Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga, Selasa (22/10/2019), di Jakarta, menyambut baik terpilihnya kembali Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan periode 2019-2024.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Bidang Ekonomi Digital Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga, Selasa (22/10/2019), di Jakarta, mengatakan, idEA menyambut baik terpilihnya kembali Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan periode 2019-2024. Hal ini dinilai akan melanjutkan kebijakan Presiden Joko Widodo dalam penguatan ekonomi digital, terutama terkait dengan pemberdayaan UMKM dan kewirausahaan digital.
”Kami juga siap melanjutkan kerja sama dan kolaborasi yang selama ini sudah dilakukan idEA dan Kementerian Keuangan dalam lima tahun mendatang,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum idEA Ignatius Untung berbicara secara khusus tentang pajak. Menurut dia, diskusi perpajakan khusus perdagangan secara elektronik atau e-dagang semestinya melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Kemudian, mereka bersama-sama melakukan kajian terhadap mekanisme, persentase pungutan pajak, serta dampaknya terhadap UMKM dan perekonomian.
Pemerintah perlu menghitung dampak setiap kenaikan ataupun penurunan persentase pajak.
Menurut dia, UMKM yang terjun ke perdagangan daring memperoleh manfaat positif. Ketika pemerintah mengenakan pajak kepada mereka, pemerintah perlu menghitung dampak setiap kenaikan ataupun penurunan persentase pajak.
Dalam pertemuan pejabat keuangan dan moneter G-20 di Fukuoka, Jepang, Sabtu (8/6/2019), mayoritas negara berharap ada mekanisme baru agar perusahaan berbasis teknologi membayar pajak lebih proporsional. Sri Mulyani yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan menyebutkan, pertumbuhan pendapatan perusahaan teknologi terus berlibat, tetapi negara tidak merasakannya, baik dalam produk domestik bruto maupun pendapatan pajak.
Dokumen konsultasi publik ”Addressing The Tax Challenges of The Digitalisation of The Economy” dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyebutkan dua pilar kebijakan merespons tantangan pajak ekonomi digital. Pilar pertama soal pengalokasian pajak, sedangkan pilar kedua terkait instrumen pencegahan penggerusan basis pajak melalui sistem pajak minimum.
”Berkaca pengalaman perpajakan ekonomi digital di negara boleh-boleh saja, seperti negara OECD. Namun, menurut kami, mekanisme pelaksanaannya harus melihat konteks Indonesia,” kata Ignatius.
Dia mengemukakan, idEA selama ini memandang Sri Mulyani sebagai sosok yang kooperatif dan bijaksana dalam memandang perkembangan industri. Diskusi keduanya yang telah terjalin diharapkan bisa dilanjutkan. (MED)