JAKARTA, KOMPAS — Langkah Bank Indonesia membuat Standar Kode Cepat Indonesia diyakini bisa mendorong efisiensi proses pembayaran dan kebiasaan transaksi nontunai. Namun, penerapan standar itu masih perlu disosialisasikan secara masif.
Perbankan mendukung QR Indonesia Standard (QRIS) yang diluncurkan BI pada Senin (27/5/2019). Bagi penyedia jasa pembayaran, keberadaan QRIS akan memudahkan konsumen dan mitra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebab, seluruh penyelenggara sistem pembayaran berbasis kode cepat di Indonesia dapat saling terhubung.
Interkoneksi antara perbankan dan teknologi finansial ini bisa membangun kerja sama saling menguntungkan.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja memastikan Sakuku, fitur pembayaran digital berbasis kode cepat yang diluncurkan BCA, akan memenuhi QRIS dalam beberapa pekan mendatang.
”Sakuku sudah siap dengan QRIS. BCA Mobile dalam tahap uji coba. Diharapkan dalam beberapa minggu mendatang akan siap,” ujar Jahja saat dihubungi, Selasa (28/5/2019).
BI mendorong agar pada semester II-2019 seluruh sistem pembayaran kode cepat di Indonesia harus beradaptasi dengan QRIS.
Menurut Jahja, QRIS secara strategis menguntungkan BCA karena penjual yang tergabung dalam jaringan BCA dapat menerima pembayaran dari bank atau perusahaan teknologi finansial lain. Di samping itu, dana penjualan yang diterima penjual juga berpotensi bertambah.
”Hal ini akan menguntungkan dari sisi bisnis, apalagi jika perolehan bank bisa mendapatkan biaya dari bank lain atas transaksi interoperabilitas, seperti Gerbang Pembayaran Nasional,” ujar Jahja.
Berdasarkan data BI, saat ini ada 16 lembaga keuangan, baik perbankan maupun tekfin, yang sudah terintegrasi dengan QRIS. Adapun lima lembaga lain tengah dalam finalisasi.
Direktur Teknologi Informasi dan Operasi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rico Usthavia Frans mengatakan, kendati Bank Mandiri tidak menerbitkan layanan pembayaran kode cepat, pihaknya mendukung penuh standardisasi yang dilakukan BI.
Sebelumnya, Bank Mandiri menuntaskan proses migrasi nasabah e-cash Mandiri ke aplikasi pembayaran milik BUMN, yakni LinkAja. Menurut Rico, LinkAja sedang memasuki periode uji coba QRIS dan masuk ke dalam tahap finalisasi.
”Saat ini, sekitar lima juta nasabah pengguna dompet elektronik dan uang elektronik e-cash telah dimigrasikan ke sistem LinkAja. Dari sisi bisnis, standardisasi yang dilakukan BI adalah hal yang baik dan akan kami dukung,” ujarnya.
Uji coba
Secara terpisah, Head of Public Relations OVO Sinta Setyaningsih menyampaikan, OVO terlibat aktif dalam uji coba sesuai dengan arahan BI. Dalam setiap uji coba, tim OVO memastikan integrasi sistem berjalan lancar agar perekaman transaksi tidak terkendala.
Menurut Sinta, jumlah mitra pedagang OVO yang menggunakan teknologi pembayaran kode cepat lebih banyak daripada mitra yang menggunakan mesin pembayaran atau pembaca data elektronik (EDC). Maka, volume atau nilai transaksi memakai kode cepat yang terekam lebih besar.
Dia mengatakan, lebih dari 300.000 gerai mitra pedagang di lebih dari 300 kota telah melayani pembayaran memakai kode cepat OVO. Artinya, sudah banyak konsumen pengguna OVO yang sebenarnya telah terbiasa membayar layanan menggunakan kode cepat.
Chief Communications Officer DANA Chrisma Albandjar mengatakan, bersama BI, tim DANA menggunakan media untuk menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat soal manfaat transaksi nontunai.
Terkait dengan implementasi QRIS, DANA telah mengikuti arahan BI melakukan uji coba di sejumlah mitra pedagang, antara lain pedagang kuliner dan mode di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan.
”Penerapan pembayaran QRIS terintegrasi akan kami dukung dan optimalkan karena akan memudahkan masyarakat dan pelaku usaha dalam bertransaksi lintas platform,” ujar Chrisma.
Selama setahun beroperasi, ujarnya, sebagian besar transaksi kode cepat yang diproses di platform DANA masih berasal dari konsumen di Jawa.
Direktur PT Fintek Karya Nusantara (pengelola LinkAja) Danu Wicaksana, yang dihubungi secara terpisah, memandang penerapan QRIS memunculkan efisiensi cara membayar dan proses pembayaran. Akibatnya, konsumen dan pedagang sama-sama diuntungkan.
”Seiring munculnya ponsel pintar dengan spesifikasi teknis canggih dan harga terjangkau, kami rasa pembayaran memakai kode cepat akan populer,” katanya.
Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Mercy Simorangkir mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah mendorong interoperabilitas kanal pembayaran. Aftech menilai QRIS sebagai langkah konkret yang dapat mengakselerasi visi itu.
Namun, pada tataran implementasi, dia berharap seluruh pelaku ekosistem jasa pembayaran, baik pemerintah maupun industri, terus mengawal. Dengan demikian, efisiensi dan kompetisi sehat sebagai dampak penerapan QRIS nyata terlihat.
Laporan riset Morgan Stanley, ”Disruption Decoded, Indonesia Banks: Fintech Continues to Lead Digital Payment (Februari 2019)”, menyebutkan, pada 2018, pangsa pasar uang elektronik mencapai 7,3 persen dari total transaksi nontunai. (DIM/MED)