Perbankan Terlibat Makin Dalam di Perusahaan Tekfin
Perbankan masuk dan terlibat sebagai pemberi pinjaman institusional bagi penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi. Keterlibatan itu menjangkau target baru serta memenuhi kebutuhan dana.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Porsi pinjaman yang disalurkan perbankan melalui perusahaan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi cenderung semakin besar. Kolaborasi perusahaan teknologi finansial atau tekfin dan perbankan dinilai saling melengkapi kekurangan dan kelebihan.
CEO Investree Adrian A Gunadi di Jakarta, Senin (16/12/2019), mengatakan, porsi penyaluran pinjaman dari hasil kerja sama penerusan kredit (channeling) perbankan dan perusahaan pembiayaan di Investree saat ini telah mencapai 30 persen.
”Penyedia pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi dinilai sebagai sarana mengakuisisi nasabah yang belum tersentuh jasa keuangan, terutama pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” ujarnya.
Tren kolaborasi diperkirakan berlanjut tahun 2020. Investree, salah satu perusahaan tekfin pinjam-meminjam uang berbasis teknologi, memproyeksikan bisa menyalurkan pinjaman dari penerusan kredit hingga 50 persen dari total penyaluran.
Board Member & Chief Risk and Sustainability Officer Amartha Aria Widyanto menambahkan, per November 2019, Amartha jadi penerus kredit bagi enam bank. Total dana pinjaman yang disalurkan lebih dari Rp 400 miliar dan ditargetkan bertambah hingga Rp 1,5 triliun tahun depan.
”Jumlah pemberi pinjaman perorangan tumbuh tiga kali lipat sepanjang 2019. Secara nominal, dana dari perorangan juga tumbuh besar,” kata Aria.
Amartha melihat perusahaan tekfin dan bank bisa berkolaborasi dalam ekosistem digital karena masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. ”Bank punya keunggulan akses ke dana pihak ketiga, sementara perusahaan tekfinl punya kelebihan soal kecepatan dan inovasi produk,” ujarnya.
Menurut Co-Founder dan CEO Akseleran Ivan Tambunan, sekitar 15 persen dari total penyaluran kredit Akseleran berasal dari bank atau perusahaan pembiayaan. Sebelumnya, pada tahun 2018, seluruh dana penyaluran kredit berasal dari individu atau ritel. Situasinya bergeser pada 2019. ”Ini menunjukkan tren kerja sama yang makin berkembang,” ujar Ivan.
Tutup kebutuhan
Hal lain yang mendorong kolaborasi adalah kebutuhan dana kredit yang belum terpenuhi atau funding gap. Ivan menyebut kebutuhan dana berkisar Rp 1.000-Rp 2.000 triliun per tahun. ”Potensi kebutuhan dana sebesar itu bisa dipenuhi dengan hadirnya pemberi pinjaman institusional,” ujarnya.
Menurut CEO Modalku Reynold Wijaya, pihaknya berkolaborasi dengan bank perkreditan rakyat, seperti PT BPR Varia Centralartha, PT BPR Bekasi Binatanjung Makmur, dan PT BPR Sukawati Pancakanti. Institusi keuangan tersebut secara kolektif mendanai UMKM. ”Sistem ini dijalankan ketika nilai pinjaman yang diajukan terlalu besar untuk dibiayai satu bank atau institusi,” ujarnya.
Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk Rohan Hafas menyatakan, inisiatif Bank Mandiri meneruskan kredit melalui perusahaan tekfin dilatarbelakangi oleh keinginan membuka pasar baru, yaitu pelaku usaha yang secara bisnis sudah layak, tetapi belum terakses layanan bank. ”Kami telah bekerja sama dengan Koinworks dan Amartha dengan kualitas pembiayaan yang terjaga baik,” ujarnya.
Pekan lalu, BRI Syariah menandatangani nota kesepahaman dengan Investree untuk penerusan kredit. Corporate Secretary BRI Syariah Mulyatno Rachmanto menyatakan, kerja sama itu bertujuan memberikan kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagi pelaku UMKM untuk mengakses pembiayaan.