PT KTI Membangun Instalasi Pengolahan Air Laut untuk Industri di Cilegon
PT Krakatau Tirta Industri akan membangun instalasi pengolahan air laut untuk memasok kebutuhan air pabrik petrokimia milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk yang rencananya dibangun di Cilegon, Banten.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - PT Krakatau Tirta Industri akan membangun instalasi pengolahan air laut untuk memasok kebutuhan air pabrik petrokimia milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk yang rencananya dibangun di Cilegon, Banten.
Instalasi pengolahan air laut yang akan dibangun tersebut, rencananya berkapasitas produksi hingga 1.000 liter per detik. Kapasitas produksi sebesar itu, diklaim sebagai yang terbesar di kawasan industri di Cilegon.
Kerja sama anak usaha dari PT Krakatau Steel (Persero) yang bergerak di bidang pengolahan air itu, dengan PT Chandra Asri Petrochemical (CAP) ditandatangani hari ini (17/6/2019), di Jakarta.
Penandatanganan oleh Direktur Utama PT Krakatau Tirta Industri (KTI) Agus Nizar Vidiansyah dengan Direktur SDM dan Urusan Korporat PT CAP Suryandi, dan disaksikan oleh Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim beserta jajaran direksi dan manajemen.
"Proyek pemanfaatan air laut ini diharapkan efektif untuk memenuhi kebutuhan air bagi industri di Provinsi Banten, khususnya bagi CAP. Sinergi antarindustri ini juga menjadi solusi strategis yang harus didukung, sebagai bagian dari kemandirian ekonomi yang direncanakan pemerintah," ujar Silmy Karim.
Agus Nizar Vidiansyah menambahkan, kebutuhan air untuk industri dan masyarakat di kawasan Cilegon mencapai 4.900 liter per detik pada 2038. Sementara ketersediaan air permukaan saat ini hanya mencapai 2.600 liter per detik. Air itu antara lain dari daerah aliran sungai Cidanau (20 km dari Cilegon) dan Cipasauran (30 km dari Cilegon), serta Waduk Krenceng milik PT KTI.
"Jadi, memang harus ada sumber air lain dan harus ada inisiatif dari industri itu sendiri. Biaya pengolahan air laut memang masih mahal dibandingkan air permukaan, tapi proyek ini harus kita jalankan karena ini kebutuhan masa depan," katanya.
Biaya membangun instalasi pengolahan air laut yang akan menggunakan teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) itu, diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun. Nilai itu disebut dua kali lipat lebih tinggi daripada biaya membangun instalasi pengolahan air permukaan. Ini seperti di Gresik, biaya pembangunan pengolahan air permukaan dengan kapasitas produksi 1.000 liter per detik, hanya sekitar Rp 600 miliar.
Industri lain
Sebelum instalasi pengolahan air laut yang akan dibangun oleh PT KTI, sudah ada instalasi serupa yang dibangun industri lain di kawasan industri Cilegon. Namun menurut Vidiansyah, kapasitas pengolahannya masih sekitar 200 hingga 300 liter perdetik.
"Jadi, proyek kami bakal jadi proyek pengolahan air laut yang terbesar. Pasar utama kami masih PT CAP, tetapi industri lain juga mulai minta ketersediaan air ke kami," ungkap Vidiansyah.
Direktur SDM dan Urusan Korporat PT CAP Suryandi berharap, kerja sama dengan KTI dapat mendukung pertumbuhan industri mereka di Cilegon.
"Kota Cilegon, yang berbatasan dengan laut, punya air laut yang melimpah. Dengan demikian, ini langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan industri kami yang sedang giat mengurangi kebutuhan impor," ujar Suryandi.
Tingkatkan produksi
Sementara itu, terkait pabrik petrokimia yang akan dibangun oleh PT CAP di Cilegon, dia menargetkan pabrik akan memiliki kapasitas produksi dua kali lipat daripada pabrik pertama PT CAP yang berlokasi di Serang, Banten.
"Kalau pabrik kedua, yang diharapkan beroperasi di 2024 atau 2025 terlaksana, kapasitas produksi kami bisa meningkat dua kali lipat dari kapasitas produksi yang ada sekarang," tutur Suryandi.
Keberadaan pabrik kedua juga ditargetkan dapat mengurangi impor petrokimia Indonesia hingga 60 persen dalam 10 tahun mendatang.
Selain itu, pabrik petrokimia kedua akan menjadi salah satu produsen olefin dan polyolefin terbesar di Indonesia.
Saat ini, PT CAP telah menjadi satu-satunya produsen ethylene, styrene monomer, dan butadiene. Bahan-bahan itu dipakai untuk menghasilkan bahan baku plastik dan bahan kimia untuk produk kemasan, otomotif, elektronik, pipa, dan lainnya.
Untuk pembangunan pabrik kedua itu, diperkirakan membutuhkan investasi sebesar empat hingga lima miliar dollar AS atau setara dengan Rp 57,351 triliun hingga Rp 71,688 triliun.
"Ini baru tahap awal. Tahap final keputusan investasi baru di 2020. Masa konstruksi diperkirakan empat tahun," imbuhnya.