Ketimpangan Tabungan Investasi Hambat Transformasi Teknologi
Transformasi teknologi akan menambah PDB Indonesia 2,8 triliun dollar AS pada 2040. Pengadopsian teknologi baru juga berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 0,5 persen.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS — Pengadopsian teknologi baru dihadapkan pada persoalan ketimpangan tabungan investasi yang cukup besar. Kapasitas modal dari dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan investasi teknologi yang tinggi.
Co-Chair Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Global Forum on Productivity Dan Andrews mengatakan, pengadopsian teknologi baru harus dibarengi pendalaman pasar keuangan. Indonesia membutuhkan investasi besar untuk pengadopsian teknologi baru.
”Pengadopsian teknologi baru bukan sekadar memiliki institusi yang kuat, tetapi pasar keuangan yang dalam. Teknologi begitu mahal,” kata Andrews dalam The 9th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy di Nusa Dua, Bali, Jumat (6/12/2019).
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi persoalan ketimpangan tabungan investasi yang cukup besar. Jumlah tabungan yang lebih kecil dari kebutuhan investasi mesti ditutup dari modal asing.
Mengutip data Bank Dunia, rasio tabungan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia selama periode 1981-2017 cukup fluktuatif. Rasio tabungan terendah 13,20 persen PDB tahun 1999 dan tertinggi mencapai 33,22 persen PDB pada 2011. Pada 2018, rasio tabungan Indonesia sekitar 32 persen PDB.
Andrews mengatakan, persoalan ketimpangan tabungan dan investasi acap kali menghambat peningkatan produktivitas suatu negara. Tanpa modal yang cukup, Indonesia akan sulit mengadopsi teknologi baru kendati perencanaan telah disiapkan sedetail mungkin. Kebutuhan investasi teknologi bisa bersumber dari modal atau transfer ilmu.
”Langkah pertama yang harus dilakukan tetap menjaga stabilitas ekonomi makro jangka menengah. Setelah itu, baru melakukan reformasi struktural dan membangun komunitas sosial yang kuat,” ujar Andrews.
Berdasarkan riset Asian Development Bank (ADB) dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, transformasi teknologi akan menambah PDB Indonesia 2,8 triliun dollar AS pada 2040. Adopsi teknologi akan meningkatkan produktivitas, efisiensi energi, perencanaan dan penganggaran, serta kualitas produk.
Pengadopsian teknologi baru juga berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 0,5 persen. Pada 2040, sektor papan atas dikuasai industri permesinan dan kendaraan bermotor.
Yurendra Basnett, Country Economist ADB, mengatakan, ada lima hambatan transformasi teknologi di Indonesia, yakni kebutuhan biaya besar, keahlian tenaga kerja rendah, ketidakpastian teknis, resistensi terhadap perubahan (pola pikir), dan pembangunan infrastruktur digital yang belum mencukupi.
Di Indonesia, perusahaan manufaktur di Indonesia yang aktif berinovasi dan melakukan riset kurang dari 6 persen. Perusahaan yang tetap melakukan adopsi teknologi baru terbatas sekitar 30 persen, sementara perusahaan berbasis konvensional yang tidak aktif melakukan riset dan inovasi mencapai 54 persen.
”Selain mencari modal, kesadaran pengadopsian teknologi baru dalam bisnis juga harus ditingkatkan. Tujuannya agar ekosistem riset dan inovasi juga terbentuk,” ujar Basnett.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Hidayat Amir mengatakan, pemerintah terus meningkatkan alokasi dana abadi secara bertahap untuk memperbesar tabungan. Dana abadi dialokasikan ke sejumlah bidang, seperti dana abadi penelitian, kebudayaan, dan perguruan tinggi.
Pada 2020, alokasi investasi pembiayaan mencapai Rp 29 triliun, antara lain untuk dana pengembangan pendidikan nasional (DPPN) Rp 18 triliun, penelitian Rp 5 triliun, kebudayaan Rp 1 triliun, dan perguruan tinggi Rp 5 triliun. Pengalokasian dana abadi ini sekaligus untuk memperdalam pasar keuangan.
Pemerintah juga menyusun peta jalan Revolusi Industri 4.0 yang diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya produksi. Pengeluaran kotor untuk riset dan penelitian juga ditingkatkan dari 0,1 persen PDB pada 2013 menjadi 1,5-2 persen PDB pada 2045. Pada 2020, alokasi dana abadi penelitian dalam APBN mencapai Rp 5 triliun.
Hidayat menambahkan, adopsi teknologi baru bukan penyebab utama produktivitas dan daya saing Indonesia rendah. Selama ini sumber pertumbuhan ekonomi terkonsentrasi di Jawa, terutama Jawa Barat. Sekitar 70 persen perusahaan manufaktur mendirikan pabrik di sejumlah kawasan industri di Jawa Barat. Karena itu, transformasi teknologi ke depan tetap harus dibarengi pemerataan ekonomi sehingga berdampak maksimal.