajibkan negara-negara anggota UE untuk menggunakan bahan bakar yang berasal dari komoditas yang dapat diperbarui pada 2020-2030. Aturan turunan kebijakan ini disebut Delegated Regulation (DR).
Dalam kelompok bahan bakar nabati (BBN), minyak kelapa sawit digolongkan sebagai BBN yang berisiko tinggi terhadap alih fungsi lahan secara tidak langsung (indirect land use change/ILUC). Akibatnya, terdapat pembatasan terhadap penggunaan BBN berbahan baku minyak kelapa sawit di UE.
Menurut Jerry, penggolongan tersebut bersifat diskriminatif. Perlakuan diskriminatif ini tidak sejalan dengan prinsip UE yang mengedepankan prinsip keadilan, kebebasan, dan keterbukaan dalam perdagangan bebas.
Selain itu, hal tersebut tidak selaras dengan semangat Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (I-EU CEPA) yang sedang dirundingkan kedua negara. ”Kontradiksi-kontradiksi tersebut membuat kami sangat yakin untuk memenangi gugatan (terhadap UE) ini,” katanya.
Untuk menjalani tahap konsultasi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) kini tengah mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada UE. Pertanyaan-pertanyaan ini akan dikirimkan kepada pihak UE sekitar pertengahan Januari dan nantinya dibahas dalam eksekusi tahap konsultasi.
Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Pradnyawati menuturkan, selama 60 hari setelah pelaksanaan konsultasi, kedua pihak akan berdiskusi untuk mencapai kesepakatan solusi bersama. Apabila tidak tercapai, Indonesia akan mengajukan sengketa itu ke tingkat panel Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) WTO.
Kedua belah pihak akan berdiskusi untuk mencapai kesepakatan solusi bersama. Apabila tidak tercapai, Indonesia akan mengajukan sengketa itu ke tingkat panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor menyatakan, pelaku usaha mendukung langkah-langkah pemerintah menggugat UE ke WTO. Hal itu agar tidak ada diskriminasi terhadap BBN apa pun di pasar UE, termasuk yang berasal dari minyak kelapa sawit.
Dalam proses gugatan itu, Indonesia dapat menunjukkan praktik-praktik pengelolaan kebun kelapa sawit yang berprinsip berkelanjutan. ”Hal ini tampak dari produk-produk kelapa sawit yang sudah bersertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO),” ujarnya.
Kemendag mencatat, nilai ekspor minyak kelapa sawit dan biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit (fatty acid methyl ester/FAME) pada Januari-Oktober 2019 sebesar 957 juta dollar Amerika Serikat (AS). Angka ini menurun 8,63 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai 1,07 miliar dollar AS.
Di sisi lain, UE menggugat Indonesia terkait kebijakan ekspor nikel di tingkat WTO dengan nomor kasus sengketa DS592. Tahap konsultasi kedua belah pihak terkait sengketa nikel ini akan berlangsung pada 30 Januari 2020 di Kantor WTO, Geneva, Swiss.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara telah menetapkan pelarangan ekspor bijih nikel mulai Januari 2020.
Menurut Jerry, Indonesia kini tengah mengembangkan produk bernilai tambah dan tidak lagi mengekspor produk mentah. Meskipun tahap konsultasi sengketa nikel bersamaan dengan konsultasi sengketa RED II dan DR, keduanya tidak berhubungan sama sekali.
”Pemerintah Indonesia menegaskan, tak ada peningkatan tensi hubungan antara UE dan Indonesia,” katanya.
Kemudahan ekspor
Di tengah sengketa nikel dan BBN dari minyak kelapa sawit, Indonesia menjadi salah satu negara penerima fasilitas pengurangan ataupun penghapusan tarif preferensial secara unilateral melalui skema tarif preferensial umum (GSP) UE. Adapun komoditas atau produk-produk yang masuk dalam GSP UE di antaranya kopi, karet alam, furnitur, alas kaki, dan mesin cetak.
Di tengah sengketa nikel dan BBN dari minyak kelapa sawit, Indonesia menjadi salah satu negara penerima fasilitas pengurangan ataupun penghapusan tarif preferensial secara unilateral.
Dalam rangka memudahkan ekspor ke UE itu, Kemendag memberlakukan sertifikasi mandiri pada implementasi sistem eksportir terdaftar (ER) sejak 1 Januari 2020. Para eksportir produk-produk yang masuk dalam GSP UE sebelumnya harus terdaftar dalam sistem Registered Exporter Generalized System of Preferences European Union (REX GSP EU).
Sertifikasi mandiri bertujuan mempermudah ekspor Indonesia dalam skema GSP ke UE dengan sistem REX, utamanya dalam hal deklarasi asal barang (DAB) melalui mekanisme penerbitan surat keterangan asal secara elektronik (e-SKA) atau Suka Indonesia.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menuturkan, ER dapat menerbitkan DAB secara mandiri dan tidak lagi menggunakan SKA yang diterbitkan Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal (IPSKA). Metode sertifikasi mandiri akan menggantikan SKA form A tujuan UE yang digunakan selama ini.
Sementara itu, fungsi IPSKA akan beralih menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam membina pengusaha atau eksportir untuk memperoleh GSP dalam rangka mendapatkan SKA dan membantu verifikasi jika membutuhkan identifikasi surat keterangan tersebut.
”Harapannya, sistem baru ini dapat mempercepat prosedur dan formalitas ekspor yang akan mendorong peningkatan ekspor Indonesia ke UE, khususnya bagi komoditas yang masuk dalam skema GSP UE,” kata Agus.
Badan Pusat Statistik mencatat, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke negara-negara anggota UE mencapai 13,04 miliar dollar AS. Adapun pangsa pasar UE bagi ekspor Indonesia sebesar 9,2 persen.