Tantangan Mewujudkan Energi Terbarukan
Energi baru terbarukan digadang-gadang sebagai penopang sumber energi masa depan di tengah kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global. Namun, besarnya jumlah nilai investasi yang harus dikumpulkan menjadi tantangan bagi pemerintah.
Bauran energi dunia saat ini masih didominasi oleh pembangkit listrik berbahan bakar fosil dengan porsi 75 persen. Sementara kontribusi energi baru terbarukan (EBT) baru menyumbang listrik global sebesar 25 persen pada 2018. Negara-negara di dunia saat ini sedang berupaya keras meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT). Terdapat lima jenis EBT yang populer dikembangkan di sejumlah negara, yakni pembangkit listrik tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, tenaga bioenergi, dan tenaga panas bumi.
Laporan ”Global Energy Transformation: a Roadmap to 2050” memberikan simulasi rencana peningkatan bauran EBT secara bertahap. Target bauran EBT pada 2030 sebesar 57 persen, tahun 2040 mencapai 75 persen, kemudian pada 2050 diharapkan EBT menyumbang 86 persen energi dunia.
Dua sumber EBT yang secara masif digunakan di dunia adalah pembangkit listrik tenaga (PLT) air dan pembangkit listrik tenaga angin. PLT air menghasilkan 63 persen listrik bagi EBT sedangkan 19 persen pasokan EBT disumbang oleh tenaga surya. Berdasarkan Kesepakatan Paris untuk mencegah krisis iklim, emisi global harus ditekan 7,6 persen per tahun hingga 2030.
Hal ini dilakukan untuk membatasi suhu global agar tidak naik lebih dari 1,5 derajat celsius. Polusi udara dari emisi pembakaran bahan bakar fosil perlu ditekan untuk mengupayakan hal ini. Pembangkit listrik tenaga nuklir secara berkala juga akan dikurangi walau tidak mencemari udara dengan karbon. Penutupan reaktor nuklir pembangkit listrik dilakukan demi menghindari pencemaran radioaktif pada masa mendatang.
Langkah Asia Tenggara
Sebagai bagian dari warga dunia, negara-negara anggota ASEAN juga turut ambil bagian dalam meningkatkan bauran EBT. Pada 2018 total listrik dari EBT yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN sebesar 63.932 megawatt.
Vietnam merupakan negara ASEAN dengan kapasitas EBT terpasang paling besar. Total kapasitas terpasang EBT Vietnam berdasarkan data International Renewable Energy Agency (IRENA) sebesar 18.523 megawatt. Pembangkit listrik tenaga air menjadi pemasok listrik jenis EBT di Vietnam yang paling besar dengan kapasitas terpasang 17.989 megawatt pada 2018. Sisanya disumbang oleh PLT angin, PLT surya, dan PLT bioenergi.
Dibandingkan dengan negara lain yang lebih sejahtera, Vietnam lebih serius menatap orientasi energi baru terbarukan. Singapura negara dengan GDP per kapita senilai 64.576 dollar AS per tahun 2018 memiliki kapasitas EBT terpasang hanya 278 megawatt. Di sisi lain Vietnam dengan kapasitas EBT terpasang paling tinggi hanya memiliki GDP per kapita 2.390 dollar AS per tahun. Nilai GDP per kapita Vietnam dibandingkan dengan Singapura jauh lebih kecil.
Dilihat dari jenis sumber energinya, PLT air dan PLT bioenergi adalah sumber EBT yang paling banyak dimanfaatkan oleh negara-negara ASEAN. Adapun PLT air merupakan sumber EBT mayoritas negara-negara di dunia.
Bioenergi versi sederhana menjadi sumber EBT yang paling murah dan mudah penggunaannya. Bioenergi adalah energi yang dihasilkan dari sisa makhluk hidup. Sumber EBT bioenergi antara lain kayu bakar, limbah hewan atau biogas, dan arang serta briket. Sumber bioenergi ini bisa didapat secara murah. Thailand misalnya, merupakan negara di Asia Tenggara yang paling banyak memanfaatkan bioenergi dengan kapasitas terpasang 4.095 megawatt.
EBT jenis panas bumi juga tersedia di wilayah ASEAN walau tidak semua negara anggota memilikinya. Wilayah negara yang memiliki potensi energi panas bumi adalah yang berada di garis cincin api dunia. Energi panas bumi di ASEAN baru dimanfaatkan oleh Indonesia dan Filipina. Hal ini juga karena faktor tidak semua negara memiliki sumber energi yang satu ini.
Dalam lingkup nasional, Indonesia menerapkan target peningkatan sumbangan energi baru terbarukan terhadap energi nasional. Target bauran energi baru dan terbarukan Indonesia tahun 2025 sebesar 23 persen. Target ini ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014.
Di atas kertas, Kementerian ESDM menargetkan pada 2024 Indonesia sudah memiliki EBT dengan daya terpasang 17.421 megawatt. Adapun capaian kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT tahun 2019 baru di angka 10.335 megawatt.
Investasi besar
Bauran EBT sebesar 23 persen harus dikejar setidaknya dengan biaya 37 miliar dollar AS. Jika kurs rupiah terhadap dollar AS senilai Rp 14.000, total dana yang dibutuhkan sekitar Rp 518 triliun (Kompas, 10/12/2019).
Nilainya, ternyata lebih besar jika dibandingkan dengan nilai investasi pembangunan infrastruktur nasional periode 2016-2019 senilai Rp 390 triliun. Dana investasi pembangkit energi baru terbarukan secara rinci digunakan untuk membangun beberapa fasilitas. Pertama, PLT panas bumi dengan nilai 17,45 miliar dollar AS, dan kedua, untuk membangun PLT air dengan nilai investasi 14,58 miliar dollar AS.
Pembangunan PLT surya dan PLT bayu total membutuhkan dana 1,69 miliar dollar AS. Pembangkit listrik tenaga sampah menghabiskan biaya 1,6 miliar dollar AS. PLT bioenergi membutuhkan biaya pembangunan 1,13 miliar dollar AS, dan PLT hibrida menelan biaya 260 juta dollar AS.
Sejauh ini Indonesia berhasil menghimpun investasi dalam bidang EBT senilai 6,1 miliar dollar AS pada periode 2014-2018. Artinya, per tahun rata-rata investasi yang didapat di sektor EBT senilai 1,2 miliar dollar AS.
Tren pelambatan
Rencana meraup 37 miliar dollar AS untuk investasi EBT periode 2020-2024 tampak tidak mudah. Untuk mengejar target investasi, setidaknya pemerintah harus mengumpulkan 9,25 miliar dollar AS dalam empat tahun bertutur-turut.
Laporan World Economy Forum 2019 menunjukkan, tren pertumbuhan investasi dunia dalam bidang EBT juga sedang melambat. Padahal, sejak tahun 2001 hingga 2017 nilai investasi EBT global selalu meningkat. Titik tertinggi investasi EBT global terjadi pada tahun 2017 senilai 326,3 miliar dollar AS.
Investasi EBT tahun 2018 turun 11,5 persen dengan nilai 288,9 miliar dollar AS. Nilai investasi kembali turun sebesar 14 persen pada semester I-2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018. Nilai investasi EBT global pun kian menciut. Menciutnya nilai investasi energi baru terbarukan atau EBT global menjadi tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk mengumpulkan investasi minimum 9,25 miliar dollar per tahun.
Tahun 2020 akan menjadi tahun yang penuh tantangan dalam tahapan mewujudkan pertumbuhan EBT, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia. (Litbang Kompas)