Evaluasi Kebijakan Perikanan Tangkap dengan Cermat
Pemerintah dinilai perlu mengevaluasi kebijakan perikanan tangkap dan implementasinya secara menyeluruh. Evaluasi kebijakan menyeluruh diharapkan mendukung perikanan lestari yang sejalan dengan penguatan industri.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai perlu mengevaluasi kebijakan perikanan tangkap dan implementasinya secara menyeluruh. Evaluasi kebijakan menyeluruh diharapkan mendukung perikanan lestari yang sejalan dengan penguatan industri.
Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Marthin Hadiwinata mengemukakan, ada atau tidak ada larangan alih muatan kapal ikan atau transhipment dan penggunaan cantrang, faktanya, alih muatan dan cantrang tetap beroperasi.
”Pengkajian ulang bukan untuk mencabut aturan tersebut, tetapi memperbaiki pelaksanaannya di lapangan,” kata Marthin.
Ia menambahkan, evaluasi tersebut diharapkan mendorong penguatan instrumen pengawasan untuk memantau kapal-kapal besar yang melakukan alih muatan kapal.
”Kapal-kapal tersebut wajib dikawal pemantau independen untuk memastikan ikan tidak dibawa ke luar wilayah Indonesia,” katanya.
Di samping itu, kebijakan perlu dievaluasi untuk mendefinisikan kriteria alat tangkap yang merusak. Selama ini, penggunaan cantrang yang dimodifikasi terbukti merusak. Akan tetapi, selama ini penerbitan aturan pemerintah perihal larangan itu melalui proses yang tertutup.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan akan mengkaji ulang kebijakan larangan alih muatan kapal dan larangan alat penangkapan ikan cantrang. Janji untuk mengevaluasi larangan itu disampaikan Edhy saat berkunjung ke Pelabuhan Perikanan Samudera Zachman dan Muara Angke, Jakarta (Kompas, 29/10/2019). Edhy menjawab permintaan pelaku usaha agar pemerintah mencabut kebijakan tersebut.
Larangan alih muatan diatur di Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Permen KKP Nomor 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Adapun larangan penggunaan cantrang diatur dalam Permen KKP Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.
Edhy Prabowo berjanji akan mencarikan jalan keluar persoalan nelayan dan pelaku usaha perikanan melalui komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan.
”(Pelaku usaha) yang sudah berganti ke alat tangkap ramah lingkungan dipersilakan lanjut, tetapi yang belum (berganti) kita cari penyelesaiannya,” katanya.
Edhy menambahkan, kebijakan yang sudah baik akan diteruskan, sedangkan kebijakan yang belum baik akan diperbaiki.
Menurut Marthin, evaluasi kebijakan perlu dilakukan secara terbuka dengan melibatkan pemangku kepentingan, termasuk nelayan kecil. Larangan alat tangkap yang merusak harus disertai proses pendampingan menyeluruh, tidak sekadar mengganti alat tangkap.
Pendampingan itu meliputi pengelolaan usaha perikanan, insentif modal usaha, pembentukan kelompok koperasi bersama, hingga dukungan pasar untuk menjual ikan.
”Pendampingan diperlukan agar ketika beralih alat tangkap, nelayan bukan malah turun pendapatannya. Akan tetapi, ada masa depan yang positif untuk nelayan kecil yang terdampak aturan tersebut,” kata Marthin.
Hal senada dikemukakan Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Muhammad Abdi Suhufan. Evaluasi terhadap kegiatan usaha perikanan tangkap perlu dilakukan secara menyeluruh. Dengan demikian, bisnis perikanan tangkap bisa efisien. (LKT)