Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa harus mulai dibangun dan hilirisasi sumber daya ekstraktif segera direalisasikan. Di Jawa, strategi yang ditempuh adalah dengan mengembangkan UMKM.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Percepatan peningkatan pendapatan masyarakat sulit terwujud selama pertumbuhan ekonomi terkonsentrasi di Jawa. Ketimpangan ekonomi di Jawa dan luar Jawa ini yang menahan perbaikan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdulah, mengatakan, pendapatan per kapita dihitung dari pembagian pendapatan nasional dengan jumlah penduduk. Karena itu, solusi peningkatan pendapatan masyarakat hanya bisa dilakukan dengan mendorong perekonomian tumbuh tinggi dan atau mengendalikan pertumbuhan penduduk.
”Kondisi saat ini, ekonomi tumbuh melambat di kisaran 5 persen, sementara jumlah penduduk terus naik. Akibatnya, peningkatan pendapatan per kapita tertahan,” kata Rusli di Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia tumbuh melambat dari Rp 47,9 juta pada 2016 menjadi Rp 51,9 juta pada 2017. Pada 2018, PDB per kapita Indonesia Rp 56 juta pada 2018.
Menurut Rusli, perekonomian harus didorong tumbuh tinggi dan berkualitas agar pendapatan masyarakat meningkat. Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa harus mulai dibangun dan hilirisasi sumber daya ekstraktif segera direalisasikan. Di Jawa, strategi yang ditempuh adalah dengan mengembangkan UMKM.
Selama ini, ketimpangan ekonomi menahan perbaikan indeks pembangunan manusia (IPM). Ketimpangan ekonomi menghalangi pemerataan akses pendidikan dan kesehatan, yang kemudian memengaruhi kualitas sumber daya manusia. Rendahnya kualitas modal manusia berimbas pada pendapatan masyarakat.
”Laju pendapatan melambat manakala terjadi ketimpangan pendidikan dan kesehatan. IPM dihitung dari agregat nasional,” ujarnya.
Selama ini, ketimpangan ekonomi menahan perbaikan indeks pembangunan manusia.
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dalam Laporan Indeks Pembangunan Manusia UNDP, yang dirilis Selasa (10/12/2019), menempatkan IPM Indonesia 2018 dalam kategori tinggi.
IPM Indonesia 2018 mencapai 0,707 atau masuk kelompok negara dengan IPM tinggi dan ada di peringkat ke-111 dari 189 negara. Tahun ini, sebanyak 62 negara masuk kelompok IPM sangat tinggi, 54 negara ber-IPM tinggi, 37 negara dengan IPM menengah, dan 36 negara punya IPM rendah.
Makin tinggi IPM suatu negara, masyarakatnya memiliki kemampuan memilih lebih tinggi. Masyarakat yang sehat, terdidik, dan berpendapatan tinggi akan lebih berkesempatan memilih pekerjaan, tempat tinggal, hingga lama bekerja.
”Untuk meningkatkan IPM, butuh investasi sumber daya manusia. Investasi pendidikan dan kesehatan memberikan hasil lebih lama. Sementara aspek pendapatan per kapita dapat mendongkrak IPM secara cepat,” kata Rusli.
Pusat ekonomi baru
Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Pungky Sumadi mengemukakan, pelambatan pertumbuhan ekonomi akan memengaruhi penciptaan lapangan kerja. Untuk itu, pembangunan pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa menjadi agenda prioritas pemerintah lima tahun mendatang.
Mengutip data BPS, perekonomian Indonesia tumbuh 5,02 persen pada triwulan III-2019. Jawa berkontribusi 95,15 persen, sedangkan Sumatera 21,14 persen. Kontribusi Maluku dan Papua terendah, yaitu 2,27 persen.
Adapun Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat, Jawa Barat masih menjadi tujuan favorit penanaman modal dalam negeri pada triwulan III-2019, senilai Rp 15,193 triliun. Sementara tujuan investasi favorit penanaman modal asing adalah DKI Jakarta, senilai 1,744 miliar dollar AS.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, pusat ekonomi baru ditumbuhkan sesuai dengan karakteristik daerah. Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi akan fokus pada industrialisasi berbasis hilirisasi sumber daya alam. Adapun di Jawa untuk industri jasa.
Kendati pusat-pusat ekonomi baru ditumbuhkan, Jawa masih jadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2045. Namun, kontribusi Jawa terhadap PDB akan dikurangi dari 58,3 persen pada 2015 menjadi 51,8 persen pada 2045.
Pungky menambahkan, ke depan, pemerintah akan mendorong sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi tertinggi ke pertumbuhan ekonomi, yaitu sektor industri, pariwisata, pertanian modern, serta konstruksi dan infrastruktur. Ada lima sektor industri prioritas yang akan mengadopsi perkembangan Revolusi Industri 4.0.
Kelima industri berbasis teknologi itu adalah industri otomotif, makanan dan minuman, elektronik, tekstil dan pakaian jadi, serta kimia dasar, seperti baja dan aluminium.
”Dengan pilihan sektor-sektor itu sebagai unggulannya, kualitas tenaga kerja Indonesia juga akan diperbaiki sehingga pendapatan masyarakat bisa meningkat,” kata Pungky.
Pemerintah akan mendorong sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi tertinggi ke pertumbuhan ekonomi, yaitu sektor industri, pariwisata, pertanian modern, serta konstruksi dan infrastruktur.
Sembari memperbaiki iklim usaha di sektor prioritas, lanjut Pungky, pemerintah akan meningkatkan keahlian tenaga kerja vokasi. Indonesia juga mereformasi strategi pemelajaran pelatihan pendidikan vokasi dan teknik (TVET). Keahlian vokasi akan disesuaikan dengan kebutuhan sektor prioritas.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Hidayat Amir menambahkan, selama ini sumber pertumbuhan ekonomi terkonsentrasi di Jawa, terutama Jawa Barat. Sekitar 70 persen perusahaan manufaktur mendirikan pabrik di sejumlah kawasan industri di Jawa Barat.