JAKARTA, KOMPAS--Di tengah upaya pemerintah menahan laju pertumbuhan utang luar negeri, swasta gencar menarik utang dari pihak luar negeri. Namun, penggunaan utang lebih dominan untuk investasi dan modal kerja.
Hal ini menandakan pertumbuhan kegiatan usaha pada sejumlah sektor industri.
Berdasarkan data Bank Indonesia per triwulan III-2018, utang luar negeri sektor swasta, termasuk BUMN, sebesar 180,62 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2.637 triliun. Sementara, utang luar negeri pemerintah dan bank sentral per triwulan III-2018 sebesar 179,17 miliar dollar AS.
Kepala Ekonom Samuel Asset Management, Lana Soelistianingsih, menanggapi positif posisi utang luar negeri swasta, yang untuk pertama kalinya sejak Maret 2017 melampaui utang luar negeri pemerintah. Apalagi, utang swasta itu untuk tujuan produktif yang dapat mendorong geliat ekonomi domestik.
“Kita jangan selalu melihat setiap utang naik adalah sesuatu yang buruk. Tidak selamanya utang buruk, asalkan digunakan untuk hal produktif yang memicu pertumbuhan ekonomi,” ujar Lana, Selasa (20/11/2018).
Pada Januari-September 2018, penggunaan utang luar negeri swasta untuk modal kerja 58,46 miliar dollar AS. Adapun untuk investasi 57,49 miliar dollar AS dan pembayaran utang lama 20,2 miliar dollar AS.
Lana menambahkan, secara umum, utang digunakan pelaku usaha untuk meningkatkan kinerja. Ekspansi usaha juga membutuhkan utang. Kemampuan membayar utang swasta lebih terjamin berdasarkan perhitungan dan proyeksi bisnis sebelum menentukan besaran utang.
Dalam acara bersama media yang diselenggarakan Bank Indonesia di Sukoharjo, Jawa Tengah, akhir pekan lalu, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengakui, gejolak utang luar negeri swasta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan utang luar negeri pemerintah yang lebih busa dikendalikan. Akan tetapi, BI tetap memantau dan memastikan keamanan utang di sektor swasta.
Direktur Riset Center of Reform on Economics Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai, ruang untuk menambah pemanfaatan utang Indonesia masih cukup luas. Sebab, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) 34,5 persen pada triwulan III-2018. Dibandingkan dengan negara-negara lain, rasio ini termasuk rendah.
Namun, pemerintah dan BI harus meningkatkan koordinasi untuk memantau perkembangan utang luar negeri agar berperan optimal dalam mendukung pembangunan dan pembiayaan.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Haryadi Sukamdani mengatakan, pelaku usaha berekspansi dan meningkatkan kinerja pada triwulan IV. “Secara siklus, pada triwulan IV terjadi pertumbuhan produksi," ujarnya. (JUD/DIM)