JAKARTA, KOMPAS — Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk berhasil meningkatkan kinerja keuangan yang positif selama tahun 2018 dengan membukukan pertumbuhan pembiayaan Rp 7,277 triliun. Angka itu berarti ada pertumbuhan 20,2 persen jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar Rp 6,053 triliun.
Selain itu, Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Syariah berhasil menjaga rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) sebesar 1,39 persen, jauh di bawah rata-rata industri perbankan.
”Alhamdulillah, kami sangat bersyukur atas pencapaian ini walau tentu saja banyak faktor lain yang ikut berperan dalam perubahan positif yang terjadi pada nasabah prasejahtera kami. Perubahan positif itu menjadi sumber motivasi tak terhingga bagi bank dan ribuan banker pemberdaya di seluruh Indonesia. Semua ini tidak akan terwujud tanpa rida dan pertolongan Allah SWT,” tutur Ratih Rachmawaty, Direktur Utama BTPN Syariah, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Sementara itu, kenaikan total aset BTPN Syariah tercatat sebesar 31,5 persen dari Rp 9,157 triliun pada akhir tahun 2017 menjadi Rp 12,039 triliun. Pertumbuhan total aset ini didorong oleh aksi korporasi perusahaan berupa proses penawaran umum perdana pada 8 Mei 2018.
Adapun dana pihak ketiga juga tumbuh 16,3 persen, mencapai Rp 7,612 triliun dibandingkan dengan posisi Desember 2017 yang sebesar Rp 6,546 triliun. Rasio pembiayaan terhadap simpanan (financing to deposit ratio/FDR) berada di posisi yang sehat sebesar 95,6 persen. Rasio kecukupan modal dipertahankan sebesar 40,9 persen. Laba bersih setelah pajak mencapai Rp 965 miliar, bertumbuh 44 persen.
Nasabah prasejahtera
Tidak hanya mencatatkan kinerja keuangan yang baik, BTPN Syariah juga melakukan survei secara berkala bagi nasabah prasejahtera yang mengikuti program pemberdayaan. Metode dan alat survei yang dipilih merupakan alat yang berlaku secara internasional dan memiliki kredibilitas yang baik, tapi tetap mudah dalam pengimplementasiannya, yaitu Indeks Probabilitas Kemiskinan (Poverty Probability Index/PPI) dari lembaga riset yang memperkenalkan cara untuk pengentasan dari kemiskinan Innovative for Poverty Action (IPA).
Berdasarkan hasil survei diketahui, untuk nasabah bank yang telah memasuki tahun ketiga dalam program pemberdayaan, probabilitas mereka untuk kembali ke garis prasejahtera menurun dari 28,2 persen menjadi 23,5 persen. Anak nasabah yang tidak bersekolah juga menurun dari 17,4 persen menjadi 12,5 persen. Dana pihak ketiga (DPK) dari keluarga prasejahtera ini telah mencapai 19,9 persen, tumbuh sebesar 26,3 persen dari tahun lalu, melebihi pertumbuhan DPK Bank BTPN Syariah yang sebesar 16,3 persen. (*)