Target Kunjungan 2 Juta Wisatawan Mancanegara di Borobudur
Borobudur ditargetkan agar bisa menyedot 2 juta wisatawan mancanegara per tahun. Sebanyak 1 juta wisatawan mancanegara itu ekspektasinya datang melalui penerbangan langsung di Bandara Internasional Yogyakarta.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
KULON PROGO, KOMPAS - Borobudur ditargetkan agar bisa menyedot 2 juta wisatawan mancanegara per tahunnya. Sebanyak 1 juta wisatawan mancanegara itu ekspektasinya datang melalui penerbangan langsung yang mendarat di Bandara Internasional Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam acara focus grup discussion bertema “Meraih 1 Juta Wisatawan Mancanegara ke DSP (Destinasi Super Prioritas) Borobudur Melalui Pengembangan Aksesibilitas Bandara Internasional Yogyakarta” di Bandara Internasional Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (18/9/2019).
“Tahun 2020, saya minta kunjungan wisman (wisatawan mancanegara) melalui Bandara Internasional Yogyakarta itu mencapai 1 juta,” kata Arief.
Arief mengatakan, permintaannya itu disertai dukungan anggaran tambahan yang total besarannya bisa mencapai Rp 3 triliun. Sebanyak Rp 2,1 triliun digunakan untuk pembangunan infrastruktur pendukung. Itu berupa pembangunan jalan dari Bandara Internasional Yogyakarta menuju Candi Borobudur dan aksesibilitas kereta api dari bandara tersebut ke Kota Yogyakarta.
Selain itu, anggaran juga dialokasikan untuk promosi dan pemberian insentif yang besarnya hingga Rp 70 miliar. Demi menyiapkan sumber daya manusia yang menjadi tujuan destinasi wisata prioritas itu nanti juga dianggarkan dana sebesar Rp 15 miliar.
Kelemahannya adalah kita kurang atraksi. Kita harus buat paket yang sedemikian rupa sehingga rata-rata lama tinggal mereka bisa meningkat. Itu bisa dilakukan jika pengelolaan ini tidak dilakukan masing-masing daerah, tetapi saling berkoordinasi, ujar Arief.
Arief menyampaikan, wisatawan mancanegara yang datang dengan penerbangan langsung menuju Borobudur, berjumlah 150.000 orang, dari Bandara Internasional Adisutjipto. Masih harus ditingkatkan sedikitnya tujuh kali lipat dibandingkan jumlah kunjungan terkini.
Ia optimis mengingat ada permintaan penumpang sebesar 8,4 juta penumpang, di Bandara Internasional Adisutjipto, pada 2018. Padahal, kapasitas dari bandara tersebut hanya 1,8 juta penumpang per tahun. Optimisme tersebut muncul mengingat kapasitas Bandara Internasional Yogyakarta, jika sudah beroperasi penuh, akan mencapai 20-25 juta penumpang per tahun.
Pertumbuhan ekonomi
Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi menyampaikan, keberadaan bandara baru itu bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di DIY dan sekitarnya lewat sektor pariwisata. “Bandara ini bisa bisa menyediakan kapasitas hingga 20 juta penumpang setahun. Porsi untuk pariwisata bisa lebih besar lagi,” katanya.
Hingga saat ini, memang belum ada penerbangan internasional yang beroperasi di bandara tersebut. Penerbangan yang tersedia baru rute domestik saja dengan jumlah 14 penerbangan per harinya. Pada bulan ini, rencananya akan ada penambahan rute domestik mencapai 34 penerbangan per hari. Penerbangan tersebut merupakan rute baru. Bukan rute yang dipindahkan dari Bandara Internasional Adisutjipto ke bandara tersebut.
Faik menyatakan, penerbangan internasional dengan rute penerbangan langsung akan mulai beroperasi di bandara tersebut, pada April 2020. Adapun maskapai yang akan beroperasi itu merupakan maskapai penerbangan internasional yang sudah beroperasi sebelumnya, seperti Air Asia dan Singapore Airlines. “Maskapai internasional lainnya, kami masih menunggu konfirmasi,” katanya.
Sementara itu, Arief menyatakan, permasalahan lainnya adalah lama tinggal yang sangat sebentar dari para wisatawan mancanegara. Di Borobudur, rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara itu hanya 1,5 hari. Kemudian, di wilayah DIY, rata-rata tinggalnya hanya 2,5 hari. Padahal angka rata-rata nasional itu mencapai 8 hari.
“Kelemahannya adalah kita kurang atraksi. Kita harus buat paket yang sedemikian rupa sehingga rata-rata lama tinggal mereka bisa meningkat. Itu bisa dilakukan jika pengelolaan ini tidak dilakukan masing-masing daerah, tetapi saling berkoordinasi,” ujar Arief.
Pengemasan atraksi
Ketua Tim Percepatan Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas Hiramsyah S Thaib mengatakan, pengemasan atraksi tersebut yang harus dioptimalkan. Potensi yang dimiliki begitu besar tetapi lemah dalam eksekusinya. Atraksi yang dipunya itu perlu didorong agar mampu memberikan pengalaman unik dan menarik bagi wisatawan. Khususnya wisatawan milenial yang kini jumlahnya sekitar 50 persen dari total wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.
“Karena, kalau kita bisa mengemas itu, dampaknya bukan hanya pertumbuhan jumlah wisman. Tetapi, juga length of stay (lama tinggal),” kata Hiramsyah.
Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Edy Setijono menyampaikan, pertimbangan wisatawan untuk tinggal lama di suatu daerah itu dilihat dari seberapa banyak destinasi yang bisa dikunjungi. Kelengkapan jenis destinasi menjadi hal yang harus digali setiap daerah. Integrasi antardestinasi itu perlu didorong guna menambah kenyamanan para wisatawan.
Edy menyampaikan, pihaknya mencoba membuat sistem bundling ticket yang berlaku di destinasi-destinasi unggulan wilayah DIY, Solo, dan Semarang. Setiap destinasi itu pun perlu punya standar keamanan dan kebersihan yang harus dipenuhi. Lalu, narasi dari setiap destinasi juga hendaknya dibuat semenarik mungkin untuk menambah minat kunjungan.
Direktur Utama Badan Otorita Borobudur Indah Juanita menyepakati hal tersebut. Menurut dia, kekayaan atraksi yang dimiliki di wilayah DIY bisa menjadi peluang meningkatkan lama tinggal wisatawan. Hal yang perlu dikoordinasikan adalah jadwal dari setiap ajang hiburan itu agar tidak saling berbenturan.
Kondisi itu memungkinkan wisatawan untuk terus menyambung kunjungannya dari satu atraksi ke atraksi lainnya. Dalam satu tahun, ada lebih dari 200 acara seni budaya yang menarik bagi wisatawan di wilayah DIY, Solo, dan Semarang.