Peningkatan kuota impor bisa menghambat upaya mencapai swasembada garam 2021. Petambak garam dinilai mampu memenuhi target produksi yang ditargetkan pemerintah.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menetapkan alokasi impor garam 2,9 juta ton untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan industri pengguna pada tahun 2020. Angka itu meningkat dibandingkan alokasi tahun lalu yang 2,7 juta ton.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, Jumat (3/1/2020) berpendapat, petambak garam rakyat mampu memenuhi target produksi yang diharapkan oleh pemerintah Dengan demikian, semestinya kuota impor garam diturunkan, bukan justru diperbesar kuotanya.
Upaya mencapai swasembada garam nasional untuk industri aneka pangan tahun 2021, kata Halim, akan terhambat jika kuota impor garam industri terus ditingkatkan. Target swasembada hanya bisa terwujud jika konflik di level regulasi antarkementerian yang memiliki kewenangan di sektor pergaraman selesai.
“Terlihat sia-sia apabila kuota impor diperbesar, sementara target swasembada garam terus dipacu. Ada kontradiksi target pembangunan di sektor pergaraman,” katanya.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Aryo Hanggono menyatakan, kuota impor garam seharusnya bisa dibatasi seiring peningkatan kualitas garam rakyat. Selain itu, kuota impor garam tahun lalu juga belum terserap seluruhnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, alokasi impor garam tahun 2020 akan dievaluasi demi mendorong industri merealisasikan komitmen menyerap 1,5 juta ton garam dalam negeri.
Sementara itu, PT Garam (Persero) mulai mengoperasikan pabrik pencucian garam guna mengolah garam lokal menjadi bahan baku garam industri. Dengan cara ini, kuota impor garam industri diharapkan bisa ditekan dan penyerapan garam rakyat oleh industri meningkat.
Olah garam rakyat
Direktur Utama PT Garam, Budi Sasongko menyatakan, pabrik pencucian garam mulai beroperasi tahun ini di dua sentra produksi garam, yaitu Sumenep dan Sampang (Madura). Produksinya ditargetkan 120.000 ton dan sekitar 30 persen di antaranya berasal dari pengolahan garam rakyat. Garam industri itu dijual dengan harga Rp 1.200-1.500 per kilogram (kg).
“Pengolahan garam lokal menjadi garam industri diharapkan mereduksi impor garam industri dan mendorong stabilisasi harga garam rakyat,” kata Budi.
Tahun lalu, jumlah garam yang diproduksi PT Garam mencapai 450.000 ton atau tertinggi sepanjang sejarah BUMN garam tersebut. Dari jumlah itu, sekitar 70 persen di antaranya merupakan garam kualitas premium. Sebagian di antaranya sudah diserap industri, seperti industri kertas dan aneka pangan.
Tahun ini, pihaknya menargetkan produksi 465.000 ton garam dan 250.000 ton di antaranya dialokasikan untuk memproduksi 120.000 ton garam industri. Dari tiga pabrik pencucian milik PT Garam, garam industri yang dihasilkan memiliki kadar NaCl 97 persen atau memenuhi standar garam industri, khususnya aneka pangan. “Industri aneka pangan tak perlu impor lagi,” katanya.
Produksi garam nasional saat ini, kata Budi, belum mencukupi seluruh kebutuhan bahan baku garam industri. Namun, sejalan dengan peningkatan kualitas produksi dan teknologi pengolahan, penyerapan garam lokal perlu ditingkatkan dan impor ditekan.
Sepanjang tahun 2019, PT Garam menyerap 28.239,018 ton garam hasil produksi petambak rakyat. PT Garam menyerap garam rakyat kualitas 1 dan 2 dengan harga hingga Rp 700 per kg. Pada tahun ini, lanjut Budi, pihaknya mengalokasikan sisa anggaran penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 14 miliar untuk menyerap garam rakyat dengan target 15.000 ton.