Pelaku Usaha Bersiap Hadapi Potensi Resesi Ekonomi
Oleh
C Anto Saptowalyono
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Para pelaku usaha mengambil sejumlah langkah untuk menghadapi risiko resesi ekonomi global. Mereka membutuhkan dukungan teknologi dan regulasi yang probisnis agar mampu bersaing di tengah kompetisi yang ketat.
Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia, Abdul Sobur dari Shanghai, China, Minggu (8/9/2019) menyatakan, perlu banyak investasi untuk bertahan di tengah ketatnya persaingan industri, terutama terkait efisiensi. Investasi itu di antaranya untuk belanja teknologi demi meningkatkan hasil produksi.
Pendekatan konservatif yang ditempuh pengusaha adalah memangkas biaya yang signifikan membebani perusahaan. Tujuannya sekedar bisa bertahan. "Butuh upaya lebih ekspansif untuk menaikkan volume bisnis," ujarnya.
Pelaku industri di negara maju kawasan Eropa dan Amerika, China, Vietnam, dan Malaysia dinilai lebih signifikan dalam meningkatkan efisiensi. "Mereka mengubah kegiatan produksi dari konvensional ke arah mekanisasi," kata Abdul.
Migrasi dari mekanisasi ke digital tersebut dilakukan melalui penerapan teknologi. Investasi mesin dan teknologi mutlak diperlukan agar produksi meningkat signifikan dan mereduksi beban biaya yang tidak perlu.
Menurut dia, tanpa dukungan teknologi canggih dan dukungan regulasi pemerintah yang produnia usaha, industri dan ekonomi nasional akan menurun. Hal ini karena industri dalam negeri tidak memiliki daya saing kuat dibanding negara lain yang sudah lebih sadar dalam mereduksi sejumlah hambatan.
"Vietnam dan Malaysia adalah contoh negara yang paling adaptif bahkan mampu mengambil manfaat besar dari perang dagang China dan AS," ujar Abdul Sobur.
Vietnam dan Malaysia pun sudah menjadi tujuan utama relokasi industri dari China, Taiwan, dan Jepang. Kondisi ini didukung regulasi kedua negara tersebut yang menarik bagi investor untuk masuk.
Terkait langkah menghadapi pelemahan ekonomi dan peningkatan risiko resesi ekonomi global, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman dari Jepang, Sabtu (7/9/2019) menyatakan, pengusaha waspada dan mencoba mengamankan transaksi dan keuangan agar tidak defisit.
Menurut Adhi, pengusaha juga berupaya menjaga operasional bisnis tetap lancar. "(Pengusaha) Tetap optimistis mencari pasar baru dan menjaga yang sudah ada. Upaya lain adalah mencari peluang dari pertikaian negara besar," ujar Adhi.
Merujuk data Badan Pusat Statistik, total ekspor periode Januari-Juli 2019 senilai 95,79 miliar dollar AS atau turun 8,02 persen dibandingkan periode sama 2018 yang 104,14 miliar dollar AS.