Kegalauan Media dan Solusi Ekosistem
Rata-rata penerbit media massa, baik tradisional maupun daring, mengalami kegalauan yang sama, yakni terkait ketergantungan pada penerimaan iklan dari sumber konvensional.
Menjelang akhir Maret 2019, tepatnya Senin (25/3/2019), di Cupertino, California (Amerika Serikat), CEO Apple Inc, Tim Cook mengumumkan serangkaian penawaran produk baru. Salah satunya adalah Apple News+, sebuah aplikasi agregator berita untuk perangkat bersistem operasi iOS.
Sebagai aplikasi agregator berita, Apple News+ menawarkan pengguna produk Apple akses ke lebih dari 200 judul majalah populer yang mencakup berbagai kategori, antara lain kesehatan, gaya hidup dan kecantikan, serta keuangan dan bisnis.
Konten isu masa lalu dan terkini dari sejumlah majalah disertakan. Konten masa lalu yang disediakan terbatas mulai Maret 2018 sehingga tidak ada majalah yang menawarkan koleksi lengkap konten lampau. Barangkali, hal ini karena Maret 2018 adalah waktu saat Apple Inc membeli Texture, aplikasi kios digital majalah.
Biaya berlangganan mulai sekitar 9,99 dollar AS. Apple News+ tersedia lebih dulu di Amerika Serikat dan Kanada, lalu menyusul Australia dan Inggris pada akhir tahun 2019. Tim Cook memastikan, apa yang dibaca oleh pengguna tidak akan mengikuti saat mereka membuka konten di seluruh laman dan tidak ada iklan di platform itu.
Tim Cook ingin menjadikan Apple News+ sebagai "rumah baru" bagi penerbit media massa. Oleh karenanya, dia mengatakan, Apple News+ akan juga diisi konten dari surat kabar, seperti The Los Angeles Times dan The Wall Street Journal.
Mengutip The Drum, analis Gartner Charlie Golvin memandang, apa yang ditawarkan oleh Apple News+ bukanlah sesuatu yang amat baru. Sudah ada sejumlah aplikasi agregator berita di luar sana. Apple hanya menyodorkan pengalaman konsumen sesuai standar Apple. Dia malah menyorot bahwa apa yang dilakukan oleh Apple itu adalah satu langkah lagi mengisolasi pengiklan dan target pembaca yang ingin dijangkau.
Senior Vice President, Head of Brand Guidance Center of Excellence Kantar untuk wilayah Amerika Utara, Kristopher Hull, lebih banyak menekankan pada ketentuan pembagian pendapatan yang adil bagi penerbit media massa yang mau bergabung di Apple News+. The New York Times dan The Washington Post dikabarkan tidak berpartisipasi karena berbeda sikap terkait pembagian pendapatan dengan pihak Apple.
Dua hari sebelum Tim Cook mengumumkan Apple News+, di ajang Advertising Week Europe, petinggi The Guardian, Dennis Publishing, dan perusahaan rintisan untuk konten berita mendalam Tortoise juga menyentil hadirnya produk itu. Mereka khawatir raksasa teknologi itu akan mengambil alih corong berita dan hanya akan memperdalam masalah di ekosistem berita di era digital, terutama karena Apple mengambil skala potongan 50 persen dari penerbit.
Mereka khawatir raksasa teknologi itu akan mengambil alih corong berita dan hanya akan memperdalam masalah di ekosistem berita di era digital.
Situasi itu dikhawatirkan kembali mendorong pemilik media untuk menciptakan konten clickbait. Lalu, berakhir dengan kubangan masalah yang sama saat penerbit menghadapi hadirnya periklanan daring. Kekhawatiran lainnya berkaitan dengan bagaimana kendali kekuasaan terhadap pelanggan.
Di tingkat internasional, rata-rata penerbit media massa, baik tradisional maupun daring, mengalami kegalauan yang masih sama, yaitu terkait ketergantungan pada penerimaan iklan dari sumber konvensional. Ada begitu banyak kebingungan strategi.
Dua yang utama adalah bagaimana mendiversifikasikan aliran sumber pendapatan dan memanfaatkan peluang baru dari teknologi digital untuk konten ataupun pemasaran. Apabila mereka ambil dua strategi itu, mereka harus memikirkan apakah keduanya pas dan fair bagi kelangsungan bisnis mereka jangka panjang.
Penerbit media massa di seluruh dunia juga susah bisa bersaing dengan raksasa teknologi, seperti Facebook dan Google pada skala global dan lokal. Alasannya karena pengiklan beralih ke mereka demi kecepatan dan skala inovasi. Keduanya telah menjadi duopoli digital mendominasi pendapatan iklan untuk waktu yang lama.
Untuk penerbit media massa yang berbasis di Hong Kong dan China, mereka menghadapi Baidu, Alibaba, dan Tencent, yang sekarang secara kolektif menampung lebih dari 60 persen dari total pasar periklanan digital.
Baru-baru ini, surat kabar South Morning China Post (SMPC)menyatakan diri sebagai "perusahaan teknologi" dengan produk konten kebenaran. Pernyataan ini sekaligus mempertegas bahwa SMPC tetap independen, transformatif, dan tumbuh berkelanjutan, meskipun dia sudah dibeli oleh Alibaba pada tahun 2015.
Penerbit media massa di seluruh dunia susah bisa bersaing dengan raksasa teknologi, seperti Facebook dan Google, pada skala global dan lokal.
Dengan teknologi digital, SMPC berusaha membangun sebuah ekosistem mulai dari produk konten. Kegiatan visualisasi data, podcasting, video jurnalistik, dan penerbitan media sosial dibantu teknologi kecerdasan buatan. Tim analis membangun dashboard dengan memanfaatkan teknologi analisa data berukuran besar sehingga pengukuran tren pembaca lebih mendalam.
SMPC memiliki agensi in-house bernama Morning Studio yang memang diciptakan secara khusus menyediakan solusi terintegrasi dan bernilai tambah karena disokong teknologi.
The New York Times (NYT)juga membangun ekosistem konten hingga pemasaran. Pada Februari 2019, NYT memiliki 4,3 juta pelanggan di seluruh dunia, dengan 3,3 juta dari mereka membayar untuk produk digitalnya. Penerbit media massa yang berusia lebih dari 160 tahun ini berambisi terus menambah pelanggan internasional.
NYT memilih berkolaborasi dengan sejumlah perusahaan teknologi demi menjajal format baru pendistribusian konten jurnalistik tanpa meninggalkan format koran cetak. Sebagai contoh, bersama Amazon, NYT menyebarluaskan konten tambahan perjalanan, buku, dan kolom pop dalam bentuk audio di platform Amazon Alexa. Sementara terkait pemasaran, NYT telah memiliki perusahaan solusi pemasaran bernama T Brand Studio yang beberapa pucuk pimpinannya diambil dari agensi kreatif ternama.
The New York Times berkolaborasi dengan sejumlah perusahaan teknologi tanpa meninggalkan format koran cetak.
Terkait pemasaran, penerbit media massa lain memilih jalan kolaborasi untuk "melawan" duopoli digital. The Guardian bersama News UK dan Telegraph meluncurkan proyek Ozone, bisnis iklan digital. Sementara Singapore Press Holdings dan Mediacorp membentuk Singapore Media Exchange.
Di Indonesia sendiri, Ketua Bidang Penyiaran Masyarakat Telematika Indonesia Mastel Hardijanto Suroso pernah mengatakan, yield atau perkiraan nilai pendapatan hasil penjualan iklan bersih makin turun, walaupun anggaran belanja iklan ke penerbit media massa naik.
Dia secara khusus membicarakan televisi tradisional. Di era digital, ekosistem penyiaran video semakin kompleks dan tidak lagi eksklusif, mulai dari tipe konten, mekanisme distribusi, platform, bentuk iklan, dan jenis transaksi beriklan. Kondisi serupa barangkali turut terjadi di penerbit media massa lainnya.
Dengan realitas sedemikian kompleks seperti itu, pendekatan ekosistem memang amat diperlukan. Teknologi akan memberikan "keuntungan nyata" dalam pengeluaran. Seperti halnya korporasi yang mulai aktif membentuk modal ventura untuk mendanai solusi buatan perusahaan rintisan yang berguna buat korporasi, penerbit juga bisa memakai strategi ini. Atau, ambil pilihan berkolaborasi dengan perusahaan teknologi dan penerbit lainnya dengan sudah mempertimbangkan fair bisnis jangka panjang. (MEDIANA)