Perdagangan melalui sistem elektronik di Indonesia memiliki potensi besar untuk tumbuh. Namun, sampai saat ini belum ada regulasi khusus dan terperinci. Pelaku usaha ritel luring berharap kesetaraan hukum.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perdagangan melalui sistem elektronik di Indonesia memiliki potensi besar untuk tumbuh. Namun, sampai saat ini belum ada regulasi khusus dan terperinci. Pelaku usaha ritel luring berharap kesetaraan hukum.
Undang-Undang 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebenarnya telah menyinggung soal Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau TPMSE. Demikian pula dengan Undang-undang 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Elektronik. Namun, substansi keduanya dinilai masih bersifat umum, tidak secara khusus mengatur perdagangan secara elektronik atau e-dagang.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey di Jakarta, Senin (3/6/2019) berpendapat, peraturan khusus mengenai TPMSE (e-dagang) sudah lama dinanti. Keberadaaannya diperlukan agar pelaku perdagangan secara luring dan daring bisa maju bersama di pasar Indonesia.
Sebagai ilustrasi, dia menyebut UU 7/2014 mengarahkan setiap pelaku usaha ritel harus mengakomodasi produk-produk buatan UMKM. Peritel juga diminta menjual produk-produk bersertifikat standar nasional Indonesia (SNI).
“Hal-hal itu semestinya diberlakukan juga ke pelaku e-dagang, utamanya penyedia platform layanan jual-beli barang secara daring. Di luar itu masih banyak pedagang berjualan di platform media sosial yang sampai sekarang belum jelas bagaimana arah hukumnya,” ujar Roy.
Berdasarkan laporan riset Google dan Temasek berjudul "e-Economy SEA 2018:Southeast Asia\'s Internet Economy Hits An Inflection Point", nilai keseluruhan penjualan serta volume transaksi (GMV) ekonomi internet di Asia Tenggara mencapai sekitar 72 miliar dollar AS pada 2018 atau tumbuh 37 persen dibanding tahun 2017. Nilai GMV ini mencakup pemesanan kebutuhan perjalanan secara daring, e-dagang, media daring, dan angkutan umum berbasis aplikasi.
Peningkatan GMV ekonomi internet tersebut didukung oleh basis pengguna internet sebesar 350 juta orang di seluruh Indonesia, Malaysia, Filiphina, Singapura, Thailand, dan Vietnam pada Juni 2018. Jumlah ini 90 juta lebih besar dibanding tahun 2015. Sembilan puluh persen di antaranya terhubung dengan internet melalui ponsel pintar.
Berlarut
Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan naskah akademik RPP tentang TPMSE sejak sekitar tahun 2011. Sekitar Juni 2015, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) sempat melakukan uji publik, menyebarkan draf RPP, dan meminta tanggapan pihak terkait, seperti Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).
Ada sejumlah poin pengaturan yang tertuang di dalam draf RPP. Sebagai contoh, penyelenggara dan persyaratan menyelenggarakan TPMSE, kewajiban pelaku usaha, pembinaan, pengawasan, dan perlindungan data pribadi.
Lalu, sekitar Mei 2016, Kemendag menyatakan RPP itu sudah dalam masuk tahap finalisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan akan segera disahkan. Namun, tidak ada tanda-tanda akan ditetapkan. Pada 3 Agustus 2017, Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik Tahun 2017 - 2019 diundangkan. Salah satu amanat peraturan turunannya adalah RPP tentang TPMSE.
Pada tahun itu pula, RPP tentang TPMSE dikabarkan telah sampai di Sekretariat Negara. Ada beberapa substansi penting yang harus didiskusikan bersama dengan Mahkamah Agung, Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kemendag mengenai pasal pilihan hukum.
Di antara beberapa lembaga itu sempat terjadi perbedaan pandangan. Misalnya, setiap transaksi yang menyangkut kepentingan nasional berlaku hukum Indonesia, termasuk asing. Transaksi antarpelaku usaha boleh menetapkan pilihan hukum sepanjang posisi tawar seimbang. Apabila mereka tidak menentukan pilihan, maka berlaku hukum Indonesia. Pelaku usaha asing yang bertransaksi dengan konsumen Indonesia berlaku hukum Indonesia.
Ketua Bidang Edukasi Retail idEA Mohamad Rosihan mengaku, asosiasi belum mendapatkan kabar perkembangan terbaru kelanjutan pembahasan RPP tentang TPMSE.
Direktur Bina Usaha Perdagangan Direktorat Perdagangan Dalam Negeri Kemendag I Gusti Ketut Astawa, yang dihubungi terpisah, menjelaskan, pembahasan draft RPP tentang TPMSE di tingkat penyusun sudah selesai dan telah disampaikan ke Sekretariat Negara. Dari sana akan diteruskan kembali ke kementerian sektor guna memperoleh paraf persetujuan menteri.
"Tidak ada substansi krusial saat ini. Hanya hal mengenai pemberian tanggung jawab pengelolaan data transaksi e-dagang ke Badan Pusat Statistik karena data itu dianggap sebagai statistik nasional," ujar Ketut. Dia tidak menyebut kapan RPP TPMSE disahkan.