Kondisi Perekonomian Indonesia Dinilai Makin Layak Investasi
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Lembaga pemeringkat investasi global memperbaiki peringkat Indonesia pada posisi layak investasi. Bagi Bank Indonesia, hal ini menandakan bauran kebijakan moneter dan fiskal pemerintah Indonesia cukup efektif memperkuat daya tahan ekonomi domestik terhadap gejolak ekonomi global.
Peringkat investasi adalah tingkat kelayakan yang diberikan sebuah lembaga pemeringkat resmi kepada instrument surat utang di suatu negara.
Lembaga pemeringkat internasional asal Jepang, Japan Credit Rating (JCR) Agency Ltd, memperbaiki penilaian peringkat kualitas utang Indonesia dari stabil menjadi positif. Hal ini sekaligus menegaskan level Investasi BBB yang disematkan lembaga ini untuk Indonesia pada 26 April 2019.
Lembaga pemeringkat internasional asal Jepang, Japan Credit Rating (JCR) Agency Ltd, memperbaiki penilaian peringkat kualitas utang Indonesia dari stabil menjadi positif
JCR pun pada 8 Februari 2018 sudah meningkatkan peringkat kualitas utang Indonesia dari BBB- dengan outlook positif menjadi BBB dengan outlook stabil.
Di waktu yang sama, Lembaga pemeringkat asal Jepang lainnya Rating and Investment Information (R&I) Inc, mengukuhkan peringkat kualitas utang Indonesia di level BBB dengan outlook stabil. Pada 7 Maret 2018, R&I meningkatkan peringkat kualitas utang Indonesia dari BBB- dengan outlook positif menjadi BBB dengan outlook stabil.
Menanggapi hal ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai perbaikan peringkat menunjukkan sinergi antara BI dan pemerintah dalam meramu kebijakan fiskal dan moneter sudah tepat. Konsistensi kebijakan ini meningkatkan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia.
“Perbaikan peringkat ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang solid ditopang oleh konsumsi domestik, level defisit anggaran dan utang pemerintah yang terjaga, serta ketahanan ekonomi Indonesia terhadap gejolak eksternal,” ujar Perry dalam keterangan yang diterima Kompas, Jumat (26/4/2019).
Menurut dia, terdapat sejumlah faktor yang mendorong perbaikan kualitas utang Indonesia, salah satunya, pemerintah dinilai berhasil merumuskan rencana pembangunan infrastruktur dalam skala besar. Rencana tersebut terus berjalan dengan perkembangan yang melebihi ekspektasi lembaga-lembaga pemeringkat utang.
Selain itu, pemerintah dinilai berhasil meningkatkan anggaran untuk infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia serta membatasi defisit anggaran dengan mengurangi subsidi bahan bakar minyak.
Lebih lanjut, bauran antara kebijakan yang terdiri dari peningkatan suku bunga acuan BI secara kumulatif hingga 175 basis poin sejak Mei 2018 dengan kebijakan relaksasi makroprudensial, dinilai Perry, mangkus untuk menjaga stabilitas eksternal.
Meskipun defisit neraca transaksi berjalan di 2018 melebar, Perry menilai cadangan devisa dinilai memadai untuk menutup utang luar negeri jangka pendek. Pelebaran defisit neraca transaksi berjalan tersebut tidak hanya disebabkan oleh peningkatan harga minyak mentah namun juga oleh peningkatan impor barang modal.
“Peningkatan impor barang modal sendiri sebenarnya merupakan akibat semakin kuatnya aktivitas investasi yang di sisi lain berkontribusi juga pada penguatan fundamental ekonomi,” kata Perry.