JAKARTA, KOMPAS -- Industri perfilman Indonesia terus berkembang. Selain produksi konten semakin aktif, apreasiasi penonton juga membaik.
"Apresiasi penonton terhadap konten lokal membaik. Kami mengamati, antusiasme mereka terhadap konten dalam negeri yang diputar di platform pemutaran video digital juga bagus," kata Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Fauzan Zidni, Kamis (13/12/2018), di Jakarta.
Ia menggambarkan, jumlah penonton film di bioskop sekitar 50 juta orang pada tahun ini. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan 2017 yang sekitar 40 juta orang.
Bioskop juga terus dibangun, baik oleh investor lokal maupun hasil kerja sama investor lokal dengan asing, hingga ke kota kedua dan ketiga. Diperkirakan, saat ini ada 1.600 layar bioskop di Indonesia.
Menurut Fauzan, aktivitas produksi konten, baik untuk layar lebar maupun bioskop, menggeliat. Dukungan pembiayaan juga melimpah. Perusahaan modal ventura yang semula cenderung hanya mendanai perusahaan rintisan, kini mau membiayai produksi film.
Kendati demikian, Fauzan mengungkapkan keterbatasan sumber daya manusia. Kru produksi, misalnya, bisa mengerjakan lebih dari satu proyek konten. "Secara jumlah maupun kualitas tenaga kerja kurang. Mendidik tenaga kompeten butuh waktu lama," tutur dia.
Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia (BPI) Chand Parwez menceritakan, pada April 2018 BPI merilis buku pedoman pembentukan komisi film di daerah. Tujuannya, menyadarkan pemerintah daerah tentang film sebagai subsektor ekonomi kreatif yang strategis.
"Platform layanan VOD atau video digital kini menjadi alternatif bagi sineas Indonesia. Mereka berani memproduksi konten, baik berformat film maupun serial, dengan beragam topik dan genre. Namun, mereka masih menghadapi masalah sulitnya mengurus perizinan syuting di daerah," jelasnya.
Laporan riset AlphaBeta “Asia-On-Demand: The Growth of Video on demand Investment in Local Entertainment Industries” pada Oktober 2018 menyebutkan, penyedia platform layanan VOD akan berinvestasi hingga 10,1 miliar dollar AS ke Asia pada 2022. Nilai investasi ini 3,7 kali lipat dibandingkan dengan 2017.
Sekitar 4 miliar dollar AS dari investasi pada 2022 berupa penanaman modal asing dari pelaku industri global.
AlphaBeta Engagement Manager Konstantin Matthies yang dihubungi terpisah menyampaikan, penetrasi konsumsi konten masyarakat Asia di platform layanan VOD baru berkembang. Sebagai konsultan ekonomi digital, AlphaBeta mengamati, Asia berpotensi mengalami pertumbuhan konsumsi konten VOD dalam jangka panjang. Oleh karena itu, sejumlah penyedia platform layanan VOD berlomba-lomba masuk ke Asia.
Hasil riset AlphaBeta menemukan, penanaman modal asing dari penyedia platform VOD diarahkan untuk produksi konten original. Hal ini akan menghasilkan multimanfaat ekonomi bagi negara setempat. (MED)