Pekerja Informal Berharap Permen Perlindungan dan Hak Segera Terbit
Pekerja informal berharap Peraturan Menteri Tenaga Kerja soal perlindungan terhadap pekerja dan hak-hak yang harus mereka terima, segera terbit.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
BANTUL, KOMPAS - Pekerja informal berharap Peraturan Menteri Tenaga Kerja soal perlindungan terhadap pekerja dan hak-hak yang harus mereka terima, segera terbit. Pekerja informal juga memberi andil besar dalam pengembangan usaha dan peningkatan ekonomi suatu daerah.
Ketua Federasi Pekerja Rumahan Kabupaten Bantul, Warisa saat memimpin pertemuan dengan puluhan pengurus Federasi Pekerja Rumahan Kabupaten Bantul di BantuL, Minggu (13/10/2019) mengatakan, pekerja informal seperti pekerja rumahan, buruh gendong, dan asisten rumah tangga perlu dilindungi. Sampai hari ini belum ada undang-undang mengatur tentang pekerja informal ini.
Tas tangan dan kipas wajah bertuliskan Jogya atau Malioboro, dijual di Malioboro, itu sebagian hasil karya para pekerja rumahan dari Bantul. Demikian pula asesoris lain, tidak lepas dari keringat para pekerja rumahan di Daerah Istimewa Yogyakarta, kata Warisa.
“Kami berharap pemerintah segera menerbitkan peraturan menteri (Permen) untuk mengatur atau melindungi pekerja informal. Sejumlah lembaga pemerhati masalah pekerja informal, dan federasi pekerja informal di beberapa daerah turut membantu pemerintah dengan mengajukan draf peraturan menteri soal pekerja informal ini,”kata Warisa.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rumahan Kabupaten Bantul, Warisa. Setiap pekerja rumahan menyampaikan aspirasi kepada juragan (pemberi kerja) mereka selalu diancam untuk dipecat dengan alasan masih banyak tenaga kerja rumahan yang mengantre pekerjaan serupa.
Ia mengatakan, banyak masalah seputar pekerja informal. Pekerja rumahan misalnya, saat membuat topi, kipas, dan keranjang dari bambu pesanan juragan, sering mengalami kecelakaan. Tangan teriris pisau, tertusuk bambu, dan tergores bilahan bambu. Mereka tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan.
Hal ini terjadi karena mereka bekerja secara manual, dengan target waktu yang begitu terbatas. Misalnya, satu pekerja rumahan harus menyelesaikan 1.500 kipas dari bambu dalam tenggat waktu dua pekan. Sementara mereka harus menyiapkan beberapa bagian dari bambu itu untuk membentuk satu kipas. Satu kipas hanya dihargai Rp 2.500.
Selain menyelesaikan pesanan juragan, mereka juga harus mengurus anak dan suami, membereskan pekerjaan di dalam keluarga, dan mengikuti sejumlah kegiatan sosial seperti arisan keluarga. Mereka menggunakan listrik sendiri pada malam hari.
Semua ini tidak dipertimbangkan pemberi kerja. Ketika pekerja meminta perhatian juragan terkait hal-hal itu, mereka malah diancam untuk berhenti mendapatkan pekerjaan itu, dengan alasan masih banyak pekerja rumahan yang mengharapkan pekerjaan serupa.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Pekerja Informal termasuk buruh gendong pun butuh perlindungan terutama BPJS Ketenagakerjaan.
Jumlah pekerja rumahan di Bantuk 202 orang. Mereka terlibat merajut sepatu, kipas wajah, tas kerja, gantungan kunci, menjahit jilbab, dan baju. Mengolah emping melinjo, dan kerupuk.
“Tas tangan dan kipas wajah bertuliskan Jogya atau Malioboro, dijual di Malioboro, itu sebagian hasil karya para pekerja rumahan dari Bantul. Demikian pula asesoris lain, tidak lepas dari keringat para pekerja rumahan di Daerah Istimewa Yogyakarta,”kata Warisa.
Koordinator Program Pekerja Rumahan Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) Yogyakarta Hikmah Diniah mengatakan, ada 10 serikat pekerja rumahan, masing-masing tersebar pada lima desa di Bantul dan lima kelurahan di Kota Yogyakarta. Bantul dan Yogyakarta juga membentuk federasi serikat pekerja rumahan sendiri.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Pengurus Federasi Serikat Pekerja Rumahan Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta bertemu untuk arisan dan membahas sejumlah masalah terkait Pekerja Rumahan. Mereka berharap pemerintah segera menerbitkan Permen Ketenagakerjaan untuk mengakomodir aspirasi dan harapan mereka.
Setiap serikat pekerja di desa atau kelurahan mendapatkan surat keputusan dari kepala desa dan lurah. Jumlah anggota federasi serikat pekerja Bantul dan Yogyakarta sebanyak 1.297 orang, tetapi yang aktif dalam organisasi 505 orang.
Setiap bulan Federasi Serikat Pekerja Rumahan DI Yogyakarta melakukan pertemuan. Dalam pertemuan ini selau ada usulan anggota meminta dukungan pemerintah segera menerbitkan Permen Ketenagakerjaan soal pekerja informal.
“Pekan lalu saya ke Jakarta menemui staf Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Tenaga Kerja. Mereka sepakat segera menerbitkan Permen mengenai tenaga kerja informal ini karena dinilai sangat mendesak diterbitkan, dalam rangka melindungi para pekerja informal,”kata Diniah.
Selain itu, organisasi ini juga mengharapkan segera diterbitkan Perda Ketenagakerjaan DI Yogyakarta. Jawa Tengah juga sedang dipersiapkan Pergub Ketenagakerjaan. Perda dan Pergub ini mengatur pekerja Informal. Draf Perda dan Pergub ini juga menyangkut hak-hak pengusaha, selain kewajiban. Federasi Pekerja Informal di DI Yogykarta dan Jawa Tengah diadvokasi Yasanti.
Ia mengatakan, pekerja informal turut memberi andil bagi pengembangan usaha dan kemajuan ekonomi suatu daerah, entah itu pekerja rumahan, buruh gendong atau asisten rumah tangga. Kelompok pekerja informal ini tidak diakomodir dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Pekan lalu saya ke Jakarta menemui staf Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Tenaga Kerja. Mereka sepakat segera menerbitkan Permen mengenai tenaga kerja informal ini karena dinilai sangat mendesak diterbitkan, dalam rangka melindungi pekerja informal, kata Diniah.
“Jika ada Permen, Perda, dan Pergub nasip pekerja informal relative lebih baik dibanding saat ini. Pengusaha atau majikan yang mempekerjakan buruh informal ini pun lebih patuh dan taat memperhatikan hak-hak pekera informal,”kata Diniah.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Koordinator Program Pekerja Rumahan Yayasan Annisa Swasti Yogyakarta Hikmah Diniah. Yasanti terus mendorong agar peraturan hukum bagi pekerja informal minimal Peraturan Menteri segera diterbitkan.