Hasil Survei, Warga Makin Minat Pakai Uang Elektronik
Penelusuran terkait dompet digital tahun lalu melonjak 2,7 kali dibandingkan tahun 2018. Konsumen pengguna uang elektronik terus berkembang karena kemudahan, kepraktisan, serta promosi yang ditawarkannya.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Uang elektronik memfasilitasi pertumbuhan transaksi nontunai. Didorong kemudahan, kepraktisan, serta promosi, konsumen di Indonesia semakin banyak berminat dan mau menggunakan uang elektronik.
Dalam laporan Google "2019 Year in Search Indonesia", terdapat 2,7 kali lonjakan penelusuran terkait dompet digital sepanjang 2019 dibanding tahun 2018. Lonjakan itu dipengaruhi oleh kenaikan penelusuran "dompet digital terbaik". Selain itu, data Google menemukan terjadi 2,9 kali peningkatan penelusuran tentang "cara menggunakan e-money".
Laporan itu juga menyebutkan semakin banyak orang Indonesia ingin menjadi pedagang mitra pengelola uang elektronik. Hal ini terbukti dari adanya 4,9 kali peningkatan penelusuran tentang "cara menjadi pedagang e-money".
Minat penelusuran uang elektronik per capita tertinggi di Indonesia berasal dari Yogyakarta. Walakin populasi penduduknya lebih kecil dibanding Jakarta, data Google menunjukkan warga Yogyakarta mempunyai tingkat ketertarikan sangat tinggi terhadap dompet digital.
Orang Indonesia menganggap bertransaksi menggunakan uang elektronik itu mudah, praktis, dan ada promosi. Pemilik merek ikut memacu tren tersebut. Sekitar 86 persen perempuan pengguna internet adalah pengguna uang elektronik. Mereka lebih cepat beradaptasi dibanding laki-laki.
Secara regional Asia Tenggara, laporan Google itu menyebutkan, pembayaran menggunakan dompet digital tumbuh lima kali lipat setiap tahunnya. Total nilainya sampai tahun 2019 diperkirakan 22 miliar dollar AS dan mencapai 114 miliar dollar AS pada 2025.
CEO GoPay Aldi Haryopratomo, saat dihubungi Senin (6/1/2020), di Jakarta, memandang, pengguna uang elektronik di Indonesia sekilas terlihat paling diuntungkan karena adanya imbal tunai. Akan tetapi, jika ditilik lebih lanjut, manfaat paling besar uang elektronik paling besar justru dirasakan oleh mitra usaha, khususnya UMKM dan mitra pengemudi yang sebelumnya tidak punya rekening bank.
Jika ditilik lebih lanjut, manfaat paling besar uang elektronik paling besar justru dirasakan oleh mitra usaha.
Dia menegaskan, sejak awal fokus GoPay bukan hanya melayani masyarakat perkotaan yang telah terbiasa dengan transaksi nontunai, melainkan juga seluruh lapisan masyarakat. Edukasi menjadi tantangan utama. Apalagi masih banyak warga belum tersentuh jasa keuangan formal, seperti belum memiliki rekening bank.
Aldi menyebut jangkauan akses GoPay yang sudah meluas mendorong pencarian kata kunci "Bagaimana cara mendaftar menjadi mitra usaha GoPay" naik hingga kali lima lipat sepanjang 2019. Data ini berdasarkan Google.
Dengan pembayaran nontunai, menurut dia, transparansi pengelolaan arus kas lebih terjaga. Melalui aplikasi untuk mitra usaha, yakni GoBiz, pedagang bisa melihat transaksi harian yang sudah tercatat secara otomatis.
Pedagang berskala UMKM biasanya menghadapi banyak tantangan untuk bisa membuka cabang baru dan berkembang. Misalnya, isu kepercayaan manajemen keuangan. Dengan adanya GoPay dan GoBiz, UMKM menjadi lebih terbantu.
GoPay memiliki lebih dari 420.000 mitra usaha. Sekitar 90 persen diantaranya adalah pelaku UMKM yang terdiri atas pedagang kaki lima, kantin, dan warung kelontong dengan layanan sudah beroperasi di 390 kota, termasuk di kota-kota di mana GoJek belum beroperasi.
Mengutip video GoJek bertajuk "Epic-logue 2019", volume transaksi GoPay yang berhasil terjadi di seluruh mitra usaha menembus sekitar 7,8 miliar.
Head of Corporate Communication PT Fintek Karya Nusantara (LinkAja) Putri Dianita Ruswaldi mengatakan, pada akhir 2019, jumlah pengguna LinkAja telah mencapai sekitar 40 juta. Sekitar 82 persen diantaranya tersebar di luar DKI Jakarta dan 52 persen mereka berada di luar pular Jawa. Sebagai contoh, kabupaten/kota di Sumatera bagian utara, tengah, dan Sulawesi.
Untuk memperluas penetrasi ke luar DKI Jakarta, LinkAja konsisten bekerja sama dengan instansi pemerintah daerah pada 2020. Wujud kerja sama, antara lain, berupa perluasan digitalisasi pajak dan retribusi ke 80 kabupaten/kota dan digitalisasi 400 pasar.
Putri mengemukakan, LinkAja menilai regulator telah mendukung tumbuh kembang uang elektronik. Hanya saja, mengubah kebiasaan masyarakat dari bertransaksi tunai ke nontunai masih memerlukan edukasi terus menerus.
Sampai akhir 2019, LinkAja telah memiliki sekitar 250.000 mitra usaha. Guna mempermudah pengisian dana saldo, LinkAja hadir di beberapa aplikasi nasional, seperti Gojek, Bluebird Group, dan Tokopedia.
Peneliti di Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, berpendapat, perkembangan uang elektronik yang begitu cepat membuat pemilik platform mengeluarkan layanan bayar kemudian. Pengaturan uang elektronik dilakukan oleh Bank Indonesia, sedangkan layanan bayar kemudian diikutkan ke peraturan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal seperti ini seharusnya ada bauran kebijakan.
Isu lain yang menurut dia tak kalah menarik adalah pemerataan infrastruktur internet. Ketika pemerataan tercipta, dompet digital bisa dipakai secara luas di seluruh wilayah Indonesia.
"Semakin banyak pemegang lisensi uang elektronik sebenarnya semakin bagus untuk mendorong persaingan yang sehat. Situasi ini harus diawasi agar jangan sampai ada hambatan masuk bagi pelaku industri yang ingin melakukan integrasi bisnis vertikal," kata Nailul.
Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah penerbit uang elektronik mencapai sekitar 40 instansi perusahaan. Volume transaksi uang elektronik per November 2019 sebesar 482.734.395 dan nilainya sekitar Rp 16,08 triliun.