Penurunan Harga Minyak Tekan Pengembangan Energi Terbarukan
Turunnya harga minyak mentah Indonesia atau ICP diperkirakan turut menekan pengembangan energi terbarukan. Insentif dibutuhkan agar energi terbarukan bisa berkembang dengan pesat.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Deretan kincir angin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo I di Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (23/6/2019). Terdapat 20 turbin angin di PLTB Tolo dengan kapasitas masing-masing 3,6 MW. Setiap menara mencapai tinggi 138 meter dengan panjang bilah 64 meter.
JAKARTA, KOMPAS — Turunnya harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan turut menekan pengembangan energi terbarukan. ICP turun 1,02 dollar AS per barel jadi 59,82 dollar AS per barel seiring menurunnya permintaan minyak dunia. Insentif dibutuhkan agar energi terbarukan bisa berkembang dengan pesat.
Dalam pengumuman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ICP bulan Oktober 2019 ditetapkan 59,82 dollar AS per barel atau lebih rendah daripada harga September 2019 yang 60,84 dollar AS per barel. Penurunan harga terjadi seiring menurunnya permintaan minyak mentah dunia dan pelemahan ekonomi global. Namun, belum ada gambaran bagaimana pergerakan harga minyak dunia ke depan.
”Sangat ada pengaruhnya apabila harga energi fosil (minyak dan batubara) murah. Dampaknya adalah pengembangan energi terbarukan bakal tersendat lantaran harganya sulit bersaing dengan harga energi fosil yang murah itu,” kata Ketua Dewan Pembina Indonesian Energy and Environmental Institute Satya Widya Yudha, Senin (18/11/2019), di Jakarta.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Kincir-kincir angin berjajar milik Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo-1 di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (2/2/2019). PLTB berkapasitas 72 MW ini menjadi PLTB terbesar kedua di Indonesia setelah PLTB Sidrap yang berkapasitas 75 MW.
Menurut Satya, harga energi fosil sebaiknya memasukkan hitungan dampak yang ditimbulkan, misalnya pencemaran udara atau efek gas rumah kaca. Seandainya komponen itu dimasukkan, ia meyakini harga energi fosil tidak akan semurah sekarang ini. Bahkan, sangat mungkin harga energi terbarukan lebih murah lantaran tidak ada emisi yang terbuang dan tak menimbulkan pencemaran udara.
Di satu sisi, energi terbarukan membutuhkan insentif dari pemerintah agar benar-benar bisa berkembang. Tanpa insentif, ketergantungan pada energi fosil yang tak bisa diperbarui akan tetap tinggi. Teknologi yang kian maju dan efisien turut berkontribusi terhadap keekonomian energi terbarukan.
”Di negara mana pun, pengembangan energi terbarukan selalu diberikan insentif. Contohnya adalah kendaraan listrik yang insentifnya bisa (diberikan) lewat pengurangan pajak kendaraan. Tanpa insentif, energi terbarukan sulit berkembang,” kata Satya yang juga mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR 2014-2019.
SUMBER: KEMENTERIAN ESDM
Harga komoditas minyak mentah dan batubara Indonesia yang fluktuatif pada 2019 sampai triwulan III.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Surya mengatakan, perkembangan energi terbarukan di Indonesia memang tidak seagresif negara lain di dunia. Penyebabnya adalah kesadaran tentang asal-muasal energi di Indonesia masih terbilang rendah. Harga energi yang murah dan terjangkau menjadi lebih penting ketimbang kesadaran mengenai sumber energi yang harus bersih.
”Pilih energi yang murah atau bersih? Ini menyangkut kesadaran. Selain itu, tantangan pengembangan energi terbarukan adalah regulasi yang berubah-ubah sehingga membingungkan investor,” ujar Surya.
Harga minyak di dalam negeri sempat fluktuatif. Pada awal tahun, ICP menyentuh level 56,5 dollar AS per barel yang selanjutnya naik menjadi 68,3 dollar AS per barel di April 2019. ICP perlahan-lahan turun menjadi 61 dollar AS per barel pada Juni 2019.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Mobil yang digunakan pada uji coba penggunaan biodiesel B-30 di Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/8/2019). Bahan bakar campuran solar dengan 30 persen bahan nabati itu siap digunakan pada 1 Januari 2019.
”Penyebab utama melemahnya harga minyak adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi global yang memengaruhi rendahnya permintaan di pasar dunia,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi.
Tak hanya harga minyak, harga batubara acuan (HBA) di Indonesia juga cenderung melemah. Awal tahun ini sempat menunjukkan prospek yang baik dengan harga 92,4 dollar AS per ton. Selanjutnya, HBA terus melemah menjadi 66,8 dollar AS per ton pada September lalu. Harga rata-rata batubara tahun ini diperkirakan lebih rendah dari harga rata-rata tahun lalu yang sebesar 99 dollar AS per ton.