Pasar Hilir BBM Kian Ketat
JAKARTA, KOMPAS--Konsumsi bahan bakar minyak yang tinggi di Indonesia menjadi daya tarik bagi investor untuk masuk ke sektor hilir. Satu demi satu, pemain global meramaikan pasar hilir bahan bakar minyak di Indonesia.
Situasi ini menimbulkan persaingan ketat di sektor hilir bakar bakar minyak (BBM). Untuk menghadapinya, PT Pertamina (Persero) dituntut untuk lebih efisien.
ExxonMobil juga turut meramaikan persaingan ini dengan mendirikan stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) dalam waktu dekat.
Chairman dan CEO ExxonMobil Darren Woods menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (8/11/2018). Dalam pertemuan tertutup itu, Presiden didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar.
Seusai pertemuan, Arcandra menyampaikan, ExxonMobil mulai memasuki sektor hilir. Saat ini, urusan perizinan tengah diproses di Kementerian ESDM.
“Mereka akan masuk bisnis pelumas juga. Sedang diproses izinnya,” kata Arcandra.
Investasi baru terkait industri hilir ini, menurut Arcandra, belum diketahui nilainya. Akan tetapi, sejauh ini ExxonMobil sudah mulai membuka beberapa unit SPBU mini di Purwakarta, Jawa Barat. Dalam bisnis distribusi BBM di Pulau Jawa ini, ExxonMobil menggandeng Indomobil Prima Energi.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, ketertarikan swasta untuk terjun di bisnis hilir BBM dengan mendirikan SPBU adalah hal yang wajar.
Regulasi di Indonesia mengatur atau membuka peluang untuk bisnis tersebut. Apalagi, konsumsi BBM di Indonesia terbilang tinggi dan akan terus meningkat di masa mendatang.
"Hanya saja, pemerintah mesti cermat menempatkan BUMN (Pertamina) dalam bisnis ini. Pasalnya, BUMN mendapat penugasan khusus (menjual BBM satu harga) dan harus mendapat perlakuan khusus juga," kata Komaidi.
Sejauh ini, ada lima pemain bisnis hilir BBM di Indonesia termasuk, Pertamina. Keempat perusahaan lainnya adalah PT Shell Indonesia, PT Total Oil Indonesia, PT AKR Corporindo Tbk, dan PT Vivo Energy Indonesia.
Shell berbasis di Belanda, sedangkan Total berkantor pusat di Perancis. Menyusul Exxon, BP asal Inggris juga sedang mempersiapkan diri terjun di bisnis hilir BBM.
BP -yang kini sedang membangunn sejumlah SPBU di DKI Jakarta dan sekitarnya- menggandeng AKR Corporindo dalam bisnis ini. SPBU yang akan dibuka dinamai BP AKR Fuels Retail.
Selain SPBU, BP juga meminati binsis penjualan bahan bakar untuk pesawat terbang. Mereka juga menggandeng AKR Corporindo di sektor ini melalui pembentukan perusahaan patungan bernama Air BP-AKR Aviation. Belum diketahui di bandar udara mana saja mereka akan menekuni bisnis aviasi tersebut.
Efisien
Sebelumnya, pemain baru di sektor hilir adalah Vivo Energy Indonesia yang menjual BBM dengan merek revvo. Peresmian perdana SPBU Vivo dilakukan Menteri ESDM Ignasius Jonan pada Oktober 2017 di Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Ketika itu, Jonan meminta Pertamina meningkatkan efisiensi untuk menghadapi persaingan bisnis hilir di Indonesia.
Menurut Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito, bisnis SPBU Pertamina tidak bisa diukur dengan bisnis SPBU perusahaan lainnya.
Pasalnya, Pertamina banyak mendirikan SPBU di wilayah terpencil yang ongkos distribusinya lebih mahal ketimbang wilayah seperti di kota besar di Jawa.
Sejauh ini, ada sekitar 7.400 SPBU yang dioperasikan Pertamina di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM menyebutkan, konsumsi BBM nasional rata-rata sebanyak 1,3 juta barrel sampai dengan 1,4 juta barrel per hari. Namun, tak semuanya dipenuhi dari dalam negeri.
Pada 2017, Pertamina mengimpor BBM sebanyak 138,88 juta barrel. Jumlah ini meningkat dari 2016 yang sebanyak 117,04 juta barrel.
Dalam transaksi berjalan RI, neraca minyak pada triwulan II-2018 defisit 4,363 miliar dollar AS. Defisit ini terbentuk akibat ekspor minyak sebesar 2,17 miliar dollar AS, namun impor minyak sebesar 6,533 miliar dollar AS. Pada 2017, neraca minyak defisit 12, 816 miliar dollar AS. (INA/APO)