JAKARTA, KOMPAS --Bank Indonesia memperkuat daya tarik aset keuangan domestik lewat kenaikan suku bunga acuan BI menjadi 6 persen. Untuk menjaga aliran modal asing, tahun depan sikap yang diambil akan lebih konservatif di tengah prediksi pertumbuhan ekonomi global yang lesu.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara memprediksi, Bank Sentral AS, The Fed, masih akan menaikkan suku bunga acuan hingga tiga kali pada 2019. Akibat masih mengalami defisit transaksi berjalan, Indonesia perlu mengambil langkah konservatif atas kenaikan tersebut suku bunga acuan itu.
“Pada 2019 akan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi global. Ekonomi AS yang sebelumnya booming akan melambat,” ujar Mirza di acara Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Mirza menambahkan, situasi ekonomi Indonesia terbantu inflasi yang diproyeksikan hingga akhir tahun ini berkisar 3,2 persen. Pada akhir 2019, inflasi juga tetap akan dijaga di bawah 3,5 persen. Akan tetapi, transaksi berjalan yang defisit membuat Indonesia membutuhkan cadangan valuta asing (valas).
Upaya untuk menarik aliran modal asing, baik melalui investasi langsung maupun surat berharga harus dibarengi penurunan impor serta kenaikan ekspor.
Kenaikan suku bunga acuan BI merupakan langkah lanjutan untuk memperkuat upaya penurunan defisit transaksi berjalan. Kenaikan suku bunga juga untuk mempertahankan daya tarik obligasi domestik di tengah potensi kenaikan suku bunga global beberapa bulan ke depan.
“Kita harus bisa menjaga agar defisitnya tidak semakin besar. Defisit transaksi berjalan yang pada triwulan III-2018 sebesar 3,3 persen produk domestik bruto harus diturunkan menjadi 2,5 persen PDB pada 2019," kata Mirza.
Aliran modal
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo menilai, kebijakan suku bunga acuan BI merupakan langkah tepat untuk memitigasi kenaikan suku bunga acuan global. Stabilitas rupiah akan mendorong arus masuk investasi asing dan menjaga level defisit transaksi berjalan tetap stabil.
“Kebijakan ini tepat untuk menyikapi perubahan cuaca ekonomi global. Peningkatan suku bunga diperlukan untuk menjaga portofolio aliran modal masuk, baik di obligasi maupun. Nanti berangsur-angsur penguatan rupiah terus berlanjut sampai tahun depan,” ujarnya.
Komisaris PT Trimegah Sekuritas Rizal Prasetijo menilai, kebijakan BI menaikkan suku bunga acuan mendorong investor asing lebih percaya diri untuk kembali masuk ke pasar Indonesia. Namun, saat ini respons pelaku pasar surat utang atas kebijakan tersebut masih bervariasi.
“Tujuan untuk menjaga stabilitas rupiah cukup berhasil. Hanya akan ada dampak dari sisi biaya dana bagi emisi surat utang pemerintah karena imbal hasil meningkat, terutama pada instrumen tenor pendek,” ujarnya.
Di pasar saham, pelaku pasar juga merespons positif kebijakan fiskal dan moneter pemerintah. Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali menyentuh level 6.000. Pada perdagangan kemarin IHSG ditutup menguat 56,61 poin atau 0,95 persen ke posisi 6.012,35. Posisi ini merupakan yang tertinggi sejak Agustus. (DIM)