Kementerian Pariwisata akan fokus pada pasar penyumbang wisman baru ke Indonesia. Bersama pelaku bisnis pariwisata, Kemenpar menyiapkan sejumlah strategi, antara lain optimalisasi program cross border tourism, hot deals, dan tourism hub.
Oleh
M CLARA WRESTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 7,83 juta kunjungan selama Januari-Juni 2019 atau naik 4,01 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang sebanyak 7,53 juta kunjungan. Kenaikan itu dinilai cukup menggembirakan meski belum mencapai target kunjungan untuk semester I-2019 sebesar 8 juta kunjungan.
Menteri Pariwisata Arief Yahya saat dihubungi, Kamis (1/8/2019), menyatakan, kunjungan wisatawan secara regional ASEAN sedang lesu. Pertumbuhan wisatawan ke ASEAN rata-rata 4,7 persen, turun dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang tumbuh 8,5 persen. ”Jadi, situasi lesu ini terjadi di semua negara anggota ASEAN,” ujarnya.
Kelesuan terjadi karena pasar turis utama, seperti China, sedang menahan diri untuk tidak berwisata. Jika sebelumnya jumlah wisatawan (turis) asal China yang datang ke ASEAN mencapai 24 juta orang, tahun ini hanya 12 juta orang. Dari jumlah itu, wisatawan yang datang ke Indonesia hanya sekitar 1 juta orang. ”Ada kemungkinan, wisatawan mancanegara (wisman) ini juga terdampak oleh perang dagang antara China dan Amerika Serikat,” kata Arief.
Meskipun demikian, Arief optimistis jumlah kunjungan wisman akan mencapai target 18 juta orang pada akhir 2019 ini. ”Indonesia masih yang tertinggi pertumbuhannya, sampai 9,8 persen, masih di atas rata-rata pertumbuhan negara ASEAN. Malaysia tumbuh 5,9 persen, Singapura 3,1 persen, Vietnam 6,9 persen, dan Thailand 1,5 persen,” paparnya.
Dalam rangka meningkatkan kunjungan itu, Kementerian Pariwisata akan fokus pada pasar penyumbang wisman baru ke Indonesia. Bersama pelaku bisnis pariwisata, Kementerian Pariwisata menyiapkan sejumlah strategi, antara lain optimalisasi program cross border tourism, hot deals, dan tourism hub.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, tumbuhnya wisman pada bulan Juni 2019 mengembalikan posisi tingkat hunian kamar menjadi kembali seperti semula. Sebelumnya, pada Mei 2019, penurunan tingkat penghunian kamar sangat mencolok dibandingkan Januari-April 2019.
Secara keseluruhan tingkat hunian kamar di semua hotel berbintang rata-rata 52,27 persen atau naik 0,23 poin dibandingkan Juni 2018. Pada Mei 2019, tingkat hunian hotel menurun cukup dalam, yakni hingga 43,53 persen. Padahal, pada April 2019, tingkat hunian mencapai mencapai 53,90 persen.
”Saat ini posisi TPK (tingkat penghunian kamar) sudah kembali ke angka semula. Namun, rata-rata lama menginap tamu asing dan lokal turun sedikit dibandingkan Juni 2018,” kata Suhariyanto.
Kenaikan TPK terjadi di beberapa provinsi, tetapi yang tertinggi di Yogyakarta, yaitu sebesar 14,25 poin dibandingkan Juni 2018. Kenaikan terendah tercatat di Papua Barat, yaitu sebesar 0,03 persen year to year. Sementara penurunan TPK hotel klasifikasi bintang terjadi di 12 provinsi, paling besar terjadi di Bali dengan 9,95 poin dan paling kecil di Banten dan Gorontalo dengan 0,09 poin.
Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan, penurunan TPK terjadi karena Mei 2019 adalah bulan Ramadhan, banyak turis asing dan lokal mengurangi perjalanannya. Namun, menurut catatan PHRI, angka TPK mengalami penurunan di Indonesia bagian timur, seperti Makassar dan Papua.
Soal lama tinggal wisatawan yang menurun, kata Hariyadi, hal itu karena jumlah pasokan kamar juga meningkat. ”Terutama terjadi di Bali. Saat ini banyak pasokan kamar di sana tak hanya dari hotel konvensional, tetapi juga ada kamar dari sharing economy dengan operator virtual. Walau turis yang datang banyak, kalau pasokan kamarnya juga banyak, TPK-nya juga akan menurun,” ujarnya.