Pemerintah berkomitmen mempercepat pembangunan ekonomi syariah antara lain dengan revisi Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan. Prinsipnya, ekonomi syariah harus rasional dan inklusif.
Oleh
FX Laksana Agung Saputra/Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin menekankan komitmen pemerintah untuk mempercepat pembangunan ekonomi syariah. Prinsipnya, ekonomi syariah harus rasional dan inklusif.
Percepatan dilakukan dengan revisi Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah yang memperluas lingkup keuangan syariah menjadi lingkup ekonomi syariah. Dengan demikian, pemberdayaan ekonomi bisa segera dicapai.
”Visi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah harus diletakkan sebagai sebuah pilihan aktivitas ekonomi yang rasional bagi masyarakat sehingga ekonomi dan keuangan syariah bukan merupakan hal yang eksklusif, tetapi menjadikannya bersifat universal sesuai prinsip rahmatan lil’alamin,” kata Wapres Amin pada pidato Pelantikan Pengurus Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) periode 2019-2023 di Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Mendampingi Wapres dalam kesempatan itu antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang dilantik sebagai Ketua Umum IAEI 2019-2023. Hadir pula Jusuf Kalla sebagai Dewan Penasihat IAEI.
Guna mewujudkan visi tersebut, pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. ”Bersama Bapak Presiden, saya akan memimpin langsung upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dengan memperkuat kelembagaan pengembangan ekonomi Syariah,” kata Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan IAEI.
Upaya memperkuat kelembagaan pengembangan ekonomi syariah tersebut, menurut Wapres, akan dilakukan melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Revisi utamanya menyangkut perluasan dari lingkup keuangan syariah menjadi lingkup ekonomi syariah.
Selanjutnya, upaya memperkuat dan mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan difokuskan pada empat hal. Pertama, pengembangan dan perluasan industri produk halal. Kedua, pengembangan dan perluasan keuangan syariah. Ketiga, pengembangan dan perluasan dana sosial syariah. Keempat, pengembangan dan perluasan kegiatan usaha syariah.
”Saya juga ingin mendorong agar dilakukan perluasan instrumen berbasis syariah untuk dimanfaatkan sebagai komplemen dari instrumen konvensional,” lanjutnya.
Wapres menjelaskan, untuk mendorong perluasan, setidaknya terdapat dua aspek penting dari instrumen berbasis syariah. Pertama adalah sisi keadilan berupa redistribusi pendapatan dan kekayaan dengan adil sehingga kesenjangan menurun. Kedua, mendorong tercapainya ekonomi dan kesejahteraan yang berkeadilan.
Instrumen syariah bisa menjawab kebutuhan masyarakat karena instrumennya menciptakan pembagian kesejahteraan lebih adil. Kedua, pembagian risk dan return yang lebih adil. Dalam struktur syariah, aspek pembagian return dan risk di antara para pihak menjadi perhatian.
Empat aspek
Saat membuka secara resmi silaturahmi dan musyawarah besar MUI, DMI, IPHI, BWI, dan Baznas se-Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bhakti Praja Kantor Gubernur Jateng, Semarang, Wapres Amin menyatakan, pemerintah akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah. Untuk itu, diperlukan dukungan semua pemangku kepentingan, termasuk organisasi-organisasi Islam.
Menurut Wapres, setidaknya ada empat aspek yang akan didorong untuk mengembangkan ekonomi syariah. Pertama, pengembangan industri halal. Sebab, Indonesia adalah konsumen produk halal terbesar di dunia, tetapi produsen produk halal terbesar di dunia malah Brasil dan Australia yang bukan negara Muslim. Karena itu, Indonesia semestinya mampu menjadi produsen produk halal terbesar. Dengan demikian, perlu ada kawasan ekonomi khusus halal.
Kedua, pengembangan industri dan keuangan syariah. Saat ini, sukuk termasuk sukuk wakaf menjadi produk-produk yang dipromosikan.
Ketiga, dana sosial melalui zakat dan wakaf. Saat ini, zakat Indonesia baru 3,5 persen dari potensi lebih dari Rp 230 triliun. ”Ini akan menjadi dana besar dan murah untuk mengembangkan investasi di Indonesia dan menghilangkan kemiskinan,” ucap Wapres.
Selain itu, pangsa pasar keuangan syariah juga perlu dikembangkan, baik dari pengusaha maupun nasabah umum lainnya. Saat ini, pangsa pasar keuangan syariah masih 8,5 persen. Nasabah perbankan syariah juga baru 5,5 persen.
”Banknya sudah banyak, tapi ’penumpang’-nya kurang. Melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat, keuangan syariah akan menjadi besar,” lanjut Wapres Amin.
Kalla pada pidato sesi berikutnya menyatakan, syariah semestinya tidak perlu dibuat rumit dengan berbagai terminologi. Apalagi terminologi itu dalam bahasa Arab sehingga masyarakat banyak yang tidak tahu. Penggunaan bahasa Indonesia yang lebih awam sebaiknya lebih didorong. ”Saya saja banyak tidak tahu. Harus baca dulu biar tahu,” katanya.
Oleh sebab itu, Kalla mengajak IAEI untuk mempermudah, bukan mempersulit, masyarakat dalam memahami dan melaksanakan ekonomi syariah. Dengan demikian, percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah bisa terwujud.