Pertumbuhan volume barang yang diangkut menggunakan kereta api terus meningkat. Namun, pertumbuhan itu dinilai belum maksimal karena masih banyak kendala yang belum bisa diatasi.
Oleh
M CLARA WRESTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan volume barang yang diangkut menggunakan kereta api terus meningkat. Namun, pertumbuhan itu dinilai belum maksimal karena masih banyak kendala yang belum bisa diatasi.
Padahal, jika lebih banyak barang yang diangkut menggunakan kereta api, biaya logistik yang masih tinggi di Indonesia diyakini bisa diturunkan.
Saat ini biaya logistik di Indonesia masih sekitar 24 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 1.820 triliun. Biaya logistik yang tinggi ini membuat produk Indonesia menjadi kurang kompetitif. Dari jumlah itu, sektor transportasi mengambil porsi yang terbesar, yakni 60 persen dari biaya logistik. Oleh karena itu, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan pemanfaatan KA logistik dalam transportasi barang.
Ketua Umum Masyarakat Perkeretaapian Indonesia (Maska) Hemanto Dwiatmoko mengatakan, seharusnya peran KA logistik bisa lebih besar dalam angkutan logistik karena sudah banyak infrastruktur perkeretaapian dibangun. ”Di jalur Pantura Jawa, jalur kereta api sudah dibangun ganda sehingga kapasitas perjalanan kereta bisa ditambah,” kata Hermanto, di Jakarta, Selasa (3/9/3019).
Namun, pembangunan infrastruktur itu tidak cukup karena masih belum terhubung dengan pelabuhan dan sentra-sentra produksi. Jika sudah terhubung, sarana bongkar muat barang untuk kereta api juga masih harus dilengkapi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulmafendi mengatakan, peran kereta api dalam angkutan barang masih sangat kecil, yakni hanya 1 persen dari total pengangkutan. Sekitar 90 persen pengangkutan barang masih menggunakan truk. Namun, pertumbuhan volume barang yang diangkut tiap tahun terus meningkat. Jika pada 2016 volume barang hanya 32,49 juta ton, pada 2017 meningkat menjadi 40 juta ton dan pada 2018 naik lagi menjadi 45,2 juta ton.
”Ada banyak kelebihan yang diperoleh dengan pengangkutan kereta api. Misalnya, kepastian waktu, kapasitas angkut yang besar, efisien, emisi gas buang yang rendah, dan keamanan,” kata Zulmafendi.
Namun, pengangkutan dengan kereta barang juga memiliki kekurangan, antara lain belum tersedia layanan pintu ke pintu. Akibatnya, biaya handling lebih mahal dibandingkan dengan moda truk. ”Total waktu angkut lebih lama dan kurang fleksibel,” ujar Zulmafendi.
Untuk mengatasi berbagai kendala tersebut, Direktorat Jenderal Perkeretapian telah membuat rencana strategis pembangunan perkeretaapian. Rencana itu di antaranya membangun jalur ganda di Jawa dan Sumatera, reaktivasi jalur kereta, integrasi jalur kereta dengan pelabuhan, membangun jalur baru kereta yang menghubungkan sentra-sentra produksi, seperti industri, pertambangan, perkebunan, dan pertanian dengan pelabuhan.
Namun, untuk membangun itu, tidak bisa mengharapkan anggaran dari pemerintah secara keseluruhan. ”Anggaran yang dibutuhkan Rp 35,96 triliun. Anggaran itu tidak bisa dipenuhi semuanya oleh pemerintah. Perlu ada kerja sama dengan BUMN dan sektor swasta,” kata Zulmafendi.
Direktur Utama PT Kereta Api Logistik Hendy Helmi mengatakan, pertumbuhan volume angkutan barang yang diangkutnya mengalami pertumbuhan rata-rata 18,8 persen setiap tahun. Pertumbuhan ini akan terus terjaga hingga lima tahun ke depan.
Pertumbuhan yang sangat positif itu tetap terjadi walaupun masih banyak kendala belum teratasi. ”Misalnya, saat ini sentra-sentra industri tersebar di mana-mana dan jauh dari jalur kereta api sehingga menimbulkan inefisiensi dalam handling,” ujar Hendy.
Selain itu dominasi barang masih satu arah, yakni Jakarta ke Surabaya hingga kapasitas penuh. Sementara arah Surabaya ke Jakarta ke Surabaya hanya terisi 20-40 persen dari kapasitas armada.
”Masih banyak yang harus dilakukan, seperti pembenahan emplasemen di stasiun, sistem perpindahan jalur kereta, pemanfaatan teknologi, dan sebagainya,” tutup Hendy.