Pendanaan dari perbankan masih menjadi sumber pembiayaan penting bagi pelaku usaha di sektor riil. Pelaku usaha berharap suku bunga pinjaman segera turun karena akan meningkatkan daya saing produk industri.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendanaan dari perbankan masih menjadi sumber pembiayaan penting bagi pelaku usaha di sektor riil. Pelaku usaha berharap suku bunga pinjaman segera turun karena akan meningkatkan daya saing produk industri.
”Penurunan suku bunga pinjaman berpotensi membuat harga jual produk lebih kompetitif karena dapat menurunkan biaya di berbagai tahapan produksi,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono ketika dihubungi di Jakarta, Senin (2/9/2019).
Fajar menuturkan, suku bunga bank di Indonesia dari dulu tergolong tinggi di ASEAN. Inflasi yang belakangan sudah mulai turun diharapkan dapat diikuti penurunan suku bunga pinjaman. Apalagi, Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga acuan dalam dua bulan berturut-turut, Juli dan Agustus, menjadi 5,5 persen.
Menurut Fajar, perbankan harus mempertimbangkan tingkat suku bunga yang kompetitif. ”Apalagi, mau tidak mau, perbankan juga harus berkompetisi antarsesama bank maupun dengan institusi keuangan lain,” katanya.
Selain mencari pembiayaan dari perbankan, tambah Fajar, korporasi juga dapat menerbitkan surat utang atau melepas saham di bursa.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman menuturkan, surat utang sudah lama merupakan alternatif pembiayaan bagi perusahaan.
”Bagi perusahaan publik, surat utang memang jadi pilihan cepat. Namun, belum bisa bagi perusahaan nonpublik,” kata Adhi.
Di acara Kadin Talks pekan lalu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, penurunan biaya dana akan mendorong dunia usaha lebih berkembang dan lapangan kerja juga kian banyak tercipta.
Gubernur BI Perry Warjiyo di acara Kadin Talks menyebutkan, ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi penurunan suku bunga kredit. Faktor-faktor tersebut, di antaranya kebijakan suku bunga, likuiditas, dan relaksasi regulasi, seperti soal uang muka.
Salah satu hal yang menjadi kendala adalah premi risiko. ”Kami tidak bisa secara total menyalahkan perbankan. Di mana pun, kalau menyalurkan kredit ke dunia usaha, salah satu pertimbangan suku bunga adalah risiko kegagalan. Karena itu adalah dana nasabah,” kata Perry.
Di sisi lain, menurut Perry, marjin bunga bersih perbankan (NIM) di Indonesia masih dapat turun lagi. Peningkatan efisiensi di dunia perbankan dinilai menjadi kunci untuk menurunkan NIM. (CAS)