NUSA DUA, KOMPAS — Potensi ekonomi kreatif Indonesia diakui dunia internasional. Meski demikian, Indonesia tetap perlu memperbaiki industri kreatif agar bisa menjadi pemain di kancah dunia.
Nilai produk domestik bruto (PDB) industri kreatif diperkirakan Rp 1.105 triliun pada akhir tahun ini, sementara nilai ekspor produk kreatif diperkirakan 21,5 miliar dollar AS.
Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Joseph Pesik, dalam konferensi pers penutupan Konferensi Dunia tentang Ekonomi Kreatif (WCCE) 2018, Kamis (8/11/2018), di Nusa Dua, Bali, menyebutkan, pencapaian ini membuktikan potensi ekonomi kreatif Indonesia cukup besar.
Namun, masih banyak subsektor yang perlu digarap dengan lebih maksimal. Selain itu, industri kreatif juga masih menghadapi sejumlah masalah mendasar. Masalah itu antara lain kesadaran yang belum merata tentang pendaftaran dan pengembangan nilai tambah bisnis produk yang telah mengantongi hak kekayaan intelektual.
Mengenai kesulitan akses pasar, Ricky menjelaskan, pemerintah berupaya mengakomodasi. Adapun untuk menggaet pasar ekspor, misalnya, sejumlah produk industri kreatif lokal berpartisipasi dalam Pameran Perdagangan Indonesia (Trade Expo Indonesia/TEI) yang digelar setiap tahun. Pameran ini dikelola Kementerian Perdagangan.
Berdasarkan Statistik Ekonomi Kreatif Indonesia yang diterbitkan Bekraf dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, provinsi yang berkontribusi besar terhadap PDB ekonomi kreatif adalah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Bali.
Porsi PDB ekonomi kreatif dari lima provinsi itu, pada 2014-2016, sebesar 48,04 persen dari total PDB ekonomi kreatif. Adapun sisanya, yakni 51,96 persen, berasal dari 29 provinsi lain di Indonesia.
Ricky menyebutkan, Bekraf memiliki 267 program pengembangan industri kreatif, baik di tingkat pusat maupun daerah. Khusus di daerah, program itu dikemas dengan pendekatan sesuai kebutuhan. Bekraf juga menandatangani nota kesepahaman dengan sejumlah pemerintah daerah untuk memudahkan kerja sama.
”Secara struktural, Bekraf memang belum ada di tingkat daerah karena belum ada aturannya. Akan tetapi, ada beberapa pemerintah daerah yang secara sadar mau mengembangkan potensi industri kreatifnya, bahkan sampai menyusun peraturan daerah khusus sektor itu, seperti Bandung dan Banyuwangi,” ujar Ricky.
Dalam penyelenggaraan WCCE 2018, Ricky mengklaim, Indonesia menuai pujian dari sejumlah delegasi pemerintah dan organisasi dunia. Indonesia dinilai telah memiliki infrastruktur industri kreatif yang cukup bagus. Selain itu, Indonesia memilih tema kreativitas yang inklusif, sesuai kondisi sosial ekonomi budaya secara global. Tema ini dianggap mendorong kesadaran bahwa industri kreatif dapat dipakai untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Co-CEO of Moonton (perusahaan pengembang gim Mobile Legends: Bang Bang) Justin Yuan berpendapat, Indonesia memiliki potensi pasar industri kreatif yang besar, terutama subsektor gim digital. Oleh karena itu, Moonton mendukung penggunaan bahasa Indonesia dalam konten gim buatannya. Moonton juga bekerja sama dengan seniman lokal, Yuniarto, dalam menciptakan karakter Gatotkaca untuk Mobile Legends: Bang Bang.
Agenda Bali
WCCE 2018 melahirkan Agenda Bali mengenai Ekonomi Kreatif yang memuat 21 poin rekomendasi pengembangan ekonomi kreatif untuk dunia. Ke-21 poin tersebut disepakati sekitar 300 wakil pemerintah, akademisi, dan organisasi internasional dari 36 negara.
Ada empat isu dalam 21 poin itu. Pertama, isu kolaborasi dan kolektivitas dari forum Friends on Creative Economy. Kedua, isu mendukung pembangunan ekosistem industri kreatif. Ketiga, promosi, pemberdayaan SDGs, warisan budaya, dan keberagaman. Dan keempat, pembahasan penyelenggaraan WCCE edisi berikutnya.
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian A Ruddyard mengatakan, Agenda Bali mengenai Ekonomi Kreatif menekankan kesetaraan kesempatan antarpelaku industri kreatif. ”Industri kreatif berkembang tanpa batas sehingga perlu regulasi,” katanya.