JAKARTA, KOMPAS — Pemberdayaan perempuan di ranah kerja publik semestinya menjadi perhatian perusahaan. Melalui pemberdayaan, perusahaan mendukung kesetaraan hak pekerja.
Demikian inti diskusi Kompas100 CEO Forum Women Leaders Talk, Kamis (15/11/2018), di kawasan Pusat Bisnis Sudirman, Jakarta. Diskusi yang diselenggarakan harian Kompas dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) ini bertema ”Perempuan Energi Perubahan”.
CEO Sintesa Group, Shinta Widjaja Kamdani, berpendapat, menjaga keseimbangan pekerjaan rumah tangga dan ruang publik selalu menjadi topik yang diembuskan masyarakat. Topik ini menjadi persoalan tersendiri bagi sebagian besar perempuan.
”Situasinya sekarang, semua perempuan bisa bekerja di ranah publik. Jadi, bekerja di ranah publik bukan lagi persoalan. Permasalahannya, pekerja perempuan enggan naik ke struktur lebih tinggi atau berkarya lebih karena merasa ada beban harus menjaga keseimbangan peran di rumah,” kata Shinta.
Berdasarkan data Fortune500 perusahaan terbaik di dunia, pada 1995, perempuan belum ada yang menduduki jabatan CEO. Pada 2017, jumlah CEO perempuan di dunia baru 26 orang.
Mengutip salah satu hasil riset, Shinta menceritakan, porsi CEO perempuan di Indonesia hanya 5 persen, manajer senior perempuan 20 persen, dan pekerja pemula perempuan 47 persen. Untuk mendukung kesetaraan jender di organisasi, perusahaan multinasional di dunia telah memulainya.
Shinta yang aktif dalam Indonesia Business Coalition for Women mengajak perusahaan-perusahaan peduli kesetaraan jender di ruang kerja. Menurut Shinta, sudah banyak perusahaan bersedia, tetapi realisasinya masih rendah.
”Berbicara mengenai pemberdayaan dan kesetaraan jender di ruang kerja seharusnya melibatkan pekerja laki-laki. Dalam koalisi itu, saya sampai mengajak laki-laki pucuk pimpinan perusahaan,” tambah Shinta.
Pendiri dan CEO HiJup, platform penjualan mode muslim, Diajeng Lestari, menyebutkan, salah satu contoh pemberdayaan perempuan yang dilakukan HiJup adalah mengakomodasi baju karya desainer perempuan. Beberapa desainer difasilitasi perusahaan ke pergelaran mode tingkat dunia.
Pelanggan perempuan juga diberi materi pemberdayaan melalui konten majalah yang terbit secara elektronik.
”Kepada pelanggan perempuan, kami berkomitmen menampilkan produk berkualitas. Kami biasanya melakukan kurasi terlebih dulu,” ujarnya.
Di lingkup organisasi, HiJup mengedepankan keberpihakan hak pekerja perempuan. Cuti melahirkan, misalnya, diberikan hingga enam bulan.
Diajeng membuka presentasi dalam diskusi kemarin dengan video berisi cerita perempuan-perempuan berhijab yang memiliki karya dan bekerja di ranah publik, antara lain desainer Dian Pelangi.
HiJup berdiri pada 2011. Semangat awal pendirian HiJup adalah mengakomodasi produk mode muslim lokal. Kini, lebih dari 200 merek telah bergabung di platform tersebut.
Pengiriman pesanan telah menjangkau sekitar 50 negara. Mayoritas pelanggannya adalah perempuan.
”Indonesia menempati posisi ketiga pasar mode muslim terbesar di dunia. Sayang, kalau Indonesia hanya menjadi konsumen. Berangkat dari inilah kami mengembangkan HiJup untuk menunjukkan bahwa Indonesia juga bisa menghasilkan produk mode berkualitas,” tambah Diajeng.
Sebaran merata
Direktur Perencanaan Korporat PT PLN (Persero) Syofvi Felienty Roekman menyebutkan, sekitar 8.500 dari 45.000 karyawan perusahaan adalah perempuan. Persebaran mereka merata di semua divisi, termasuk memegang peran petugas lapangan bidang pengatur beban tenaga listrik.
Sejauh ini, Syofvi mengakui, perusahaan belum memiliki kebijakan khusus terkait kepemimpinan ataupun kuota jumlah karyawan perempuan. Meski demikian, secara pribadi, Syofvi mendukung pekerja perempuan untuk bisa memimpin cabang, apalagi jika tenaga kerja itu kompeten.