Realisasi Kesetaraan Jender di Lingkungan Kerja Perlu Komitmen Perusahaan
Upaya merealisasikan kesetaraan jender di lingkungan kerja memerlukan komitmen manajemen. Manajemen perlu mempunyai kesadaran yang diterjemahkan melalui kebijakan sampai program pendampingan pekerja.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya merealisasikan kesetaraan jender di lingkungan kerja memerlukan komitmen manajemen. Manajemen perlu mempunyai kesadaran yang diterjemahkan melalui kebijakan sampai program pendampingan pekerja.
Co-Founder Tulola Jewellery Franca Franklin Makarim mencontohkan fleksibilitas bekerja bagi pekerja perempuan yang sudah berkeluarga. Meski fleksibilitas diberikan, mereka dituntut untuk tetap berkomitmen menjaga kualitas bekerja.
Dia menceritakan, memasuki semester II-2019, Tulola Jewellery mulai menjalankan program pinjaman mikro kepada karyawan dan perajin yang bergabung. Sebagian besar pekerja adalah perempuan yang selama ini kesulitan mengakses kredit.
Franca menceritakan, Tulola Jewellery juga mempunyai sejumlah perajin perak dan emas yang bekerja berdasarkan pesanan atau alih daya. Untuk menjaga agar visi pemberdayaan tetap berjalan, dia mengklaim, perusahaan tetap membeli perhiasan buatan perajin dengan harga pantas meski kualitasnya belum sesuai standar. Kemudian, perusahaan akan memberikan edukasi berupa pelatihan mutu.
”Kami masih berusaha menuju implementasi pemberdayaan perempuan yang tepat. Program peningkatan kapasitas pekerja internal, contohnya. Sejauh ini wujud yang kami jalankan baru sebatas mengadakan dialog,” ujarnya saat menghadiri diskusi ”Bagaimana Pemberdayaan Perempuan Membawa Kontribusi Ekonomi?”, Kamis (5/12/2019), di Jakarta. Diskusi ini diselenggarakan oleh Indonesia Global Compact Network.
Direktur Utama PT Martina Berto Tbk Bryan D Tilaar mengklaim, pihaknya sudah lama berkecimpung dalam kegiatan pemberdayaan perempuan, seperti memberikan pelatihan ketrampilan dan wirausaha. Selain itu, perusahaan juga bekerja sama dengan Asia Pulp & Paper Sinar Mas untuk melatih kelompok perempuan.
Menurut dia, selama bertahun-tahun program itu berjalan, tidak sedikit perempuan akhirnya berdaya dan paham kesetaraan jender. Mereka mampu berkontribusi ekonomi terhadap keluarga. Namun, ada juga di antara perempuan yang ikut program justru mendapat kasus keretakan rumah tangga. Bagi Bryan, situasi tersebut menjadi tantangan perusahaan untuk lebih mendalam memberikan edukasi kesetaraan peran perempuan dan laki-laki.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani memandang, pemberdayaan peran perempuan terjadi di lingkungan kerja dan kegiatan kewirausahaan.
Kesetaraan jender semestinya tercipta sejak perekrutan hingga kesempatan meniti jenjang karier.
Di lingkungan kerja, kesetaraan jender semestinya tercipta sejak perekrutan hingga kesempatan meniti jenjang karier. Menurut dia, saat ini, perekrutan pekerja secara umum sudah semakin setara porsi perempuan dan laki-laki. Akan tetapi, pada saat perempuan bekerja, tidak banyak di antara mereka akhirnya bisa duduk di jabatan tinggi. Persoalan seperti ini masih jamak dijumpai. Salah satu alasan klasik adalah perempuan enggan ditunjuk karena merasa akan kesulitan menyeimbangkan waktu bersama keluarga dan bekerja.
Masih terkait kesetaraan jender di lingkungan kerja, Shinta mencontohkan Unilever Indonesia yang sekarang telah menerapkan fleksibilitas jam bekerja, porsi perekrutan imbang, dan fasilitas yang dibutuhkan perempuan.
Dari sisi pemberdayaan perempuan melalui kewirausahaan, dia menekankan pentingnya kesetaraan akses ke permodalan dan pasar. Di luar Jakarta, dia mengamati masih lebarnya kesenjangan akses kedua hal itu antara wirausaha perempuan dan laki-laki.
Shinta menambahkan, perkembangan teknologi digital memengaruhi ketenagakerjaan. Sebagai contoh, kemunculan bidang-bidang pekerjaan baru di sektor teknologi informasi digital. Ini tentunya menjadi tantangan baru dalam menciptakaan kesetaraan pekerja perempuan dan laki-laki.