Standar Nasional Indonesia atau SNI dinilai sebagai salah satu instrumen penguat daya saing industri nasional.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Standar Nasional Indonesia atau SNI dinilai sebagai salah satu instrumen penguat daya saing industri nasional. Di sisi lain, jumlah SNI industri yang ditetapkan sebagai SNI wajib terbilang masih minim.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, sampai dengan semester I-2019, baru 113 SNI yang ditetapkan sebagai SNI wajib dari total 4.984 SNI di bidang industri. Isu lain adalah langkah menyeluruh yang harus didorong untuk menjamin efektivitas penerapan SNI secara wajib tersebut.
”Pemberlakuan SNI wajib harus memiliki alasan. Sekali kita usulkan wajib, harus dinotifikasi WTO (Organisasi Perdagangan Dunia),” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara di Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Ngakan menyampaikan hal itu pada Forum Standardisasi Indonesia bertema ”Peran Standardisasi dalam Peningkatan Daya Saing Nasional”.
Pemberlakuan SNI wajib terutama untuk produk-produk yang berkaitan dengan aspek keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, serta lingkungan.
Menurut Ngakan, pemberlakuan SNI wajib juga mensyaratkan kesiapan infrastruktur standar. Infrastruktur standar tersebut meliputi lembaga sertifikasi, laboratorium uji, penilai, dan pengambil sampel.
Perihal target, Ngakan menegaskan, sepanjang diperlukan untuk melindungi industri dalam negeri, pemerintah akan menambah SNI wajib. ”Asalkan segenap persyaratan tadi dipenuhi,” ujarnya.
Di sesi panel, Ketua Dewan Karet Indonesia Azis Pane mengatakan, SNI ban mampu bersaing dengan standar di negara lain. Bahkan, SNI ban termasuk memiliki standar terbaik di dunia.
Azis menuturkan, kendaraan di Indonesia sering kelebihan muatan sehingga memaksa produsen ban membuat ban yang kuat. ”Ban di Indonesia juga harus tahan ketajaman lumpur saat tanah terkena hujan,” ujarnya.
Ban yang kena regulasi SNI, tambah Azis, adalah ban untuk mobil penumpang, truk, bus, sepeda motor, dan ban dalam. ”Sementara ban untuk pertanian belum terkena. Kami juga minta standar ban untuk industri di pabrik-pabrik. Demikian juga ban pesawat terbang. Namun, pelan-pelan karena kami belum mengarah ke sana,” kata Azis.
Panelis dari kalangan industri baja, Nugraha Soekmawidjaja, menyampaikan, penerapan SNI wajib bagi produk industri manufaktur menjadi prioritas. ”Hal ini harus didukung lembaga penilaian kesesuaian yang kredibel,” katanya.
Penegakan hukum merupakan kunci keberhasilan penerapan SNI wajib. Verifikasi atau penelusuran teknis impor diperlukan sebagai peranti untuk membendung impor produk nonstandar. (CAS)