Listrik Bisa Dimanfaatkan
JAKARTA, KOMPAS — Percepatan pemanfaatan kendaraan listrik di kota besar untuk mengurangi pemakaian bahan bakar minyak bisa menjadi solusi untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. Impor minyak mentah dan BBM yang tinggi masih menjadi penyebab defisit.
Sementara strategi pemerintah mengurangi defisit belum berdampak signifikan.
Menurut data Bank Indonesia, defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2018 sebesar 8,8 miliar dollar AS atau 3,37 persen produk domestik bruto (PDB). Defisit ini lebih dalam dibandingkan dengan triwulan II-2018 yang sebesar 8 miliar dollar AS atau 3,02 persen PDB.
Mandatori B-20, yaitu kewajiban mencampur biodiesel ke solar dengan kandungan 20 persen biodiesel di setiap liter hasil pencampuran, cukup membantu mengurangi impor solar.
Menurut Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, percepatan pemakaian kendaraan listrik di kota besar dapat membantu mengurangi defisit perdagangan migas Indonesia. Dengan perhitungan minimal sepeda motor yang melaju di Jakarta 1 juta unit per hari dan mobil minimal 400.000 unit per hari, konsumsi BBM oleh kedua jenis moda transportasi tersebut sekitar 4 juta liter per hari. Jika seluruhnya dapat dialihkan menjadi kendaraan listrik, penghematan impor BBM sebanyak 4 juta liter per hari atau 9,2 juta barel dalam setahun.
”Penerapan kendaraan listrik, khususnya di kota besar, bisa dipercepat dengan penerbitan regulasi berupa pelarangan penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak di jalan raya, termasuk pemberian insentif potongan harga untuk pembelian kendaraan listrik baru,” kata Fabby, Rabu (13/11/2018), di Jakarta.
Dalam penyediaan infrastruktur, lanjut Fabby, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dapat menyediakan stasiun pengisian listrik umum (SPLU) di berbagai lokasi di kota besar. Apalagi, pasokan listrik di kota-kota besar yang relatif andal mampu memenuhi kebutuhan kendaraan listrik. Penyediaan infrastruktur yang didukung regulasi dapat mempercepat optimalisasi kendaraan listrik di Indonesia.
Pada September lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan lima langkah pemerintah mengatasi defisit perdagangan migas. Kelima langkah itu adalah mandatori B-20, pembelian minyak mentah bagian kontraktor oleh PT Pertamina (Persero), penambahan kuota ekspor batubara 100 juta ton, mendorong penggunaan produk lokal, dan digitalisasi seluruh SPBU milik Pertamina.
Akan tetapi, ada kendala penyerapan biodiesel yang disalurkan ke seluruh wilayah di Indonesia. Kendala itu adalah ketersediaan infrastruktur berupa kapal pengangkut dan dermaga. Dari 86 titik serah biodiesel yang semula ditentukan, kini dipangkas menjadi 10 titik lantaran keterbatasan kapal dan dermaga.
Belum ada perkembangan
Mengenai kebijakan pembelian minyak mentah bagian kontraktor oleh Pertamina, Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito, saat dihubungi, mengatakan, kebijakan tersebut masih dibahas bersama pemerintah. Menurut dia, belum ada perkembangan mengenai kebijakan pembelian minyak mentah bagian kontraktor oleh Pertamina.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Gerindra Ramson Siagian berpendapat, kebijakan Kementerian ESDM tersebut belum sepenuhnya efektif. Pemerintah belum berhasil menekan kontraktor hulu migas untuk menjual bagian minyak mentah ke Pertamina. Sementara mandatori B-20 memakan biaya tinggi akibat harga minyak sawit (CPO) yang turun. Selisih harga solar dengan CPO tersebut menyebabkan subsidi membengkak.
”Digitalisasi SPBU dan penggunaan konten lokal itu belum berdampak signifikan langsung terhadap usaha mengurangi defisit,” ujar Ramson.
Mengenai kendaraan listrik, kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan, percepatan program kendaraan listrik nasional dapat menjadi sumber energi pengganti BBM di sektor transportasi, khususnya di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) adalah wilayah dengan tingkat konsumsi BBM untuk transportasi yang dominan di Indonesia. Pada 2016, kebutuhan energi di sektor transportasi di wilayah Jabodetabek sebesar 39,3 juta barrel of oil equivalent (BOE) dan diperkirakan meningkat signifikan menjadi 210,4 juta BOE pada 2050.
”Selain mempercepat program kendaraan listrik, pemerintah perlu mendorong pemakaian kendaraan berbahan bakar gas,” kata Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material BPPT Eniya Listiani Dewi. (APO)