Rendahnya penggunaan komponen lokal dalam pembangunan kapal dan juga belum banyaknya teknologi yang digunakan dalam industri pertanian menuntut inovasi, komitmen, serta keberpihakan terhadap industri dalam negeri.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masih rendahnya penggunaan komponen lokal dalam pembangunan kapal dan juga belum banyaknya teknologi yang digunakan di industri pertanian menuntut inovasi, komitmen, serta keberpihakan terhadap industri dalam negeri. Jika tidak, Indonesia akan sulit keluar dari ketertinggalan di dalam industri hingga beberapa tahun ke depan.
Demikian benang merah dalam diskusi ”Tantangan Revolusi 4.0 pada Industri Maritim dan Industri Pertanian” dalam pembukaan pameran Inamarine & Inagritech 2019 di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Menurut Wakil Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Anita Puji Utami, saat ini serapan komponen dalam negeri pada industri galangan kapal baru mencapai 40 persen. Sisanya masih dipenuhi dari produk luar negeri. Masih tingginya komponen produk impor membuat daya saing kapal dalam negeri masih sangat rendah.
”Padahal, dari segi kemampuan, industri galangan kapal dalam negeri dalam membangun dan memperbaiki kapal berbagai jenis sudah cukup memadai,” kata Anita.
Menurut dia, industri penunjang atau komponen di dalam negeri belum tumbuh maksimal karena pembangunan kapal sifatnya masih berdasarkan pesanan. ”Jika pemerintah dan swasta banyak memesan kapal, industri komponen dalam negeri akan tumbuh. Teknologi pembuatan komponen dikuasai industri dalam negeri, hanya perlu didukung komitmen dan kerja sama yang baik antara industri galangan kapal dan pelayaran atau pengguna kapal sehingga investasi di industri penunjang dapat tumbuh tinggi,” ujarnya.
Anita menambahkan, apabila industri galangan kapal tidak berkembang, investasi yang ditanamkan dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) akan mubazir. ”Untuk menciptakan seorang tukang las butuh biaya Rp 20 juta. Satu galangan kapal memiliki tukang las 500-1.000 orang. Bayangkan, investasi SDM yang sia-sia jika industri ini tidak berkembang. Belum investasi di peralatan,” ujar Anita.
Ketua Umum DPP Masyarakat Agrobisnis dan Agroindustri Indonesia Fadel Muhammad mengatakan, perkembangan industri pertanian saat ini sudah sangat cepat. Banyak negara yang melakukan investasi besar dalam teknologi pertanian, seperti Brasil dan China.
”Mereka telah membangun pertanian dalam skala yang sangat besar. Kita juga sudah membangun pertanian, tetapi belum menggunakan teknologi modern dan skalanya masih kecil. Akibatnya, kita tidak bisa menjaga rantai pasok sehingga tidak ada kesinambungan pasokan,” ujar Fadel.
Efisiensi dan daya saing merupakan kunci dari jawaban dari persoalan di industri pertanian. ”Kita harus bisa menjaga kualitas agar bisa memenuhi permintaan pasar. Untuk itu, kuantitas harus diatur agar memenuhi standar mutu. Saat ini banyak industri yang tidak mampu menjaga kontinuitas pasokan. Jadi kemudian akhirnya diambil alih oleh perusahaan multinasional,” kata Fadel.
Upaya peningkatan kualitas dalam industri pertanian ini harus segera dilakukan. Jika tidak, Indonesia bisa sulit untuk keluar dari ketertinggalannya dari negara lain. ”Semua pemangku kepentingan harus mengambil langkah jangka panjang, jangan pragmatis yang hanya mempertimbangkan kondisi saat ini,” ujar Fadel.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan, pemerintah sudah menerbitkan konsep baru, yakni Industri 4.0. Konsep baru ini diharapkan bisa meningkatkan kapasitas dan daya saing industri hingga 15-20 persen.
Di bidang industri maritim, pemerintah sudah membuat desain kapal series. Hal ini dilakukan karena kapal-kapal dalam negeri mempunyai masalah pada desain. ”Pemerintah juga sudah menggalakkan kerja sama dengan dunia usaha untuk menciptakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan, melakukan sertifikasi produk dan SDM, dan memberikan kebijakan fiskal seperti tax holiday,” kata Harjanto.