Curah hujan tinggi dengan durasi tidak menentu yang terus terjadi di Sulawesi Tenggara, di Konawe Selatan pada khususnya, membuat produksi cabai tidak maksimal. Cabai menghitam juga rusak terserang jamur. Kurangnya produksi ini berimbas pada terus naiknya harga cabai di pasaran.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KONAWE SELATAN, KOMPAS — Curah hujan tinggi dengan durasi tidak menentu yang terus terjadi di Sulawesi Tenggara, di Konawe Selatan pada khususnya, membuat produksi cabai tidak maksimal. Cabai menghitam juga rusak terserang jamur. Kurangnya produksi ini berimbas pada terus naiknya harga cabai di pasaran.
Sejumlah petani cabai di Desa Lamomea, Kecamatan Konda, tidak menikmati hasil panen cabai keriting seperti tahun sebelumnya. Sebagian cabai mereka terlihat menghitam atau memutih.
Hermawanto (40), petani dari Kelompok Tani Cerah Sejahtera, Desa Lamomea, menyampaikan, hasil panen cabai tahun ini berkurang di banding sebelumnya. Jika tahun lalu mencapai 10 ton, tahun ini hanya bisa menghasilkan cabai sebanyak 7 ton.
”Sebagian tidak tumbuh karena hujan deras terus. Cuaca sangat tidak tentu tahun ini. Sebagian lain diserang jamur patek. Untung serangan jamur di belakang, setelah kami beberapa kali panen,” ucap Iwan, panggilannya.
Di lahan garapannya yang seluas 0,5 hektar, sebagian cabai keriting miliknya terlihat menghitam juga busuk karena jamur. Ia tidak lagi merawat cabainya karena bermaksud untuk segera menggantinya dengan tanaman sela sebelum mulai menanam lagi.
Sejak awal tahun, kata Hermawanto, hujan terus turun dengan intensitas yang tinggi. Hingga memasuki tengah tahun, hujan masih terus turun. Akibatnya, tanaman tidak bisa tumbuh maksimal akibat cuaca yang tidak menentu.
Sebagian tidak tumbuh karena hujan deras terus. Cuaca sangat tidak tentu tahun ini. Sebagian lain diserang jamur patek. Untung serangan jamur di belakang, setelah kami beberapa kali panen.
”Padahal harga cabai sekarang tinggi sekali. Itu (di lahan) masih ada 50 kilogram. Tapi tunggu-tunggu dulu karena harga cabai sekarang tinggi. Hari ini Rp 50.000/kg. Kalau yang hijau saja Rp 25.000/kg,” tutur Iwan.
Edhal (41), petani cabai rawit di Desa Landabaro, Angata, Konawe Selatan, menuturkan hal yang sama. Harga cabai rawit saat ini Rp 60.0000 hingga Rp 65.000 per kilogram. Harga ini melonjak sejak dua minggu terakhir. Harga di tingkat petani sebelumnya di kisaran Rp 20.000 per kilogram.
Meski demikian, hasil panen tahun ini tidak sebanyak tahun sebelumnya. Di lahannya yang seluas 2 hektar, ia hanya mampu panen 6 ton. Padahal, tahun sebelumnya, di lahannya itu ia bisa panen hingga 9 ton.
Serangan jamur
Hal yang sama juga dialami sejumlah anggota kelompoknya. Bahkan, tanaman cabai milik lima dari 21 anggota kelompoknya juga terkena serangan jamur. Tak ayal hal ini membuat sebagian petani harus menelan kerugian.
Menurut Edhal, curah hujan tinggi tahun ini membuat kondisi tanaman tidak maksimal. Sebagian tanaman tidak berbuah banyak karena diguyur hujan. Tingginya curah hujan membuat tanah lembab. Hal itu menjadi pemicu munculnya jamur yang menyerang tanaman.
”Kalau kondisi begitu, kami butuh pestisida untuk segera menyemprot. Cuma kemarin karena hujan terus, jadi tidak sempat dilakukan. Untungnya juga, serangan jamur itu tidak muncul pada masa panen pertama. Kalau tidak, kami akan rugi besar,” ucap Edhal.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian dan Hortikultura Konawe Selatan Asmiyanto menyampaikan, berdasarkan laporan petani, produksi tahun ini memang turun dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk tahun ini, lanjut Asmiyanto, curah hujan tinggi membuat sejumlah cabai busuk dan produksi menurun. Cuaca ekstrem dengan hujan yang tiada henti menyebabkan cabai tidak mampu berkembang maksimal.
Tidak hanya itu, katanya, lahan beberapa petani diserang jamur karena kondisi tanah yang lembab. Meski begitu, adanya jamur pada tanaman cabai di akhir-akhir masa tanam sehingga tidak begitu mengganggu masa panen.
”Produksi yang kurang ini mungkin menjadi salah satu faktor tingginya harga cabai sekarang. Apalagi pada saat banjir kemarin tanaman cabai di daerah tetangga, Konawe dan Konawe Utara, habis diterjang air. Pasokan dari luar juga belum banyak,” tutur Asmiyanto.
Harga cabai di tingkat pengecer memang melonjak tinggi. Di sejumlah pasar di Kota Kendari, cabai dijual Rp 70.000 per kilogram. Yana (34), salah seorang pedagang cabai di Pasar Panjang, Kendari, menuturkan, ia membeli cabai Rp 65.000 untuk setiap kilogram. Ia menjualnya di harga Rp 70.000 atau mengambil untung Rp 5.000.
Produksi yang kurang ini mungkin menjadi salah satu faktor tingginya harga cabai sekarang. Apalagi pada saat banjir kemarin, tanaman cabai di daerah tetangga, Konawe dan Konawe Utara, habis diterjang air. Pasokan dari luar juga belum banyak.
Akan tetapi, ucap Yana, sudah dua minggu terakhir ia hanya membeli cabai sebanyak setengah kilogram setiap hari. Hal itu untuk mencegah rugi tinggi ketika cabai tidak laku atau membusuk.
”Ini yang beli juga sedikit. Makanya, tidak berani ambil banyak. Mau dijual berapa kalau harganya sudah tinggi begitu,” katanya.