Perusahaan Pembiayaan Diimbau Salurkan Kredit Pondok Wisata
Kementerian Pariwisata mendorong perusahaan pembiayaan untuk masuk dan membuka akses pinjaman pengelolaan pondok wisata atau homestay di destinasi wisata prioritas. Dengan demikian, pelaku usaha pariwisata skala kecil terbantu untuk mengembangkan usahanya.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pariwisata mendorong perusahaan pembiayaan untuk masuk dan membuka akses pinjaman pengelolaan pondok wisata atau homestay di destinasi wisata prioritas. Dengan demikian, pelaku usaha pariwisata skala kecil terbantu untuk mengembangkan usahanya.
Penyaluran pinjaman juga disertai dengan pendampingan. Salah satu perusahaan pembiayaan yang sudah terjun adalah PT Sarana Multigriya Finansial (SMF).
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Anneke Prasyanti, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (25/8/2019), mengatakan, pada mulanya, Kemenpar menjajaki regulasi pembiayaan di Kementerian Keuangan. Setelah itu, Kemenpar berkoordinasi dengan PT SMF. Nota kesepahaman sudah ditandatangani kedua instansi.
Sejauh ini, ada dua desa wisata yang dinilai sudah terdampak, yaitu Desa Wisata Samiran, Boyolali (Jawa Tengah), dan Desa Wisata Nglanggeran, Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta).
Pada Kamis pekan lalu, Kemenpar dan PT SMF menandatangani perjanjian kerja sama dukungan pembiayaan homestay di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas di Balai Desa Kuta, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Implementasi perjanjian kerja sama itu adalah pendistribusian kredit ke desa wisata ditambah sampai ke Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Nusa Tenggara Barat.
”Pinjaman diberikan kepada pengelola desa wisata dengan bunga rendah. Kredit yang diterima dipakai untuk pengembangan atau pembangunan homestay,” ujar Anneke.
Kepala Divisi Manajemen Kredit PT SMF Leo Khadafi menjelaskan, syarat menjadi desa peminjam adalah adanya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang telah berkarya aktif dan badan usaha milik desa. Kedua organisasi ini harus bisa saling berkoordinasi.
”Rekam jejak Pokdarwis sangat penting. Selama badan usaha milik desa yakin masyarakat mempunyai kemampuan mengembalikan kredit, kucuran pinjaman dapat dilaksanakan,” ujarnya.
Bersamaan dengan proses penyaluran pinjaman, masyarakat desa wisata juga diberikan bimbingan teknis pengelolaan anggaran pengembangan homestay desa wisata.
Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata berkoordinasi dengan akademisi, BUMN/swasta, pemerintah, dan media sebagai bagian strategi memajukan homestay di 10 destinasi pariwisata prioritas.
Homestay desa wisata berbentuk rumah hunian yang dimiliki dan dikelola oleh warga lokal. Fungsinya adalah memenuhi kebutuhan penginapan.
Pengembangan homestay diharapkan mampu mendukung keperluan amenitas wisatawan mancanegara ataupun nusantara. Kemenpar diketahui telah mempunyai Buku Panduan Pengembangan Homestay yang mengacu pada standar ASEAN sebagai bahan edukasi bagi masyarakat pelaku usaha. (MED)