Peningkatan produktivitas lahan perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu pekerjaan rumah yang mendesak dilakukan oleh Indonesia. Upaya itu sejalan dengan target memajukan industri kelapa sawit berkelanjutan.
Oleh
MEDIANA / SUHARTONO
·5 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS - Peningkatan produktivitas lahan perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu pekerjaan rumah yang mendesak dilakukan oleh Indonesia. Upaya itu sejalan dengan target memajukan industri kelapa sawit berkelanjutan.
Wakil Presiden Ma\'ruf Amin saat memberikan sambutan dalam pembukaan Konferensi Minyak Kelapa Sawit Indonesia ke-15 dan (Indonesia Palm Oil Conference/IPOC) dan Proyeksi Harga (Outlook Price) 2020 di Nusa Dua, Bali, Kamis (31/10/2019), mendorong pentingnya meningkatkan produktivitas lahan perkebunan kelapa sawit.
Menurut dia, target peremajaan kebun yang menyasar ke 185.000 hektar perkebunan rakyat sampai akhir 2019 mesti terealisasi. Segenap hambatan administrasi harus bisa diselesaikan agar target tercapai.
Wakil Presiden mengapresiasi upaya Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memberikan penghargaan kepada petani dengan produktivitas tinggi. "Hal terpenting adalah tata kelola perkebunan kelapa sawit jangan sampai diabaikan karena hal itu jadi kunci menaikkan produktivitas," ujarnya.
Hingga akhir tahun 2018, total luas area perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 14,3 juta hektar, terdiri dari perkebunan rakyat (smallholder) 5,83 juta hektar, badan usaha milik negara 0,713 juta hektar, dan perusahaan swasta 7,788 hektar. Total produksi minyak kelapa sawit berkisar 37,8 juta ton per tahun.
Wakil Presiden menambahkan, selain tata kelola lahan, upaya meningkatkan produktivitas industri dalam negeri bisa dengan cara menambah jenis pemanfaatan, seperti biodiesel untuk pasar lokal. Dia memberikan ilustrasi, kebijakan B20 sejauh ini telah mampu menyerap 4 juta ton dari total produksi dalam negeri yang diperkirakan mencapai 6,4 juta ton sampai akhir tahun 2019.
Ketua Umum Gapki, Joko Supriyono menambahkan, salah satu upaya meningkatkan produktivitas kebun adalah peremajaan tanaman. Hal ini terutama untuk kebun milik rakyat.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono menjelaskan, rendahnya produktivitas lebih banyak terjadi di perkebunan rakyat. Total lahannya diperkirakan mencapai 6 juta hektar dan hanya sekitar 1 juta hektar di antaranya yang memiliki produktivitas tinggi.
Secara umum, ruang menggenjot kenaikan rata-rata produktivitas perkebunan kelapa sawit, baik milik perusahaan maupun rakyat, masih terbuka lebar. Bagi kebun sawit rakyat, upaya mendongkrak produktivitas bisa ditempuh melalui kemitraan dengan perusahaan yang menerapkan tata kelola yang baik (good agriculture).
Adapun bagi perkebunan milik perusahaan besar, peningkatan produktivitas bisa melalui peremajaan tanaman. Menurut dia, kebijakan moratorium izin baru pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit berdampak positif. Bagi perusahaan yang sudah menyelesaikan kewajiban menanam, mereka diharapkan fokus memperbaiki kualitas tanamannya.
Berdasarkan data Gapki, produksi minyak sawit Indonesia sampai dengan Agustus 2019 mencapai 34,7 juta ton atau sekitar 14 persen lebih tinggi dari produksi periode yang sama tahun 2018. Dari total produksi itu, 44 persen diantaranya dipakai untuk konsumsi domestik.
Industri berkelanjutan
Pada saat menghadiri pembukaan acara itu, Wakil Presiden juga menekankan perlunya upaya bersama menangkal kampanye negatif kelapa sawit Indonesia yang dinilai tidak ramah lingkungan. Dia berharap sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan (ISPO) dilanjutkan oleh Gapki dan pelaku industri di luar Gapki.
"Memang tetap perlu adanya data dan fakta letak industri minyak kelapa sawit Indonesia tidak ramah lingkungan. Melalui ISPO, saya berharap setidaknya kesan negatif tentang Indonesia itu semakin lama semakin terkikis," kata Wakil Presiden.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Muzdalifah mengatakan, akan ada revisi regulasi terkait ISPO dan instansi independen yang akan mengorganisasi kegiatan sertifikasi serta pengawasannya.
Selama ini, dasar hukum penyelenggaraan ISPO adalah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 Tahun 2011 yang kemudian direvisi menjadi Permentan Nomor 11 Tahun 2015.
Instansi independen nantinya berada di bawah Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan di dalamnya terdapat para profesional untuk menjalankan sertifikasi. Pemerintah berperan sebagai supervisi. Dengan demikian, peran kementerian/lembaga yang terlibat di ekosistem industri kelapa sawit tetap ada.
"Kami berusaha mengakomodasi kritikan-kritikan global terhadap kondisi industri minyak kelapa sawit nasional. Kalau ada negara belum menerima ISPO, hal ini jadi pekerjaan rumah bersama sehingga ISPO akan terus disempurnakan agar selalu kredibel," kata Muzdalifah.
Kebijakan moratorium izin pembukaan lahan baru perkebunan kelapa sawit, lanjut dia, akan selalu dievaluasi. Sampai sekarang, proses evaluasi dan verifikasi data lapangan belum tuntas. Tantangannya adalah adanya tumpang tindih penggunaan lahan.
Berdasarkan data Komisi ISPO per September 2019, total sertifikat ISPO yang dikeluarkan mencapai 566 perusahaan. Sebanyak 372 unit di antaranya berasal dari perusahaan anggota Gapki dan sisanya nonanggota Gapki.
Luas kebun kelapa sawit yang sudah tersertifikasi ISPO per September 2019 mencapai 5,185 hektar. Dari luas itu, volume produksi minyak kelapa sawitnya sekitar 12,260 juta ton.
Chairman Komisi ISPO, R Aziz Hidayat mengakui bahwa Indonesia sedang berusaha agar sertifikat ISPO bisa diterima di berbagai negara, seperti Jepang, India, dan Swiss. Prinsip yang diusung dalam sertifikat ISPO mencakup upaya mengurangi efek rumah kaca, praktik produksi berkelanjutan, dan melestarikan sumber daya alam.
Sertifikat ISPO yang dikembangkan oleh Indonesia diklaim lebih lengkap dibandingkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Soal implementasi, misalnya, sertifikat ISPO mencakup perkebunan milik perusahaan sampai petani swadaya.
Aziz enggan berkomentar terhadap rencana merevisi peraturan terkait ISPO. Hanya saja, dia menegaskan, di dalam komisi ISPO sudah ada lembaga swadaya masyarakat independen yang turut mengawasi, seperti Sawit Linkers.
Joko mengatakan, Gapki menargetkan pada akhir 2020, seluruh anggota sudah mengantongi sertifikat ISPO. Rencananya, Gapki juga akan membangun sistem yang memungkinkan perusahaan anggota yang sedang mengurus sertifikasi mudah menyetor informasi sejauh mana perkembangan pengurusan.