Pemerintah Daerah Dinilai Kurang Optimal Menyerap Garam
Problem menahun Kabupaten Brebes, Jateng, terkait anjloknya harga garam pada masa panen hingga kini tak kunjung teratasi. Pemerintah kabupaten dinilai belum optimal dalam upaya penyerapan garam dari petani.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
BREBES, KOMPAS — Problem menahun Kabupaten Brebes, Jateng, terkait anjloknya harga garam pada masa panen hingga kini tak kunjung teratasi. Pemerintah kabupaten dinilai belum optimal dalam upaya penyerapan garam dari petani.
Hal tersebut diungkapkan anggota Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Brebes, Zaki Safrudin, pada Rabu (28/8/2019) di Brebes dengan mengatakan, selama ini koperasi milik pemerintah baru sebatas menampung, belum mampu menyerap garam petani.
”Koperasi harusnya ada untuk membantu membeli garam dari petani, terutama saat harganya sedang jatuh seperti sekarang. Realitasnya fungsi koperasi hanya sebagai tempat penyimpanan,” ucap Zaki.
Merosotnya harga garam menurut dia dipicu merembesnya garam impor ke pasar konsumsi. Impor garam disebabkan karena garam petani lokal belum mampu memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan industri.
Terkait kualitas garam Brebes yang kurang memenuhi standar, Zaki menyarankan agar pemerintah bisa membantu memberikan pelatihan atau pembinaan agar para petani bisa memproduksi garam sesuai dengan kebutuhan pasar. Jadi, pembelian garam petani dengan harga yang murah dengan alasan kualitas garam rendah tidak terjadi lagi.
Selain memberikan pelatihan dan pembinaan terkait cara memproduksi garam sesuai dengan standar, pemerintah diharapkan juga bisa memberikan bantuan alat-alat produksi. Hal itu perlu dilakukan untuk menunjang hasil panen petani.
Dua pekan belakangan harga garam di Kabupaten Brebes terus merosot hingga Rp 200 per kilogram. Padahal, biaya produksi garam Rp 700-Rp 750 per kilogram. Menurut Surya (49), salah satu petani garam di Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, harga garam saat ini merupakan yang paling rendah sejak lima tahun terakhir.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Brebes mencatat, di Brebes ada sekitar 600 petani garam dengan luas tambak sekitar 570 hektar. Hasil panen garam hingga saat ini sekitar 47.000 ton. Agar petani garam tidak rugi, harga di tingkat petani sekitar Rp 900 - Rp 1.000 per kilogram.
Pindah
Kian terpuruknya harga garam membuat sebagian petani Kabupaten Brebes memilih untuk berpindah mata pencarian. Lahan tambak garam milik mereka dibiarkan begitu saja.
Endro (30), warga Desa Sawojajar, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, yang semula adalah petani garam memilih untuk mengojek. Endro memutuskan untuk beralih mata pencarian sejak awal Agustus lalu. ”Garam hasil panen awal tahun saja belum laku, jadi tidak produksi lagi. Sementara ini saya coba mengojek dulu sambil menunggu harga membaik,” katanya.
Menurut Endro, beberapa petani garam di Brebes yang tidak kuat menghadapi anjloknya harga garam memutuskan untuk perpindah mata pencarian. Mereka memilih menjadi buruh bangunan, nelayan, kuli panggul di pasar, hingga pengojek seperti dirinya.
Garam hasil panen awal tahun saja belum laku, jadi tidak produksi lagi. Sementara ini saya coba mengojek dulu, sambil menunggu harga membaik.
Endro berharap, pemerintah bisa segera membantu mencarikan solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah menahun ini. Jadi, kehidupan petani garam di Brebes bisa lebih sejahtera.