Indonesia dinilai perlu memiliki kebijakan terkait dengan investasi ke luar negeri. Selain bermanfaat bagi kepentingan nasional, investasi di luar negeri juga berpotensi meningkatkan hubungan perdagangan dengan negara mitra.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dinilai perlu memiliki kebijakan terkait dengan investasi ke luar negeri. Selain bermanfaat bagi kepentingan nasional, investasi di luar negeri juga berpotensi meningkatkan hubungan perdagangan dengan negara mitra.
”Kebijakan terkait investasi di luar negeri harus segera diwujudkan,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Agency for Outbond Investment Development Guspiabri Sumowigeno ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (28/4/2019).
Menurut Guspiabri, negara lain kini gencar membidik potensi investasi di luar negeri. China dan Malaysia, misalnya, terus menyurvei detail potensi untuk meningkatkan keuntungan bagi negaranya.
Investasi satu negara ke negara lain berarti ada kepercayaan di antara kedua negara. ”Peningkatan volume perdagangan pun dapat ditempuh melalui investasi,” kata Guspiabri.
Upaya meningkatkan ekspor ke suatu negara dapat pula dibarengi penjajakan peluang bermitra atau bahkan akuisisi manufaktur. Penjajakan seperti ini membutuhkan studi lapangan yang akurat. ”Langkah ini bisa ditempuh untuk alih teknologi. Jadi, merebut posisi teknologi yang lebih tinggi dengan cara akuisisi fasilitas produksi,” katanya.
Otomotif
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah sudah menegosiasikan perjanjian tarif preferensial ataupun perjanjian kemitraan ekonomi menyeluruh (CEPA/comprehensive economic partnership agreement). Langkah tersebut diharapkan dapat membuka pasar baru bagi produk ekspor asal Indonesia.
Salah satu peluang besar Indonesia, kata Airlangga, adalah mengisi pasar Australia. ”Bersama dengan sektor industri lain, otomotif juga diharapkan bisa masuk mengisi pasar yang kosong,” kata Airlangga di Jakarta, pekan lalu.
Menurut Airlangga, manufaktur otomotif yang tutup di Australia membuka peluang bagi pelaku industri di Indonesia mengisi pasar setempat. Industri otomotif yang sudah mempunyai kedalaman struktur diharapkan dapat menggarap pasar mobil di Australia mencapai 1 juta unit lebih.
”Industri otomotif merupakan salah satu sektor yang memiliki struktur dalam di Indonesia. Baja, plastik, kaca, ban, hingga mesin sudah diproduksi di dalam negeri. Kandungan lokal rata-rata di atas 80 persen,” kata Airlangga.
Pabrik otomotif yang tutup di Australia membuka peluang bagi pelaku industri di Indonesia mengisi pasar setempat.
Pasar Australia adalah pasar yang terbuka. Negosiasi CEPA yang sudah ditandatangani Pemerintah Indonesia-Australia masih menunggu ratifikasi parlemen kedua negara. ”Namun, sesudah diratifikasi kedua belah pihak, ada potensi karena ekspor kendaraan listrik juga diberi prioritas oleh Australia. Kendaraan listrik yang diproduksi Indonesia—dengan kandungan lokal 35 persen—tarifnya nol ke Australia,” katanya.
Badan Pusat Statistik mencatat, total ekspor Indonesia periode Januari-Maret 2019 senilai 40,51 miliar dollar AS. Ekspor nonmigas sepanjang Januari-Maret 2019 tersebut tercatat 37,07 miliar dollar AS. Ekspor Indonesia ke Australia terdata 450 juta dollar AS atau 1,21 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia tersebut.