Satu Jenis Hoaks Berpotensi Disebarluaskan Ribuan Akun
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut satu jenis konten informasi hoaks dapat didistribusikan kembali oleh ribuan akun di media sosial dan aplikasi pesan singkat. Tren seperti ini tengah berkembang sekarang.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu, Jumat (18/1/2019) di Jakarta, mengatakan, untuk mengawal dunia maya menjelang pemilu serentak 2019, pihaknya menambah jumlah tenaga verifikator dari 70 orang menjadi 100 orang. ”Secara khusus mengenai hoaks pemilu, kami menggunakan kata kunci terkait nama calon presiden, wakil presiden, dan debat pemilihan umum presiden,” ujarnya.
Kemkominfo merilis daftar hoaks yang terjadi selama kurun 14 Januari hingga 17 Januari 2019. Total terdapat 10 judul konten hoaks. Terkait pemilu, judul-judulnya adalah ”Panglima TNI Salam Dua Jari”, ”Jadi Sudah Tau Kan Rezim Jokowi Anti Islam”, dan ”BJ Habibi: Bila Akalnya Sehat Pasti Pilih Prabowo”. Lalu, ”Ijazah SMA Jokowi Palsu”, dan ”Ustad Arifin Ilham Berobat ke Malaysia Naik Jet Pribadi Milik Prabowo”.
”Kami sudah berupaya tingkatkan kinerja mesin pengais konten,” kata Ferdinandus.
Kepentingan
Pengamat media sosial sekaligus pendiri PT Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, yang dihubungi secara terpisah berpendapat, penyebar hoaks menjelang pemilu presiden dan wakil presiden selalu memiliki kepentingan. Rantai pendistribusiannya dimulai dari menyiapkan materi yang bertujuan menjagokan salah satu kubu.
”Twitter dipakai sebagai medan perang opini, sementara Facebook berfungsi mempermudah viral. Setelah itu menyebar melalui aplikasi pesan singkat,” katanya.
Menurut Ismail, hoaks menjelang pemilu presiden dan wakil presiden tidak melulu digerakkan oleh warganet. Warga biasa pendukung salah satu pasangan pun dapat ikut berpartisipasi. Caranya cukup sederhana, yakni menciptakan konten yang mampu memancing psikologi pendukung pasangan lainnya dan warga.
Untuk menangkal hoaks menjelang pemilu, dia mengapresiasi upaya Kemkominfo yang rutin melaporkan temuan disertai dengan klarifikasi berupa tautan berita yang benar.
”Kegiatan literasi digital yang sekarang marak diselenggarakan sampai ke tingkat daerah sebenarnya adalah investasi jangka panjang,” kata Ismail.
Pegiat Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja memandang tidak ada mesin yang mampu menangkal penyebaran hoaks. Kemampuan manusia menciptakan algoritmanya juga terbatas. Masalah hoaks ataupun fake news bukan hal baru di dunia. Hal yang membedakan dulu dan sekarang adalah adanya teknologi diseminasi berwujud media sosial.
Mau menekan hoaks harus mempunyai tenaga kerja yang kompeten.
Menurut dia, penyebaran hoaks yang disisipi isu intelijen biasanya ada aktor yang bergerak secara terorganisasi. Konten hoaksnya pun mengandung tujuan tertentu.
Sementara itu, Kamis (17/1/2019) saat terjadi penyelenggaraan debat calon presiden dan wakil presiden pada pukul 20.00 - 23.00, arus lalu lintas konsumsi layanan data seluler ikut meningkat. PT XL Axiata Tbk, misalnya, mencatat terjadi lonjakan arus konsumsi layanan data seluler sampai 45 persen. Kenaikan konsumsi tersebut dipakai memantau jalannya debat. Sekitar 65 persen konsumsi dipakai memutar konten beraliran langsung (streaming), seperti Detiknews, Google Play Movie, dan video browsing.
General Manager External Communication PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) Denny Abidin menceritakan, aplikasi MAXstream Telkomsel turut menayangkan acara debat calon presiden dan wakil presiden. Sepanjang pukul 20.00-23.00 jumlah viewers MAXstream naik lebih dari 100 persen.