PT Go-Jek Indonesia berupaya meraih pangsa pasar besar di tingkat regional Asia Tenggara memasuki tahun operasional kesembilan. Tantangan ekspansi di luar Indonesia adalah memahami kebutuhan warga lokal.
Oleh
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pendiri dan CEO Gojek Grup Nadiem Makarim mengenakan jaket dan helm berlogo baru saat acara pergantian logo (rebranding) Gojek di Jakarta, Senin (22/7/2019). Peluncuran logo ini menandai evolusi gojek dari layanan ride-hailing menjadi sebuah ekosistem terintegrasi yang menggerakkan orang, barang dan uang.
JAKARTA, KOMPAS - Memasuki tahun operasional kesembilan, PT Go-Jek Indonesia berupaya meraih pangsa pasar besar di tingkat regional Asia Tenggara. Target itu diwujudkan dengan menyediakan aneka layanan dalam satu aplikasi atau disebut juga super-app.
PT Go-Jek Indonesia (Go-Jek) mulai berekspansi ke Asia Tenggara mulai tahun 2018, diawali dari Singapura, berlanjut ke Vietnam, dan Thailand. Di Singapura, Go-Jek hadir lewat fitur layanan Go-Car, sedangkan di Vietnam berupa produk Go-Ride dan Go-Food. Adapun di Thailand berwujud produk Go-Ride dan pengantaran barang.
Lalu, pada Januari 2019, Go-Jek mengakuisisi perusahaan teknologi finansial asal Filipina, yakni Coins.ph. Akusisi ini bagian dari rencana ekspansi layanan. Layanan Go-Jek yang diperluas melalui akuisisi itu fitur pembayaran nontunai bernama Go-Pay.
President Go-Jek Group, Andre Soelistyo, di sela-sela peluncuran logo terbaru, Senin (22/7/2019), di Jakarta, mengklaim, Go-Jek telah menjadi aplikasi jasa on-demand terbesar dan mengalami pertumbuhan tinggi di Indonesia. Di negara-negara Asia Tenggara yang jadi sudah jadi tempat ekspansi tersebut, bisnis Go-Jek pun tumbuh pesat.
Sebagai gambaran, tujuh bulan setelah Go-Jek meluncurkan aplikasi bergerak pada 2015, perusahaan memperoleh satu juta pesanan. Pencapaian satu juta pesanan juga terjadi dalam kurun waktu kurang dari dua bulan sejak Go-Jek resmi hadir di Vietnam dan Singapura.
Tiga bulan setelah Go-Jek sah hadir di Thailand, perusahaan mencatat menerima satu juta pesanan.
Terkait persaingan dengan pemain sejenis, Andre mencontohkan, pangsa pasar layanan angkutan roda dua Go-Jek di Vietnam sekarang telah mencapai 40 persen. Di negara itu, layanan pesan antar makanan milik Go-Jek telah jadi terdepan. Sementara di Thailand, Go-Jek telah meraih pangsa pasar terbesar.
"Tantangan ekspansi ke luar Indonesia adalah memahami kebutuhan warga lokal. Oleh karenanya, tidak semua fitur produk kami segera masuk untuk diimplementasikan ke negara itu," ujar Andre.
Tantangan ekspansi ke luar Indonesia adalah memahami kebutuhan warga lokal.
Terkait rencana ekspansi lanjutan, dia menyebut sudah ada diskusi yang membahas perluasan pasar ke Malaysia.
Menurut dia, putaran suntikan pendanaan yang diterima Go-Jek telah mencapai seri F. Sejumlah investor global terlibat dalam setiap putaran. Pada tanggal 17 Juli 2019, Visa berinvestasi. Dengan masuknya Visa ini menambah deretan perusahaan keuangan menyertakan pendanaan, seperti SCB Thailand.
KOMPAS/ANITA YOSSIHARA
Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat pada CEO Go-jek Nadiem Makarim atas peluncuran Go-viet di Hanoi, Vietnam, Rabu (12/9/2018).
Mengenai perkembangan fitur, Andre hanya mengatakan, ada beberapa di antara 22 produk telah mencapai titik impas keadaan jumlah pendapatan dan biaya sama atau seimbang (break event poin/BEP). Ada pula produk masih memerlukan investasi.
Meski demikian, Co-Founder Go-Jek, Kevin Aluwi, tetap menekankan strategi super-app akan terus berlanjut. Strategi ini berlaku bagi mitra pengemudi, mitra pedagang, dan konsumen. Selama tiga tahun terakhir, strategi ini berhasil membawa pertumbuhan bisnis Go-Jek naik 12 kali lipat.
Secara khusus untuk super-app bagi pedagang, dia menyebut aplikasinya bernama Go-Biz terdiri dari fitur Go-Pay, Go-Food, inventory system, sistem pembayaran, pemasaran, dan layanan lainnya. Melalui Go-Biz, mitra yang umumnya UMKM dapat menciptakan sendiri kupon potongan harga.
"Melalui aplikasi Go-Biz, kami ingin mitra-mitra pedagang semakin berdaya," tutur Kevin.