Ditjen Pajak Berharap Kepatuhan Wajib Pajak Meningkat
BADUNG, KOMPAS - Porsi pengumpulan pajak dengan metode effort masih berkontribusi 15 persen terhadap total penerimaan. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berharap bisa menekan porsi pengumpulan dengan metode itu sampai sepuluh persen.
Contoh metode effort adalah memeriksa dan mencegah wajib pajak ke luar negeri, pengawasan dalam bentuk menyurati untuk klarifikasi pajak, serta pembetulan pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Metode ini diyakini bisa menambah penerimaan pajak.
Sementara porsi voluntary saat ini sebesar 85 persen. Dengan menekan porsi metode effort sampai 10 persen, harapannya porsi voluntary bisa naik menjadi 90 persen.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Yon Harsal, di sela-sela temu media di Kuta, Bali, Jumat (2/7/2019) mengatakan, mengacu penerimaan pajak di negara lain, porsi voluntary biasanya sudah 95 persen. DJP akan mulai memberlakukan porsi effort 10 persen dan voluntary 90 persen pada tahun 2019 dengan meningkatkan pengawasan.
Berdasarkan Capaian Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Januari hingga Juli 2019, total wajib pajak terdaftar 42,5 juta. Total wajib pajak terdaftar wajib SPT sebanyak 18,3 juta. Target kepatuhan pelaporan SPT sebesar 85 persen, sedangkan realisasi 67,2 persen. Dengan demikian, gap atas kepatuhan formal wajib pajak mencapai 17,8 persen atau 3,2 juta SPT.
Realisasi 12,32 juta kepatuhan formal SPT terdiri dari wajib pajak badan sebanyak 843.000, orang pribadi karyawan 10,17 juta, dan orang pribadi nonkaryawan 1,3 juta.
Untuk wajib pajak terdaftar wajib SPT di sektor industri batu bara dan kelapa sawit, Yon mengatakan masih ada perusahaan sektor itu yang belum patuh. Di luar kasus spesifik itu, dia mengemukakan tingkat kepatuhan perusahaan-perusahaan di daerah pun masih rendah.
"Kami bekerja sama dengan pemerintah daerah, terutama untuk mengejar kepatuhan pajak kepada para bendahara perusahaan yang menang tender. Kami juga menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jadi, kami mengoptimalkan semua lini mitra kerja sama untuk meningkatkan kepatuhan pajak," tutur dia.
Yon secara khusus mengungkapkan, selama tahun 2018, jumlah UMKM membayar pajak sebanyak 1,7 juta. Pada periode Januari - Juni 2019, jumlah UMKM yang membayar sudah mencapai 1,3 juta. Dia meyakini, situasi ini dipengaruhi oleh pemberlakuan penurunan Pajak Penghasilan (PPh) final dari 1 persen menjadi 0,5 persen.
"Karena dampaknya (penurunan PPh final) bagus, kami berharap, jumlah UMKM yang membayar pajak sebanyak dua juta sampai akhir tahun 2019," tambah dia.
Managing Partner Danny Darussalam Tax Centre (DDTC) Darussalam, yang dihubungi secara terpisah, memandang, tingginya jurang antara realisasi penyampaian SPT dengan target perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Dalam konteks sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak menghitung, bayar, lapor (self-assessment) yang dianut Indonesia, SPT merupakan alat untuk menguji kepatuhan wajib pajak. Dengan demikian, semakin besar kesenjangan jumlah dengan target SPT dilaporkan akan menyulitkan upaya penegakan hukum.
Terkait dengan angka kepatuhan formal, kata dia, pemerintah sebenarnya sudah berusaha memperbaiki mekanisme pelaporan SPT secara daring. Misalnya, notifikasi pengingat waktu pelaporan yang dikirim ke surat elektronik wajib pajak. Inovasi terbaru mekanisme pelaporan adalah sistem unifikasi SPT yang akan segera diluncurkan.
Darussalam mengingatkan agar tidak terjebak dengan data angka kepatuhan penyampaian SPT secara formal. Dia berpendapat, data angka kepatuhan pelaporan SPT secara formal tidak berbanding lurus dengan data angka kepatuhan material. Angka kepatuhan material adalah kebenaran jumlah pajak terutang yang dilaporkan dalam SPT.
Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center Ajib Hamdani memandang, pemerintah cenderung mengutamakan sisi penerimaan, tetapi sosialisasi peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban pajaknya belum optimal. Kewajiban wajib pajak meliputi daftar, hitung, bayar, dan lapor.
Pada saat bersamaan, dia mengamati program intensifikasi belum berimbang dengan gencarnya program ekstensifikasi pajak. Ekstensifikasi adalah upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan menambah jumlah wajib pajak yang belum terdaftar. Sementara intensifikasi pajak merupakan kegiatan pengoptimalan penggalian penerimaan pajak terhadap obyek dan subsektor pajak yang telah tercatat dalam administrasi DJP.
Ajib menyarankan kepada pemerintah agar lebih gencar mengedukasi para wajib pajak tentang kewajiban pajak mereka dengan baik dan benar. "Dengan sistem self-assesment yang berlaku di Indonesia, pemerintah bertumpu pada pengumpulan pajak para wajib pajak. Saya rasa, pemerintah perlu memiliki lebih banyak terobosan untuk meningkatkan kesadaran tax complience, misalnya menggandeng asosiasi," tutur dia.
Baca juga: Pemerintah Diminta Fokus Pacu Reformasi Perpajakan
Terkait pajak UMKM, Darussalam mengemukakan, tujuan utama penurunan PPh final dari 1 persen menjadi 0,5 persen adalah memperluas basis wajib pajak dengan cara menarik UMKM masuk ke sistem pajak melalui simplifikasi.
Dengan masuknya para UMKM tersebut ke sistem perpajakan, DJP dapat melakukan pembinaan serta pengawasan kewajiban perpajakan mereka. "Hal yang terpenting adalah menjaring sebanyak mungkin UMKM," kata dia.
Reformasi pajak
Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan Article for Consultation 2019 menyebut penerimaan pajak Indonesia relatif rendah dan kondisi pasar keuangan masih dangkal. Kondisi ini membuat fundamen ekonomi Indonesia rentan terhadap gejolak perekonomian global. Selain itu, pembiayaan defisit anggaran dan transaksi berjalan juga ditopang aliran modal asing sehingga stabilitas perekonomian menjadi rentan.
IMF menyarankan agar Indonesia menyusun strategi pendapatan jangka pendek untuk mencari sumber-sumber penerimaan baru dan mendorong pendalaman pasar keuangan dengan meningkatkan jumlah investor domestik.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, sejalan dengan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP), sistem teknologi informasi DJP akan berubah dan mengandalkan otomasi dalam tiga - empat tahun mendatang. Dampak nyata adalah perubahan cara bekerja. Laman DJP akan menjadi pintu utama pelayanan dan penyampaian informasi, baru diikuti telepon, dan tatap muka.
Tempat pelayanan terpadu atau TPT kantor DJP sekarang berjumlah 500-an unit. Setiap TPT biasanya diisi oleh lima sampai enam petugas. Dengan reformasi sistem teknologi informasi, dia mengatakan, jumlah TPT akan berkurang. Para petugasnya akan dialihkan bekerja menjadi analis ataupun auditor.
"Rencana itu kami anggap mampu mengefisienkan cara kerja. Berbagai jenis pelayanan dan penyampaian informasi nantinya melalui laman. Kami perkuat tim back office," kata dia.
Robert menceritakan, di negara lain, kantor pelayanan pajak telah mengandalkan teknologi digital. Tim front office yang berhadapan fisik langsung dengan warga hampir tidak ada.
Darussalam menjelaskan, Medium Term Revenue Strategy (MTRS) pada dasarnya adalah kerangka atau pedoman meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka menengah. Di dalam MRTS juga mencakup upaya-upaya untuk meningkatkan kepatuhan. Misalnya, pembenahan sistem teknologi informasi dan mendorong pelayanan melalui reformasi proses bisnis. IMF dan kelompok negara OECD telah menyarankan hal itu kepada Indonesia.